Berkembangnya studi-studi sosial di Eropa abad ke-17 ditandai dengan munculnya berbagai analisis terhadap fenomena kemanusiaan seperti sosial, ekonomi dan politik. Keadaan ini menyadarkan para ilmuan bahwa kontribusi analisis-analisis sosial itu telah menawarkan peluang dan jalan baru bagi sejarah untuk memasuki kordinat disiplin ilmu yang nyaris setara dengan ilmu-ilmu lainnya. Pertemuan antara ilmu sosial dan sejarah terletak pada realitas sosial yang menjadi obyek pengamatannya dan, dalam beberapa bahagian, studi-studi terhadap struktur sosial dan ekonomi ternyata lebih memperlihatkan kecendrungan historis meski menggunakan analisis-analisis struktural. Munculnya tokoh-tokoh sejarawan struktural dari kalangan sosiolog seperti Aguste Comte, Karl Marx, Engels, Spencer, Braudel dan lain-lain, telah mencerminkan perkembangan baru dalam lapangan ilmu kemanusiaan ini. Beberapa temuan teoritis telah banyak dihasilkan, akan tetapi tidak sedikit juga mengundang berbagai perdebatan ilmiah dengan munculnya sintesis-sintesis baru dalam sejarah sosial terutama menyangkut dengan model analisis yang digunakan.
Hal yang kemudian menjadi perdebatan dikalangan sejarawan sosial berkaitan dengan persoalan perubahan sosial ialah perbedaan ide tentang fungsi atau struktur pada satu sisi dan ide tentang peranan manusia selaku aktor pada sisi lainnya dan antara tinjauan kebudayaan sebagai supra struktur belaka dan kebudayaan sebagai suatu kekuatan yang aktif dalam sejarah, demikian juga perbedaan pandangan yang menyangkut analisis-analisis yang diperlukan untuk menjelaskan perubahan sosial itu secara teoritis dan metodologis.
Munculnya pendekatan strukturis pada tahun 1980an adalah merupakan fenomena baru dalam lapangan metodologi sejarah dan memberi jawaban terhadap berbagai kendala teoritis dan metodologis yang masih ditemukan dalam pendekatan struktural yang selama ini banyak dianut. Christopher Lloyd, seorang sejarawan ekonomi Inggeris, telah memformulasikan beberapa temuan penelitian yang dilakukan oleh sejumlah ilmuwan seperti Cliffort Geertz, Emmanuel Le Roy Ladurie, Charles Tilly dan lain-lain serta mengemasnya menjadi suatu pendekatan baru yang ia namakan dengan pendekatan "Strukturis" yang secara ontologis didasarkan pada aliran filsafat Realisme.
Tulisan ini akan mengemukakan tentang perbedaan-perbedaan pandangan yang berkembang dikalangan sejarawan sosial terutama menyangkut perbedaan pendekatan strukturalisme dan strukturisme dalam mengamati realitas sosial, struktur sosial, perubahan struktur sosial serta masalah eksplanasi terhadap perubahan sosial itu sendiri.
Konsep tentang Masyarakat , Struktur dan Peristiwa.
Sejauh ini masalah yang menjadi tema diskusi-diskusi di kalangan sejarawan sosial adalah persoalan konsepsi tentang masyarakat, struktur-struktur dan peristiwa yang terdapat di dalamnya. Berbagai konsep telah dikemukakan seputar masalah ini. Konsep awal tentang ini telah ditunjukkan oleh kalangan strukturalis yang mengkonsepsikan masyarakat sebagai suatu kesatuan sendiri dan tidak hanya sekedar kolektifitas individu. Masyarakat memiliki struktur-struktur yang terdiri dari kesatuan-kesatuan dan properti-properti social yang hubungan antar struktur itu bersifat ketat (tighly structured) dan penjelasannya harus berkaitan dengan hubungan fungsional yang diduga dengan sistem sosial yang holistik.
Analisis yang dilakukan oleh kalangan strukturalis diarahkan pada struktur social yang lebih menekankan pada aspek keumuman serta menempatkan kejadian/peristiwa pada bahagian terpisah dari studi sejarah struktural. Obyek sejarah struktural lebih ditekankan pada analisis terhadap struktur sosial yang dinamis dengan menggunakan generalisasi sebagai kesimpulan teoritis. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, bila suatu realitas sosial diungkapkan berdasarkan peristiwa-peristiwa yang unik, maka sukar untuk dirumuskan dalam bentuk generalisasi.
Sementara itu kalangan strukturis mengkonsepsikan masyarakat sebagai satu kesatuan yang memiliki struktur yang digabungkan secara longgar (losely structured). Ia merupakan kumpulan relasi-relasi, peraturan-peraturan dan peran-peran yang selalu berubah dan mengikat kolektifitas individu melalui organisasi, ciri-ciri dan kekuatan sendiri yang muncul dari aksi-aksi, keperibadian dan alasan-alasan kolektiv dari individu untuk menjaga kelangsungan struktur (reproduksi) atau untuk melakukan perubahan-perubahan (transformasi). Masyarakat, menurut pandangan strukturisme, merupakan teori umum yang mutlak historik, karena struktur kelembagaan sosial adalah merupakan hasil dari individu secara kolektif. Ini menunjukkan proses dialektis di mana struktur, sistem peraturan, peranan, relasi-relasi dan arti yang dilembagakan dapat diproduksi dan ditransformasi melalui fikiran manusia dalam suatu waktu. Struktur, menurut pandangan strukturis adalah sebagai sistem peraturan sosial, peranan, relasi-relasi dan simbol-simbol di mana peristiwa, tindakan dan fikiran berlangsung (Lloyd, 1993) Karena itu kalangan Strukturis menempatkan struktur dan peristiwa pada bahagian yang sama dalam analisis sejarahnya.
Analisis terhadap Perubahan Struktur Sosial
Seperti telah dikemukakan bahwa pendekatan struktural mengkonsepsikan masyarakat sebagai mempunyai struktur yang ketat. Perubahan sosial (tepatnya perubahan struktur sosial), menurut mereka, tidak akan terjadi oleh unsur-unsur internal struktur itu sendiri, akan tetapi disebabkan oleh masuknya unsur-unsur asing yang menimbulkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada struktur yang mendahuluinya, sehingga struktur-struktur itu menjadi tidak berperan menurut semestinya. Karena itu muncul peran-peran (struktur) baru untuk memulihkan ketidakseimbangan itu. Pendekatan Fungsional-Struktural yang mengacu pada pandangan Talcott Parsons ini menekankan bahwa sumber-sumber (unsur-unsur) baru sangat memungkinkan terciptanya tingkatan baru diferensiasi struktural. Unsur baru itu merupakan sumber penting bagi perubahan dan perkembangan orientasi nilai baru yang dapat menciptakan sistem kontrol utama di mana perubahan dapat melembaga. Karenanya analisis terhadap perubahan sosial, bagi sejarawan struktural, lebih ditekankan pada aspek ketidakseimbangan struktural dan ketegangan antara unsur-unsur normatif dan struktural dari setiap sistem sosial.
Kalangan strukturisme memandang perubahan struktur sosial disebabkan oleh unsur-unsur internal masyarakat itu sendiri, yaitu interaksi antara individu dengan struktur sosial. Struktur menurut aliran ini memiliki potensi "menentukan" (constraining) sedangkan individu atau kelompok dari suatu struktur sosial (dalam hal ini disebut dengan : agency) memiliki potensi "mengubah" (enabling). Interaksi struktur yang constraining dengan agency yang enabling inilah yang mendasari analisis strukturis untuk menemukan causal factor dari suatu perubahan sosial.
Gagasan peragenan (agency) merupakan tema pokok dari pembahasan strukturis. Konsep agency menurut metodologi strukturis berbeda dengan konsep individualis tentang orang dan tindakan, demikianpun dengan konsep struktural-fungsional yang menekankan pada determinisme struktural semata dan mengabaikan peran individu. Agency dalam konsep strukturis adalah merupakan individu atau kelompok yang dianggap memiliki kekuatan otonom dari suatu struktur sosial (Leirissa,1999,51) untuk melakukan perubahan dan reproduksi sosial. Kemampuan mengubah dari agency tidaklah dengan sendirinya, namun mengacu pada struktur serta lingkungan budaya (mentalite). Yang disebutkan terakhir ini diakui pula sebagai ikut menentukan perubahan itu. Oleh karenanya analisis strukturis menekankan pada interaksi aktif antara agen, struktur dan mentalitas (kebudayaan). Dengan demikian, pendekatan strukturisme dalam sejarah mensyaratkan bahwa deskripsi sejarah sosial tidak hanya menuntut penjelasan analitis semata seperti yang dituntut oleh pendekatan strukturalisme yang holistik, akan tetapi juga deskripsi-naratif dan interpretatif atau dengan kata lain sejarah sosial disamping mengharuskan analisis struktural di tingkat makro untuk memahami perubahan sosial, juga tanpa mengabaikan tataran mikro yaitu aspek keunikan peristiwa (event) yang terjadi pada struktur sosial itu sendiri.
Akses Epistemologis Strukturisme
Bahagian yang esensial dari suatu analisis ilmiah terletak pada kebenaran (baca : obyektifitas) pengetahuan yang dihasilkan melalui eksplanasi-eksplanasi yang teruji secara teoritis. Hal itu sangat ditentukan oleh akses epistemologi, seperti yang telah ditunjukkan oleh ilmu-ilmu alam. Masalah eksplanasi dalam ilmu-ilmu kemanusiaan seperti ilmu sosial dan sejarah selalu menjadi perbincangan yang serius dikalangan teoritisi, oleh karena kebenaran faktual yang dihasilkannya berbeda dengan ilmu alam.
Pada dasarnya perbedaan ini secara ontologis bersumber dari perbedaan realitas yang diamati, sehingga menuntut prosedur penalaran yang berbeda pula. Ilmu-ilmu alam dengan obyek benda alam yang nomotetis dan ilmu kemanusiaan dengan obyek manusia yang ideografis dibedakan berdasarkan kaidah penalaran masing-masing dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip epistimologinya dalam memperoleh kebenaran ilmiah.
Perpaduan antara ilmu sosial dan ilmu sejarah telah menghasilkan sejarah sosial dengan metodologi eksplanasi yang mengagumkan. Baik aliran struktural yang holistik maupun aliran struktural-fungsional, telah mencoba menunjukkan keandalan metodologinya dalam menghasilkan eksplanasi-eksplanasi struktural. Analisis perubahan struktur sosial menurut kalangan holisme - seperti juga analisis terhadap perubahan dalam struktur ilmu alam - dapat ditunjukkan melalui hukum-hukum umum dengan prinsip-prinsip universalisme. Sementara itu, aliran struktural fungsional menganggap bahwa analisis tentang fungsi sebagai konsep kunci dalam teori sosial dan menekankan pada faktor keseimbangan sebagai asumsi dasar yang melandasi analisisnya terhadap perubahan struktur sosial. Kedua aliran di atas, seperti halnya juga aliran strukturis, pada dasarnya bertolak dari pemahaman terhadap struktur sosial yang memiliki kenyataan yang sebenarnya tidak dapat diamati (unobservable). Oleh karena itu, dalam memberikan penjelasan (eksplanasi) biasanya hanya terbatas pada kausalitas teoritis semata dan tidak mampu menunjukkan pembuktian yang eksperimental. Pada bahagian inilah justru terlihat perbedaan mendasar antara analisis ilmu alam dengan analisis ilmu sosial dan sejarah yang sekaligus menjadi kendala teoritis yang sering menimbulkan kecurigaan akan kebenaran ilmiah dari ilmu-ilmu sosial dan sejarah.
Munculnya pendekatan strukturis (metodologi strukturisme) ini telah menawarkan metodologi alternatif bagi kendala dimaksud, dengan menerapkan struktur penalaran (structure of reasoning) yang digunakan oleh ilmu alam terhadap ilmu sosial dan sejarah. Menurut pendekatan ini, penalaran ilmu sosial harus memiliki struktur yang mirip dengan ilmu alam (cf. Lloyd, 1993) sehingga eksplanasi kausalitasnya juga dapat menghasilkan kebenaran yang berkorespondensi dengan kenyataan yang diamati, meskipun untuk itu diperlukan modifikasi terhadap beberapa aspek metodologi, karena adanya perbedaan mendasar secara ontologis antara kedua ilmu dimaksud. Akses epistemologi yang membedakan antara ilmu alam dengan ilmu sosial dan ilmu sejarah adalah terletak pada penjelasan sebab akibat pada struktur-struktur umum dari struktur sosial yang berkesinambungan dan struktur budaya serta prilaku-prilaku individu dalam variasi ruang dan waktu yang harus mendapat pertimbangan dalam analisis ilmu sosial dan sejarah. Analisis pada faktor-faktor yang disebutkan terakhir itulah yang justru telah diabaikan oleh pendekatan sejarah struktural.
Disamping itu, pendekatan (metodologi) strukturisme yang didasarkan pada filsafat realis ini mencoba untuk menempatkan agency,--dalam kapasitasnya sebagai akumulasi interaksi individu, struktur dan mentalitas--sebagai causal factor dari perubahan sosial. Oleh karena sejarah meneliti masyarakat masa lampau, maka causal factor itu tidak dapat dijelaskan dengan eksperimen seperti yang berlaku dalam ilmu alam, akan tetapi melalui intensi yang terekspresikan dari sumber-sumber sejarah yang sesungguhnya dapat diamati (observable). Untuk menemukan agency dari suatu perubahan sosial menurut pendekatan strukturis, mengharuskan tidak hanya analisis struktural akan tetapi juga mengandalkan hermeneutika dalam memahami berbagai intensi dari pelaku sejarah. Dengan demikian, munculnya strukturisme historis, telah menjembatani perbedaan-perbedaan pendapat tentang bagaimana analisis terhadap perubahan sosial yang selama ini telah berlangsung, namun pendekatan ini belum banyak mendapat perhatian dari kalangan sejarawan, karena masih dominannya pengaruh strukturalisme.
Hal yang kemudian menjadi perdebatan dikalangan sejarawan sosial berkaitan dengan persoalan perubahan sosial ialah perbedaan ide tentang fungsi atau struktur pada satu sisi dan ide tentang peranan manusia selaku aktor pada sisi lainnya dan antara tinjauan kebudayaan sebagai supra struktur belaka dan kebudayaan sebagai suatu kekuatan yang aktif dalam sejarah, demikian juga perbedaan pandangan yang menyangkut analisis-analisis yang diperlukan untuk menjelaskan perubahan sosial itu secara teoritis dan metodologis.
Munculnya pendekatan strukturis pada tahun 1980an adalah merupakan fenomena baru dalam lapangan metodologi sejarah dan memberi jawaban terhadap berbagai kendala teoritis dan metodologis yang masih ditemukan dalam pendekatan struktural yang selama ini banyak dianut. Christopher Lloyd, seorang sejarawan ekonomi Inggeris, telah memformulasikan beberapa temuan penelitian yang dilakukan oleh sejumlah ilmuwan seperti Cliffort Geertz, Emmanuel Le Roy Ladurie, Charles Tilly dan lain-lain serta mengemasnya menjadi suatu pendekatan baru yang ia namakan dengan pendekatan "Strukturis" yang secara ontologis didasarkan pada aliran filsafat Realisme.
Tulisan ini akan mengemukakan tentang perbedaan-perbedaan pandangan yang berkembang dikalangan sejarawan sosial terutama menyangkut perbedaan pendekatan strukturalisme dan strukturisme dalam mengamati realitas sosial, struktur sosial, perubahan struktur sosial serta masalah eksplanasi terhadap perubahan sosial itu sendiri.
Konsep tentang Masyarakat , Struktur dan Peristiwa.
Sejauh ini masalah yang menjadi tema diskusi-diskusi di kalangan sejarawan sosial adalah persoalan konsepsi tentang masyarakat, struktur-struktur dan peristiwa yang terdapat di dalamnya. Berbagai konsep telah dikemukakan seputar masalah ini. Konsep awal tentang ini telah ditunjukkan oleh kalangan strukturalis yang mengkonsepsikan masyarakat sebagai suatu kesatuan sendiri dan tidak hanya sekedar kolektifitas individu. Masyarakat memiliki struktur-struktur yang terdiri dari kesatuan-kesatuan dan properti-properti social yang hubungan antar struktur itu bersifat ketat (tighly structured) dan penjelasannya harus berkaitan dengan hubungan fungsional yang diduga dengan sistem sosial yang holistik.
Analisis yang dilakukan oleh kalangan strukturalis diarahkan pada struktur social yang lebih menekankan pada aspek keumuman serta menempatkan kejadian/peristiwa pada bahagian terpisah dari studi sejarah struktural. Obyek sejarah struktural lebih ditekankan pada analisis terhadap struktur sosial yang dinamis dengan menggunakan generalisasi sebagai kesimpulan teoritis. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, bila suatu realitas sosial diungkapkan berdasarkan peristiwa-peristiwa yang unik, maka sukar untuk dirumuskan dalam bentuk generalisasi.
Sementara itu kalangan strukturis mengkonsepsikan masyarakat sebagai satu kesatuan yang memiliki struktur yang digabungkan secara longgar (losely structured). Ia merupakan kumpulan relasi-relasi, peraturan-peraturan dan peran-peran yang selalu berubah dan mengikat kolektifitas individu melalui organisasi, ciri-ciri dan kekuatan sendiri yang muncul dari aksi-aksi, keperibadian dan alasan-alasan kolektiv dari individu untuk menjaga kelangsungan struktur (reproduksi) atau untuk melakukan perubahan-perubahan (transformasi). Masyarakat, menurut pandangan strukturisme, merupakan teori umum yang mutlak historik, karena struktur kelembagaan sosial adalah merupakan hasil dari individu secara kolektif. Ini menunjukkan proses dialektis di mana struktur, sistem peraturan, peranan, relasi-relasi dan arti yang dilembagakan dapat diproduksi dan ditransformasi melalui fikiran manusia dalam suatu waktu. Struktur, menurut pandangan strukturis adalah sebagai sistem peraturan sosial, peranan, relasi-relasi dan simbol-simbol di mana peristiwa, tindakan dan fikiran berlangsung (Lloyd, 1993) Karena itu kalangan Strukturis menempatkan struktur dan peristiwa pada bahagian yang sama dalam analisis sejarahnya.
Analisis terhadap Perubahan Struktur Sosial
Seperti telah dikemukakan bahwa pendekatan struktural mengkonsepsikan masyarakat sebagai mempunyai struktur yang ketat. Perubahan sosial (tepatnya perubahan struktur sosial), menurut mereka, tidak akan terjadi oleh unsur-unsur internal struktur itu sendiri, akan tetapi disebabkan oleh masuknya unsur-unsur asing yang menimbulkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada struktur yang mendahuluinya, sehingga struktur-struktur itu menjadi tidak berperan menurut semestinya. Karena itu muncul peran-peran (struktur) baru untuk memulihkan ketidakseimbangan itu. Pendekatan Fungsional-Struktural yang mengacu pada pandangan Talcott Parsons ini menekankan bahwa sumber-sumber (unsur-unsur) baru sangat memungkinkan terciptanya tingkatan baru diferensiasi struktural. Unsur baru itu merupakan sumber penting bagi perubahan dan perkembangan orientasi nilai baru yang dapat menciptakan sistem kontrol utama di mana perubahan dapat melembaga. Karenanya analisis terhadap perubahan sosial, bagi sejarawan struktural, lebih ditekankan pada aspek ketidakseimbangan struktural dan ketegangan antara unsur-unsur normatif dan struktural dari setiap sistem sosial.
Kalangan strukturisme memandang perubahan struktur sosial disebabkan oleh unsur-unsur internal masyarakat itu sendiri, yaitu interaksi antara individu dengan struktur sosial. Struktur menurut aliran ini memiliki potensi "menentukan" (constraining) sedangkan individu atau kelompok dari suatu struktur sosial (dalam hal ini disebut dengan : agency) memiliki potensi "mengubah" (enabling). Interaksi struktur yang constraining dengan agency yang enabling inilah yang mendasari analisis strukturis untuk menemukan causal factor dari suatu perubahan sosial.
Gagasan peragenan (agency) merupakan tema pokok dari pembahasan strukturis. Konsep agency menurut metodologi strukturis berbeda dengan konsep individualis tentang orang dan tindakan, demikianpun dengan konsep struktural-fungsional yang menekankan pada determinisme struktural semata dan mengabaikan peran individu. Agency dalam konsep strukturis adalah merupakan individu atau kelompok yang dianggap memiliki kekuatan otonom dari suatu struktur sosial (Leirissa,1999,51) untuk melakukan perubahan dan reproduksi sosial. Kemampuan mengubah dari agency tidaklah dengan sendirinya, namun mengacu pada struktur serta lingkungan budaya (mentalite). Yang disebutkan terakhir ini diakui pula sebagai ikut menentukan perubahan itu. Oleh karenanya analisis strukturis menekankan pada interaksi aktif antara agen, struktur dan mentalitas (kebudayaan). Dengan demikian, pendekatan strukturisme dalam sejarah mensyaratkan bahwa deskripsi sejarah sosial tidak hanya menuntut penjelasan analitis semata seperti yang dituntut oleh pendekatan strukturalisme yang holistik, akan tetapi juga deskripsi-naratif dan interpretatif atau dengan kata lain sejarah sosial disamping mengharuskan analisis struktural di tingkat makro untuk memahami perubahan sosial, juga tanpa mengabaikan tataran mikro yaitu aspek keunikan peristiwa (event) yang terjadi pada struktur sosial itu sendiri.
Akses Epistemologis Strukturisme
Bahagian yang esensial dari suatu analisis ilmiah terletak pada kebenaran (baca : obyektifitas) pengetahuan yang dihasilkan melalui eksplanasi-eksplanasi yang teruji secara teoritis. Hal itu sangat ditentukan oleh akses epistemologi, seperti yang telah ditunjukkan oleh ilmu-ilmu alam. Masalah eksplanasi dalam ilmu-ilmu kemanusiaan seperti ilmu sosial dan sejarah selalu menjadi perbincangan yang serius dikalangan teoritisi, oleh karena kebenaran faktual yang dihasilkannya berbeda dengan ilmu alam.
Pada dasarnya perbedaan ini secara ontologis bersumber dari perbedaan realitas yang diamati, sehingga menuntut prosedur penalaran yang berbeda pula. Ilmu-ilmu alam dengan obyek benda alam yang nomotetis dan ilmu kemanusiaan dengan obyek manusia yang ideografis dibedakan berdasarkan kaidah penalaran masing-masing dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip epistimologinya dalam memperoleh kebenaran ilmiah.
Perpaduan antara ilmu sosial dan ilmu sejarah telah menghasilkan sejarah sosial dengan metodologi eksplanasi yang mengagumkan. Baik aliran struktural yang holistik maupun aliran struktural-fungsional, telah mencoba menunjukkan keandalan metodologinya dalam menghasilkan eksplanasi-eksplanasi struktural. Analisis perubahan struktur sosial menurut kalangan holisme - seperti juga analisis terhadap perubahan dalam struktur ilmu alam - dapat ditunjukkan melalui hukum-hukum umum dengan prinsip-prinsip universalisme. Sementara itu, aliran struktural fungsional menganggap bahwa analisis tentang fungsi sebagai konsep kunci dalam teori sosial dan menekankan pada faktor keseimbangan sebagai asumsi dasar yang melandasi analisisnya terhadap perubahan struktur sosial. Kedua aliran di atas, seperti halnya juga aliran strukturis, pada dasarnya bertolak dari pemahaman terhadap struktur sosial yang memiliki kenyataan yang sebenarnya tidak dapat diamati (unobservable). Oleh karena itu, dalam memberikan penjelasan (eksplanasi) biasanya hanya terbatas pada kausalitas teoritis semata dan tidak mampu menunjukkan pembuktian yang eksperimental. Pada bahagian inilah justru terlihat perbedaan mendasar antara analisis ilmu alam dengan analisis ilmu sosial dan sejarah yang sekaligus menjadi kendala teoritis yang sering menimbulkan kecurigaan akan kebenaran ilmiah dari ilmu-ilmu sosial dan sejarah.
Munculnya pendekatan strukturis (metodologi strukturisme) ini telah menawarkan metodologi alternatif bagi kendala dimaksud, dengan menerapkan struktur penalaran (structure of reasoning) yang digunakan oleh ilmu alam terhadap ilmu sosial dan sejarah. Menurut pendekatan ini, penalaran ilmu sosial harus memiliki struktur yang mirip dengan ilmu alam (cf. Lloyd, 1993) sehingga eksplanasi kausalitasnya juga dapat menghasilkan kebenaran yang berkorespondensi dengan kenyataan yang diamati, meskipun untuk itu diperlukan modifikasi terhadap beberapa aspek metodologi, karena adanya perbedaan mendasar secara ontologis antara kedua ilmu dimaksud. Akses epistemologi yang membedakan antara ilmu alam dengan ilmu sosial dan ilmu sejarah adalah terletak pada penjelasan sebab akibat pada struktur-struktur umum dari struktur sosial yang berkesinambungan dan struktur budaya serta prilaku-prilaku individu dalam variasi ruang dan waktu yang harus mendapat pertimbangan dalam analisis ilmu sosial dan sejarah. Analisis pada faktor-faktor yang disebutkan terakhir itulah yang justru telah diabaikan oleh pendekatan sejarah struktural.
Disamping itu, pendekatan (metodologi) strukturisme yang didasarkan pada filsafat realis ini mencoba untuk menempatkan agency,--dalam kapasitasnya sebagai akumulasi interaksi individu, struktur dan mentalitas--sebagai causal factor dari perubahan sosial. Oleh karena sejarah meneliti masyarakat masa lampau, maka causal factor itu tidak dapat dijelaskan dengan eksperimen seperti yang berlaku dalam ilmu alam, akan tetapi melalui intensi yang terekspresikan dari sumber-sumber sejarah yang sesungguhnya dapat diamati (observable). Untuk menemukan agency dari suatu perubahan sosial menurut pendekatan strukturis, mengharuskan tidak hanya analisis struktural akan tetapi juga mengandalkan hermeneutika dalam memahami berbagai intensi dari pelaku sejarah. Dengan demikian, munculnya strukturisme historis, telah menjembatani perbedaan-perbedaan pendapat tentang bagaimana analisis terhadap perubahan sosial yang selama ini telah berlangsung, namun pendekatan ini belum banyak mendapat perhatian dari kalangan sejarawan, karena masih dominannya pengaruh strukturalisme.
Sumber: http://www.irhash.webs.com
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar