A. PENDAHULUAN
HHBK akhir-akhir ini dianggap semakin penting setelah produktivitas kayu dari hutan alam semakin menurun. Perubahan paradigma dalam pengelolaan hutan semakin cenderung kepada pengelolaan kawasan (ekosistem hutan secara utuh), juga telah menuntut diversifikasi hasil hutan selain kayu.
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri. Mengingat pemungutannya tidak memerlukan perizinan yang rumit sebagaimana dalam pemungutan hasil hutan kayu (timber), masyarakat hutan (masyarakat yang tinggal di sekitar hutan) umumnya bebas memungut dan memanfaatkan HHBK dari dalam hutan. Masyarakat tidak dilarang memungut dan memanfaatkan HHBK baik di dalam hutan produksi maupun hutan lindung, kecuali di dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam (Departemen Kehutanan 1990).
Oleh karena itu, selain menjadi sumber devisa bagi negara, HHBK seperti rotan, daging binatang, madu, damar, gaharu, getah, berbagai macam minyak tumbuhan, bahan obat-obatan, dan lain sebagainya merupakan sumber penghidupan bagi jutaan masyarakat hutan. Masyarakat hutan memanfaatkan HHBK baik secara konsumtif (dikonsumsi langsung) seperti binatang buruan, sagu, umbi-umbian, buah-buahan, sayuran, obat-obatan, kayu bakar dan lainnya, maupun secara produktif (dipasarkan untuk memperoleh uang) seperti rotan, damar, gaharu, madu, minyak astiri, dan lainnya. Tulisan ini akan menguraikan bentuk-bentuk hasil hutan bukan kayu dan peranannya.
B. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Hasil Hutan Bukan Kayu mencakup semua keanekaragaman biologi selain kayu yang digali dari hutan untuk keperluan manusia. Hasil-hasil hutan ini termasuk makanan, obat-obatan, bumbu-bumbu, damar, karet, tanaman hias, hewan dan produk-produk yang dihasilkan oleh hewan (misalnya sarang burung walet, madu, dan lainnya), rotan, bambu dan serat-serat (mis: pandan yang dapat dianyam menjadi tikar). Food and Agricultural Organization (FAO) mendefinisikan HHBK sebagai produk selain kayu yang berasal dari bahan biologis, diperoleh dari hutan dan pepohonan yang tumbuh di sekitar hutan. Semua HHBK mempunyai karakteristik yang sama yaitu digali oleh masyarakat di dalam dan sekitar hutan dengan menggunakan teknologi yang sederhana.
Secara ekologis HHBK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Menurut UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, disebutkan bahwa HHBK adalah hasil hutan hayati maupun non hayati. Hasil hutan bukan kayu (HHBK) merupakan salah satu hasil hutan selain kayu dan jasa lingkungan. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. 35 tahun 2007, HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidayanya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Beragam manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan dapat diperoleh dari keberadaan HHBK ini. Sementara ini ada 558 komoditas HHBK yang menjadi urusan Departemen Kehutanan.
C. Klasifikasi HHBK
Klasifikasi yang dipergunakan disini sederhana saja, yaitu pemanfaatan hutan oleh masyarakat di dalam dan sekitar hutan dengan menggunakan teknologi yang sederhana. Beberapa produk yang diklasifikasikan sebagai HHBK adalah:
- Produk-produk yang dapat dimakan
1). Makanan
Biasanya hampir semua bentuk-bentuk tanaman di hutan dapat dimakan, baik yang dapat dimakan langsung begitu diambil (seperti pisang, jeruk, durian, dll), atau melalui beberapa proses (seperti sagu).
Tepung sagu ketika diproses dapat dibuat menjadi makanan pokok dan makanan sampingan, misalnya bihun, bakso dan biskuit. Selain sebagai bahan makanan sagu juga bisa menjadi bahan baku lem untuk industri kayu lapis, dan produk-produk kayu atau kertas lainnya.
2). Minyak-Minyakan yang Dapat di Makan
Kacang-kacangan dan biji-bijian adalah sumber-sumber utama minyak-minyakan yang dapat dimakan. Tengkawang dan kemiri adalah contoh kacang-kacangan yang dapat dimakan. Di daerah terpencil, tengkawang diolah menjadi minyak goreng. Sedangkan di beberapa daerah yang lebih maju, tengkawang dapat diolah dan menjadi bahan baku untuk produk kosmetik, margarine dan pengganti bubuk coklat. Selain itu juga sebagai makanan ternak yang kaya karbohidrat dan protein.
Kemiri bisa ditemukan di seluruh Indonesia, dan berlimpah di Sulawesi Selatan, Jawa, Maluku dan Sumatera Utara. Kemiri biasanya ditanami orang, tetapi juga bisa diperoleh di hutan.
3). Rempah-Rempah
Indonesia dikenal sebagai negara penghasil rempah, dimana rempah ini selain digunakan sebagai bumbu penyedap masakan, minuman ringan juga digunakan sebagai bahan baku obat-obatan. Beberapa contoh rempah-rempah adalah kayu manis, pala, kapulaga dan sebagainya.
- Produk-produk hewan yang dapat dimakan
1). Hewan buruan
Binatang yang biasa diburu untuk diambil dagingnya seperti babi hutan, rusa, buaya dan jenis binatang lainnya. Bagian kulit, tulang dan gigi binatang buruan bisa dijadikan kerajinan tangan seperti tas dan kalung. Perburuan harus memperhatikan keseimbangannya agar dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan sehingga perlu aturan yang tegas, terutama hukum adat yang sangsinya lebih ditakuti dari sangsi hukum negara (pemerintah).
2). Produk-produk yang berasal dari binatang
Salah satu produk eksotis yang dihasilkan dan dapat dimakan adalah sarang burung walet. Meskipun tidak dikonsumsi oleh penduduk lokal, sarang burung tersebut merupakan salah satu komoditas berharga yang dijual kebanyakan kepada orang Cina, baik di pasar lokal maupun ekspor.
Produk lainnya adalah madu berkualitas tinggi yang diambil langsung dari hutan. Kita dapat menjumpai madu tersebut di Kalimantan dan Sumatera. Selain diambil madunya, sarang dan larva lebah juga biasanya diambil untuk obat, meningkatkan stamina dan bahan baku lilin.
- Produk Obat-Obatan
Untuk produk obat-obatan agak sedikit susah untuk mengidentifikasi produk yang benar-benar hanya untuk obat, karena biasanya produk-produk yang sudah disebutkan diatas selain dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari juga dipergunakan untuk bahan pembuat obat, misalnya rempah-rempah, damar, sarang burung walet, dan sebagainya.
- Tanaman yang tidak dapat dimakan
1). Rotan
Rotan adalah salah satu komoditi HHBK yang tumbuh merambat dengan bentuk batangnya yang bulat dengan panjang kira-kira 10 sampai 60 meter. Karena sifat-sifatnya yang kuat, panjang, lentur dan tahan lama membuat rotan menjadi bahan baku yang serbaguna. Rotan utuh biasanya dijadikan perabot, peralatan rumah tangga dan aksesori lainnya. Sedang kulit rotan bisa dijadikan produk kerajinan tangan seperti keranjang, tas, tikar, dll.
2). Bambu
Sebelas jenis bambu (mis: Bambusa, Debdrocalamus, Gigantochloa, Schizostachyum) yang terdiri dari 35 spesies ditemukan di Indonesia. Kesebelas spesies tersebut merupakan tanaman endemik di Indonesia dan tigabelas spesies lainnya bisa ditanam di desa-desa.
Meskipun sifat-sifatnya tidak seperti rotan, namun bambu banyak juga dimanfaatkan untuk membuat perabot, barang-barang kerajinan tangan, rumah di pedesaan, jembatan, peralatan rumah tangga, dan lain-lain.
3). Tanaman Hias
Tanaman Hias biasanya digunakan untuk hiasan rumah, bunga dipakai juga untuk bahan baku parfum, juga untuk pewarna (untuk mencelup kain). Bunga yang paling banyak kita jumpai dan bernilai tinggi diantaraya adalah berbagai jenis anggrek, yang dikagumi karena keindahannya. Juga berbagai jenis tanaman pakis. Namun banyak juga jenis anggrek yang sudah terancam punah, diantaranya anggrek hitam yang berasal dari Papua. Untuk itu harus diperhatikan betul-betul tanaman yang hendak di ambil, jangan sampai tanaman tersebut punah. Setelah diambil dari hutan, tanaman anggrek biasanya dapat dibudidayakan di halaman rumah atau kebun anggrek.
4). Komponen-komponen Kimia
Untuk menghasilkan bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan-bahan kimia, ada beberapa cara, namun yang lebih umum ada dua, yaitu dengan Cara menyadap langsung dari pohon dan kemudian diambil cairan yang keluar (biasanya berupa getah). Cara lainnya adalah dengan menyuling atau mencampur dengan bahan pelarut.
Contoh produk ini adalah damar, kamper, gaharu, dan lain-lain.
5). Serat dan Lainnya
Tanaman yang biasanya dijadikan serat adalah pandan. Kegunaannya banyak sekali, diantaranya untuk membuat tikar, keranjang, tempat beras, dan lain-lain.
Selain serat dari pandan, kulit kayu yang telah diolah sedemikian rupa sehingga seperti kain juga banyak dijadikan sebagai bahan pembuat tas, keranjang, topi dan lain-lain.
Secara Umum, HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :
1. Getah-getahan : Getah jelutung, getah merah, getah balam, getah karet alam dll.
2. Tanin : Pinang, Gambir, Rhizophora, Bruguiera, dll
3. Resin : Gaharu, Kemedangan, Jernang, Damar mata kucing, Damar batu, Damar rasak, Kemenyan dll.
4. Minyak atsiri : Minyak gaharu, Minyak kayu putih, Minyak Keruing, Minyak lawang, Minyak kayu manis
5. Madu : Apis dorsata, Apis melliafera
6. Rotan dan Bambu : Segala jenis rotan, Bambu dan Nibung
7. Penghasil Karbohidrat : Sagu, Aren, Nipah, Sukun dll
8. Hasil Hewan : Sutra alam, Lilin lebah, Aneka hewan yang tidak dilindungi
9. Tumbuhan Obat dan Tanaman Hias : Aneka tumbuhan obat dari hutan, anggrek hutan, palmae, pakis dll
D. Peranan HHBK
Peranan HHBK dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pelestarian lingkungan (termasuk mencegah bencana banjir dan tanah longsor di musim penghujan serta kekeringan dan kebakaran hutan/lahan di musim kemarau) adalah:
- HHBK dapat menyediakan berbagai kebutuhan untuk menunjang kehidupan masyarakat lokal.
- Pengusahaan HHBK menimbulkan dampak terhadap lingkungan hutan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan pembalakan hutan (pemanenan kayu), sehingga memberikan model pengelolaan hutan yang lebih menunjang upaya pelestarian.
- Peningkatan nilai komersial HHBK akan berdampak pada peningkatan nilai hutan baik pada masyarakat lokal maupun skala nasional.
Secara umum peranan HHBK dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Peranan HHBK terhadap aspek ekologis
Dalam ekosistem hutan, HHBK merupakan bagian dari ekosistem hutan. Beberapa hasil HHBK diperoleh dari hasil pohon, misalnya getah-getahan, tanin resin dan minyak atsiri. Sedangkan selebihnya dari palm, hasil satwa ataupun anggrek. Untuk pohon seperti gaharu (Aquilaria malaccensis), dalam ekosistem memiliki peranan sebagai pohon dominan dengan ketinggian mencapai 30 – 40 m. Palm berupa sagu, nipah, dll merupakan bagian dari ekosistem yang berfungsi menjaga abrasi oleh sungai atau laut.
2. Peranan HHBK terhadap ekonomi rumah tangga
HHBK dapat menjaga adanya kestabilan pendapatan dan resiliensi (kekenyalan) terhadap perubahan yang terjadi di luar sistem hutan rakyat. Resiliensi adalah suatu tingkat kelenturan dari sumber pendapatan terhadap adanya perubahan pasar. Contohnya adanya perubahan nilai tukar mata uang. Pada saat terjadi krisis moneter, HHBK memiliki peran yang besar terhadap pendapatan rumah tangga dan devisa negara, karena HHBK tidak menggunakan komponen import dalam memproduksi hasil.
3. Peranan HHBK terhadap pembangunan wilayah
Dengan pengaturan terhadap HHBK baik dari proses produksi, pengolahan dan pemasaran, semua dapat dilakukan oleh masyarakat, sehingga income (pendapatan) dari kegiatan tersebut masuk dalam wilayah produsen. HHBK seperti getah damar, telah dapat menjadi sektor basis. Dengan adanya kegiatan produksi dan pengolahan maka terjadi penyerapan tenaga kerja yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan (DEPHUT). 2007. Peraturan Menteri Kehutanan No. 35 Tahun 2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/Web%20HHBK Diakses 24 Juni 2009 jam 13:45.
Djajapertjunda, S., dan L.Sumardjani, 2001. Hasil Hutan Non-Kayu : Gambaran Masa Lampau untuk Prospek Masa Depan. Makalah Untuk Kongres Kehutanan Indonesia III.
Ngakan, P.O. dan A.Achmad, 2005. Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Penghidupan Masyarakat Hutan : Studi Kasus Di Dusun Pampli Kabupaten Luwu Utara. Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sudarmalik. 2006. Peranan Beberapa Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Riau dan Sumatera Barat. Fakultas Kehutanan IPB dan The Ford Foundation. Bogor PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 199-219
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar