Serba Sejarah - Masih hangat cerita tentang "istri simpanan" pada judul "Bang Maman dari Kali Pasir" yang termuat dalam Lembar Kerja Siswa Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta sebagai muatan lokal untuk siswa kelas II SD di Jakarta, materi pembelajaran lain tampaknya juga kebablasan. Apakah bahan ajar siswa untuk kalangan siswa SD saat ini semakin jauh dari etika dan budi pekerti sehingga kekerasan dan daya tarik seks perlu masuk di dalamnya?
Pertanyaan saya, apa tidak ada tema atau cerita lain yang bisa diangkat?bukan ceritanya yang salah tapi tempatnya yang salah. Tidak salah juga jika saya menyalahkan si penerbit, atau mungkin dinas terkait, sekalian juga pihak sekolahnya.
Simak lampiran kisah "Si Angkri" di bawah ini:Mengenal Cerita Si AngkriPada zaman dahulu terdapat sebuah pelabuhan di Batavia. Pelabuhan tersebut bernama pasar ikan. Daerah tersebut sangat ramai. Banyak kapal yang berlabuh di sana dari berbagai penjuru dunia.Di pasar ikan, hiduplah seorang pemuda bernama Angkri. Angkri adalah pemimpin dari kelompok pemuda di daerah tersebut. Angkri adalah anak yang kaya dari peninggalan orang tuanya yang kaya. Di antara temannya, ada yang bernama Bay dan Midun. Mereka sering mengganggu penduduk dan memeras pedagang di sana.Angkri selalu berpakaian hitam serta ikat kepala hitam dan di pinggang Angkri terselip golok. Kelompok Angkri ditakuti penduduk.Angkri anak tunggal. Orang tua Angkri sangat kaya. Banyak harta warisan yang ditinggalkan sejak kedua orang tuanya meninggal. Suatu hari, Angkri melihat sawahnya yang luas menjelang panen. Karena takut nanti panennya dicuri, Angkri meminta tolong Bek Asan untuk menjadi pengawas dalam menjaga panen di sawahnya. Tetapi, Bek Asan menolak karena sudah banyak wilayah kekuasaannya.Angkri tersinggung dengan penolakan Bek Asan, lalu Angkri bergegas meninggalkan Bek Asan menuju rumah Tabrani. Angkri kembali meminta Tabrani untuk menjadi bek. Tugasnya menjaga sawah dari pencuri dan rampok hasil panen.Rupanya, Angkri masih menaruh dendam atas penolakan Bek Asan. Lalu, Angkri pergi ke rumah Bendot, temannya berjudi. Kali ini, Angkri berniat jahat. Dia ingin membunuh Bek Asan lewat perantara Bendot.Bendot menyetujui permintaan Angkri, dengan persyaratan bayaran satu ekor kerbau. Angkri pun bersedia membayar.Bendot lebih licik. Sebagian uang bayarannya digunakan untuk membayar orang suruhan lagi, yaitu Anit dan Kusen, dan sebagian lagi untuk berjudi.Anit dan Kusen setuju tawaran Bendot untuk membunuh Bek Asan. Keduanya segera pergi mencari Bek Asan.Setibanya di rumah Bek Asan, Anit dan Kusen dicegat Mandor Tabah. Terjadi cek-cok mulut antara Anit dan Kusen dengan Mandor Tabah. Karena tidak ada yang mengalah, mereka bertiga berkelahi.Anit dan Kusen berhasil dilumpuhkan Mandor Tabah dengan sabetan golok dan berhasil menangkap keduanya. Saat itu, Bek Asan keluar rumah. Didapatinya Anit dan Kusen yang terkulai berlumuran darah, lalu dibawa Bek Asan ke gurunya. Di sana mereka berdua disidang. Anit dan Kusen mengaku niatnya untuk membunuh Bek Asan atas suruhan Bendot.Bek Asan memerintahkan anak buahnya untuk mencari Bendot dan membawanya. Tak lama kemudian, Bendot digelandang ke rumah Bek Asan. Di sana Bendot ditemukan dengan Anit dan Kusen.Sambil minta maaf, Bendot mengaku bahwa keinginannya atas permintaan Angkri. Guru Bek Asan memerintahkan anak buahnya untuk mengelabui Angkri yang suka berjudi dan pemabuk. Angkri dipancing dengan perempuan cantik yang berpura-pura mencuci di sungai dekat sawah dan rumah Angkri.Benar juga. Angkri melihat gadis itu tertarik, lalu mendekati dan merayunya. Si gadis mengajak Angkri main ke rumahnya. Angkri mengikuti ajakan gadis itu. Tanpa disadari, di tengah jalan, Angkri dicegat rombongannya Bek Asan dan Mandor Tabah. Angkri dipertemukan suruhannya, Anit, Kusen, dan Bendot.Angkri terkejut melihat ketiga suruhannya kalah. Tanpa banyak tanya lagi, Bek Asan menyuruh Mandor Tabah menghadapi Angkri. Angkri meminta maaf, dan siap menerima hukuman apa saja yang akan diberikan padanya. Bek Asan membawa Angkri, Anit, Kusen, dan Bendot ke kantor polisi untuk meminta pengadilan atas perbuatan mereka berempat.
Cerita ini dikutip dari halaman 88-91 pada Kurikulum Muatan Lokal Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta. Buku ini diterbitkan oleh CV Alam Sakti Persada Global Jakarta Timur. Disebutkan bahwa cerita dalam buku ini sudah berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kurikulum Muatan Lokal DKI Jakarta Jilid 1 untuk Kelas I SD.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar