Teori Erik Erikson Dalam Pengembangan Psikososial Manusia
Dalam bukunya “Childhood and Society” (1963), Erikson membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah “delapan tahap perkembangan manusia”. Kedelapan tahap perkembangan manusia dalam teori psikososial Erikson tersebut adalah sebagai berikut:
Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan). Tahap ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1 ½ tahun (infancy) Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang lain.
Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu. Tahap kedua ini adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 1- 3 tahun (Early Childhood)
Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian. Anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu.
Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian. Anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu.
Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan keberanian anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang diperlukan di sini. Teguran yang harus diberikan orangtua kepada anaknya harus “tegas namun toleran”, karena dengan cara ini anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri. Sedikit rasa malu dan ragu-ragu, sangat diperlukan bahkan memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri bagi anak, karena tanpa adanya perasaan ini, anak akan berkembang ke arah sikap maladaptif yang disebut Erikson sebagai impulsiveness (terlalu menuruti kata hati), sebaliknya apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan ragu-ragu juga tidak baik, karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang disebut Erikson compulsiveness. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu menganggap bahwa keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang mereka lakukan, karena itu segala sesuatunya harus dilakukan secara sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka mereka tidak dapat menghindari suatu kesalahan yang dapat menimbulkan adanya rasa malu dan ragu-ragu.
Inisiatif vs Kesalahan. Tahap ini dialami saat anak menginjak usia 4-5 tahun (preschool age). T,maka di,
Ketidakpedulian (ruthlessness) merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal ini terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlalu minim. Orang yang memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu apabila mereka mempunyai suatu rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau karir mereka tidak peduli terhadap pendapat orang lain dan jika ada yang menghalangi rencananya apa dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan demi mencapai tujuannya itu. Akan tetapi bila anak saat berada pada periode mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak selalu merasa bersalah akan mengalami malignansi yaitu akan sering berdiam diri (inhibition). Berdiam diri merupakan suatu sifat yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk mencoba melakukan apa-apa, sehingga dengan berbuat seperti itu mereka akan merasa terhindar dari suatu kesalahan.
Ketidakpedulian (ruthlessness) merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal ini terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlalu minim. Orang yang memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu apabila mereka mempunyai suatu rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau karir mereka tidak peduli terhadap pendapat orang lain dan jika ada yang menghalangi rencananya apa dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan demi mencapai tujuannya itu. Akan tetapi bila anak saat berada pada periode mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak selalu merasa bersalah akan mengalami malignansi yaitu akan sering berdiam diri (inhibition). Berdiam diri merupakan suatu sifat yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk mencoba melakukan apa-apa, sehingga dengan berbuat seperti itu mereka akan merasa terhindar dari suatu kesalahan.
Kerajinan vs Inferioritas. Tahap ini adalah tahap laten yang terjadi pada usia 6-12 tahun (school age)di tingkat ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya.
Tahap ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang pada awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring bertambahnya usia bahwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat berhasil dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan sikap rajin. Jika anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas), anak dapat mengembangkan sikap rendah diri. Sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangat penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia ini. Kegagalan di bangku sekolah yang dialami oleh anak-anak pada umumnya menimpa anak-anak yang cenderung lebih banyak bermain bersama teman-teman dari pada belajar, dan hal ini tidak terlepas dari peranan orang tua maupun guru dalam mengontrol mereka. Kecenderungan maladaptif akan tercermin apabila anak memiliki rasa giat dan rajin terlalu besar yang mana peristiwa ini menurut Erikson disebut sebagai keahlian sempit. Di sisi lain jika anak kurang memiliki rasa giat dan rajin maka akan tercermin malignansi yang disebut dengan kelembaman. Usaha yang sangat baik dalam tahap ini adalah dengan menyeimbangkan kedua karateristik yang ada, dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.
Identitas vs Kekacauan Identitas. Tahap ini merupakan tahap adolesen (remaja), dimulai saat masa puber dan berakhir pada usia 12-18/anak harus mencapai tingkat identitas ego. DDalam tahap ini lingkungan semakin luas, tidak hanya berada dalam area keluarga, sekolah,HalArtinya pencarian identitas ego telah dijalani sejak berada dalam tahap pertama/bayi sampai iaApabila tahap-tahap sebelumnya tidak berjalan secara baik karena
Di sisi lain, jika kecenderungan identitas ego lebih kuat dibandingkan dengan kekacauan identitas, maka mereka tidak menyisakan ruang toleransi terhadap masyarakat yang bersama hidup dalam lingkungannya. Erikson menyebut maladaptif ini dengan sebutan fanatisisme. Orang yang berada dalam sifat fanatisisme ini menganggap bahwa pemikiran, cara maupun jalannyalah yang terbaik. Sebaliknya, jika kekacauan identitas lebih kuat dibandingkan dengan identitas ego maka Erikson menyebut malignansi ini dengan sebutan pengingkaran. Orang yang memiliki sifat ini mengingkari keanggotaannya di dunia orang dewasa atau masyarakat. Mereka akan mencari identitas di tempat lain dari kelompok yang menyingkir dari tuntutan sosial yang mengikat serta mau menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam kelompoknya.
Kesetiaan akan diperoleh sebagi nilai positif yang dapat dipetik dalam tahap ini, jikalau antara identitas ego dan kekacauan identitas dapat berlangsung secara seimbang, yang mana kesetiaan memiliki makna tersendiri yaitu kemampuan hidup berdasarkan standar yang berlaku di tengah masyarakat terlepas dari segala kekurangan, kelemahan, dan ketidak konsistennya.
Keintiman vs Isolasi. Tahap ini terjadi pada masa dewasa awal(young adult), usia sekitar 18/20-30 tahun. Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks teorinya, cinta berarti kemampuan untuk mengesampingkan segala bentuk perbedaan dan keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang dimaksudkan di sini tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain.
Generativitas vs Stagnasi. Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 20-an - 55 tahun (middle adult). Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas dicerminkan dengan . Sikap yang
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat dipetik yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generasional dan otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi/hubungan yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada usia dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila orang dewasa merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka alami serta memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa, sehingga hubungan diantara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung dengan baik dan menyenangkan.
Integritas vs Keputusasaan. Tahap ini disebut tahap usia senja (usia lanjut) . DIni merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, dimana,
Pengertian Generatifitas Teori Erikson
Generativitas adalah istilah yang diberikan Erikson untuk usia dewasa tengah baya yang sedang fokus memberikan perhatian untuk membangun dan membimbing generasi berikutnya.
Dewasa tengah baya ditandai sikap mantap memilih teman hidup dan membangun keluarga. Dewasa tengah menggunakan energy sesuai kemampuannya untuk menyesuaikan konsep diri dan citra tubuh terhadap realita fisiologis dan perubahan pada penampilan fisik.
Generatifitas adalah keinginan untuk merawat dan membimbing orang lain. Dewasa tengah dapat mencapai generatifitas dengan anak-anaknya melalui bimbingan dalam interaksi sosial dengan generasi berikutnya. Jika dewasa tengah gagal mencapai generatifitas akan terjadi stagnasi. Hal ini ditunjukkan dengan perhatian yang berlebihan pada dirinya atau perilaku merusak anak-anaknya dan masyarakat.
Generatifitas mencakup kesadaran bahwa "tak seorang pun di sini kecuali kita." Dewasa tengah merasakan bahwa dia sekarang bertanggung jawab atas dunia. Mereka menyadari akan dampak pribadinya di dunia dalam lingkup: pertama, kontribusinya yang menuntut rasa tanggungjawabnya. Kedua akuntabilitasnya, seperti contoh: "Saya bertanggung jawab atas apa yang telah saya lakukan", dan p "Aku punya tanggung jawab atas apa yang telah saya ciptakan".
Kreativitas dewasa awal berbeda dengan generatifitas dewasa tengah baya. Generatifitas tidak hanya sekedar produktif atau kreatif. Generatifitas melibatkan pengasuhan orang lain. Dengan kata lain, produktivitas dan kreativitas ditujukan ke arah perkembangan orang lain. Ekspresi kreatif didominasi oleh apa yang diharapkan orang lain dan keinginan untuk membuktikan kemampuan. Generatifitas menyerap dorongan untuk membuktikan diri sendiri dan mengekspresikan diri dalam kapasitas untuk menyatakan kemampuan diri sendiri. Generatifitas adalah hal yang sangat penting bagi laki-laki dan perempuan dewasa tengah. Tugasnya memiliki banyak bentuk. Lowenthal dalam penelitiannya, menemukan kebanyakan perempuan mengalami peningkatan ketidakpuasan perkawinan. Hal ini terjadi bukan karena masalah monopause, melainkan karena masalah generatifitas. Jika perempuan hanya mampu memberi kontribusinya dalam hal keluarga, ia lebih cenderung untuk kecewa oleh perubahan hidup. Baginya tantangannya adalah untuk menemukan daerah baru dan menyatkan energinya.
Terima kasih atas kunjungannya di blog "Menara Ilmu" semoga artikel tentang Pengembangan Psikososial Manusia bermanfaat untuk anda.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar