YOGYAKARTA (Pos Kota) – Banyak cerita lucu dan menarik di balik pernikahan Agung di Kraton Yogayakarta. Pengantin pria yang dari kalangan biasa, bukan ningrat, dan tinggal di Jakarta harus menyesuaikan dengan adat Kraton Yogyakarta yang ketat dan rumit, selain harus menggunakan bahasa Jawa yang halus.
Sebagaimana dikisahkan sebelumnya, Achmad Ubaidilay alias Ubay tak mundur ketika kekasihnya, Reni, ternyata adalah GRAy Nurastuti Wijareni, putri bungsu Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tapi pemuda berdarah Lampung yang bekerja di kantor Wapres itu harus menebus dengan susah payah agar diterima sebagai keluarga Kraton.
“Waktu awal-awal dia saat belajar mlaku ndodok (jalan sambil jongkok), malah cincing-cincing nggak karuan. Sudah belajar berapa kali masih terlihat kaku. Dia duduk simpuh kakinya masih terasa kram,” urai Gusti Kanjeng Ratu Bendara alias Reni, mempelai putri, sambil tersenyum. Namun pelan-pelan, pria yang kini jadi suaminya, Kanjeng Pangeran Haryo Yudanegara alias Ubay, mulai menguasai adat di keraton.
“Waktu Ngarso Dalem (panggilan bagi Sri Sultan) ngunduh mantu yang sebelum ini, saya juga datang ke Yogyakarta. Saya diundang. Saya diperkenalan adat Jawa, keliling keraton atau mubeng beteng (muter-muter) nggak pake alas kaki, terus rebutan gunungan dan sebagainya,” ucap Ubay. Menjelang nikah, tidurnya antara nyenyak dan tidak nyeyak.
Reny, putri Sri Sultan yang gemar memasak ini mengisahkan, pertama kali memperkenalkan Ubay ke Sri Sultan saat peringatan ulang tahun Sri Sultan pada 2008 lalu . “Bapak tidak terlalu banyak berkomentar. Baru setelah kami serius, ada sejumlah wejangan dari bapak,” katanya.
Menurut Reni, ayahannya hanya menegaskan agar dia bertanggungjawab dengan pilihannya. “Beliau (Sri Sultan) mengajari saya untuk bisa jalan dulu.Nanti kalau kesandung ya sudah bangun sendiri. Bapak lebih seperti itu,” tuturnya.
Sebelum diperkenalkan dengan Sri Sultan, Ubay terlebih dulu diperkenalkan dengan GKR Hemas dengan melakukan pertemuan sekaligus makan siang.
“Saya memang dekat dengan ibu. Jadi siapa pun yang dekat dengan saya, maka akan saya kenalkan dengan ibu. Reaksi ibu waktu itu Ubay orangnya baik. Walaupun saat itu Ubay ndredeg (gemetar),” ungkapnya sambil kembali tersenyum.
Pada waktu Ubay menegaskan ke Reni untuk melanjutkan hubungan ke arah yang lebih serius, Reni meminta pria bertubuh tinggi dengan kulit bersih itu matur (bilang) ke Sri Sultan.
“Saya bilang ke dia, ya, sudah ngomong saja langsung sama bapak. Beberapa hari kemudian, Ubay matur ke ke Bapak,” jelas Reni yang kemudian mendapat gelar dan nama baru sebagai GKR Bendara (baca Bendoro).
Lantas apa jawaban atau pesan Sri Sultan saat puteri bungsunya dilamar seorang laki-laki dari Lampung? “Bapak ngendiko (menyatakan) ‘asal tahu saja Ubay, kami punya adat istidat yang tidak biasa, banyak aturan, jadi panutan dan lain lain’,” terang Reni menirukan ucapan Sri Sultan.
MENGAPA PILIH UBAY?
Saat ditanya mengapa GKR Bendara memilih Ubay yang orang biasa, dan bukan sesama kalangan ningrat atau bangsawan njero beteng keraton, Reni menjawab dengan halus bahwa dirinya tidak mematok harus menjalin hubungan dan menikah dengan keturunan darah biru keraton. Sebab, seorang laki-laki tak bisa dilihat dari hal tersebut.
“Saya malah tidak kepikiran untuk bertemu dengan sesama bangsawan darah biru. Nggak masalah kalau mau darah biru, darah hijau atau yang lainnya. Kalau jodoh saya memang Ubay ya nggak masalah,” katanya dengan mata berbinar-binar. Menurutnya, semua kembali ke feeling.
“Kalau feeling sudah nge-klik, ya sudah. Selama ini saya tidak pernah memperkenalkan diri saya anak Sri Sultan, biar orang menilai saya apa adanya,” ujar finalis Miss Indonesia 2009 ini . (dms)
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar