BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya alam hayati Indonesia dengan ekosistemnya mempunyai peranan penting bagi kehidupan, karena itu perlu dikelola dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khusunya dan umat manusia pada umumnya baik dimasa sekarang dan masa akan datang.
Laju kerusakan hutan di Indonesia saat ini begitu tinggi. Hutan dengan fungsi lindung dan fungsi konservasi semakin berkurang luasnya. Kerusakan hutan telah mengakibatkan berbagai bencana, seperti : banjir, tanah longsor, menyusutnya debit air dan penurunan keragaman hayati (biodiversity) berupa flora dan fauna (Arief, 1194). Apabila kerusakan hutan ini tidak segera diatasi, maka-maka bencana tersebut akan terus hadir dan menimbulkan kerugian bagi manusia. Untuk menjaga agar hutan tetap lestari dan berkelanjutan maka perlu dibentuk suatu kawasan pelestarian sumberdaya hutan. Salah satu contoh kawasan pelestarian alam terdapat di Kelurahan Layana Indah, Kecamatan Palu Timur, yaitu Tanaman Hutan Raya (Tahura) Kota Palu.
Ditinjau aspek biogeofisik, kawasan TAHURA yang merupakan gabungan Hutan Lindung (HL), Cagar Alam (CA) Poboya untuk konservasi jenis kayu Cendana (Santalun album), dan Eks. Lokasi Penghijauan (P.P.N. XXX) Desa Ngatabaru, kawasan ini memiliki fungsi utama sebagai pengendali longsor dan banjir, kawasan pelestarian flora dan fauna asli dan tidak asli, kawasan wisata alam dan olah raga, kawasan pelestarian sumber-sumber air, serta kawasan pengembangan IPTEKS (pendidikan dan penelitian).
Sejak ditetapkannya Tahura oleh Menteri Kehutanan tahun 1999 hingga tahun 2011, pemanfaatan sumberdaya hutan di kawasan ini telah memberikan dampak positip bagi masyarakat dan pemerintah daerah khususnya dalam hal perlindungan dan pemanfaatan sumber-sumber air dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Selain pemanfaatan jasa lingkungan sebagai sumber air bersih dan irigasi, Tahura memiliki fungsi utama yaitu sebagai kawasan pelestarian plasma nutfah serta pendidikan dan wisata alam. Dengan demikian kawasan Tahura adalah penyangga kehidupan bagi masyarakat Kota Palu dan sebahagian masyarakat Kecamatan Sigi Biromaru di Kabupaten Sigi khususnya dan masyarakat Sulawesi Tengah umumnya. Karena itu Tahura Paneki-Poboya adalah entitas dan kebanggaan daerah yang harus dipertahankan keberadaannya.
Disisi lain, Tahura sejak ditetapkannya sebagai kawasan pelestarian alam tidak sedikit kendala yang dihadapi dalam pengelolaannya. Okupasi kawasan hutan untuk penggunaan di luar fungsinya tidak terbendung oleh besarnya keinginan sekelompok orang untuk memanfaatkan lahan di kawasan ini. Tahura telah menjadi lahan penggembalaan liar dan areal pertanian lahan kering (kebun/ladang) sejak sebelum dan sesudah ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam. Tahura menjadi sumber kayu bakar untuk pembuatan arang dan tujuan komersial. Tahura saat ini menghadapi ancaman besar berupa hadir kegiatan penambangan emas rakyat.
Kehadiran aktifitas pemanfaatan kawasan Tahura seperti diuraikan di atas, telah menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan DAS di kawasan Tahura, sehingga menyebabkan terjadinya lahan kritis. Disamping itu prilaku masyarakat yang belum mendukung konservasi seperti okupasi dan penyerobotan lahan hutan akan menyebabkan deforestasi.
Dalam upaya mengendalikan dan mencegah terjadinya kerusakan hutan dan lahan di wilayah DAS dalam kawasan Tahura maka diperlukan adanya upaya-upaya rehabilitasi hutan rusak dan kritis, serta pengembangan fungsi DAS terus ditingkatkan dan disempurnakan. Rehabilitasi hutan rusak dan kritis dimaksudkan untuk memulihkan kesuburuan tanah, melindungi tata air, dan kelestarian daya dukung lingkungan DAS di kawasan Tahura.
1.2 Rumusan Masalah
Kurangnya kerjasama pemerintah dan masyarakat sekitar kawasan Tahura Kota Palu ini menyebabkan upaya konservasi yang dilaksanakan pemerintah tidak berjalan optimal, keterbatasan aparat berwenang yang bertugas melaksanakan kegiatan konservasi dan menjaga kawasan yang dikelola. Oleh karena itu diperlukan informasi mengenai persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat sekitar kawasan Tahura Kota Palu tersebut khususnya Kelurahan Layana Indah (RT 18 dan RT 19) untuk membantu menyusun perencanaan kegiatan konservasi di kawasan Tahura Kota Palu tersebut.
1.3 Maksud dan Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat Kelurahan Layana (RT 18 dan RT 19) Kecamatan Palu Timur Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah terhadap upaya konservasi Tahura Kota Palu dan juga merupakan salah satu syarat dalam kegiatan pelaksanaan KKN Universitas Tadulako Angkatan 62 Tahun 2010/2011.
BAB II
DEKSRIPSI TAHURA PALU
Pengertian Taman Hutan Raya sebagaimana dalam UU No. 5 Tahun 1990 adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Taman Hutan Raya Palu secara administratif pemerintahan, terletak di desa Paboya, desa Pombewe dan desa Ngatabaru, Kec. Palu Timur Dan Kec. Sigi Biromaru, Kabupaten Donggala, ± 10-15 km sebelah timur kota Palu. |
2.1 Status dan Luas Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No: 461/Kpts-11/1995, pada tanggal 4 September 1995 kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan Taman Hutan Raya Palu (TAHURA) dengan luas 8.100 Ha, yang berfungsi sebagai sarana penelitian, pendidikan dan pelatihan, penyuluhan generasi muda dan pariwisata. 2.2 Sejarah Kawasan Sejarah pembentukan Taman Hutan Raya diawali dengan perubahan fungsi dari cagar alam Paboya seluas 1000 Ha, hutan Lindung Paneki seluas 7000 Ha dan lokasi Pekan Penghijauan (PPN XXX) tahun 1990 seluas 100 Ha. Ketiga kawasan ini selain saling berdekatan serta perpotensi tinggi yaitu potensi flora dan fauna serta sebagai pengatur tata air (Hidro orologi) maka diresmikanlah gabungan ketiga kawasan tersebut sebagai TAHURA Palu. 2.3 lklim dan Topografi Menurut Schmidt dan Ferguson tipe iklim dikawasan ini adalah tipe E (sangat kering). Topografi berbukit-bukit dengan ketinggian bervariasi antara 50-250 m dari permukaan laut. 2.4 Potensi Sumber Daya Alam Sebagai kawasan taman hutan raya yang berfungsi sebagai tempat pendidikan / pelatihan, kegiatan penelitian dan pariwisata serta berfungsi sebagai pengatur tata air maka potensi ekosistern yang dimiliki merupakan ekosistem khas daerah kering dengan sangat luas. Diwilayah Paboya hutannya sebagian besar telah mengalami kerusakan tidak mencerminkan sesuatu hutan alam yang utuh. Beberapa anggrek tanah (Calanthe sp., Arundina banyaknya tumbuhan/vegetasi khas daerah kering yang banyak tumbuh dikawasan tersebut. · Flora. Ekosistem daerah kering yang unik yang didominasi oleh tumbuhan Cendana (Santalum album), Akasia (Acacia decurens) serta rumput-rumputan dan belukar yang terpencar-pencar dan bambusa, Spathoglottis sp.) juga banyak dijumpai. Didaerah hutan lindung Paneki ditemukan pohon-pohon jenis Andolla (Anthocephalus sp.), Bintangur (Callopyyllum sp.), Jelata (Dyera lowil) dan Rau (Drancontomelon mangiferum) serta Ficus sp. Dilokasi PPN XXX pohon-pohon tumbuh merupakan hasil penanaman kembali seperti: Angsana (Pterocarpus indicus), Johar (Cassla slamea), Kayu hitam (Diospyros celebica). · Fauna. Pada kawasan Tahura Palu, satwa yang banyak ditemui adalah jenis-jenis burung antara lain: Kakatua putih jambul kuning (Cacatua sulphlirea), Tekukur (Geopelia sp), Elang coklat (Elanushypolaneus), Biawak (Varanus,sp.). · Fenomena Alam. Gejala alam dan keindahan alam yang dimiliki Taman Hutan Raya Palu antara lain berupa panorama alam lembah Palu, pantai Teluk Palu yang dinikmati dari bukit-bukit diwilayah Paboya dan desa Ngatabaru (lokasi PPN XXX). Beberapa sungai dangkal seperti sungai Paboya, sungai Paneki dengan air yang jernih menambah keindahan alam Tahura ini. 2.5 Kegiatan yang ditawarkan 1. Penelitian, Obyek penelitian yang ditawarkan di Tahura ini seperti penelitian biologi, ekologi, geologi maupun sosial budaya masyarakat sekitarnya. 2. Pendidikan, Pendidikan dapat dilakukan dikawasan ini terutama dilokasi desa Paneki dengan tersedianya gedung sebagai sarana pendidikan juga asrama bagi peserta didik dilokasi PPN XXX dapat pula dilakukan hal yang sama dengan sarana telah tersedia baik. 3. Berkemah, Tempat-tempat berkemah seperti di Paneki (lokasi pendidikan pramuka) juga di desa Ngatabaru (Jokasi PPN XXX) dapat dimanfaatkan. 4. Rekreasi dan Wisata Alam, Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain: berjalan kaki sambil menikmati keindahan alam kota Palu dari G. Paboya atau dari lokasi PPN XXX. 2.6 Sarana Kemudahan dan Pelayanan 1. Sarana Informasi dan Akomodasi, Untuk memperoleh gambaran yang tepat dan penjelasan tentang Taman Hutan Raya dapat menghubungi Kantor Balai KSDA VI, Jl. Prof. Moh. Yamin No. 19 Palu. Sarana akomodasi didalam wilayah Tahura tersedia baik untuk peneliti maupun pengunjung lain. Sarana ini terletak di desa Ngatabaru dan di desa Paneki. Pengaturan penggunaan sarana akomodasi ini dapat diperoleh pada Kantor BKSDA VI. 2. Pelayanan, Pengunjung Tahura dapat disertai pemandu wisata alam atau pembawa barang dan perlu membawa pembantu penyiapan makanan (tukang masak) selama tinggal dikawasan ini dengan pengaturan dari pihak BKSDA VI. 2.7 Bagaimana Menuju Taman Hutan Raya Palu Terdapat tiga pintu masuk Tahura ini, ketiga pintu itu adalah dari desa Paboya (± 9 km kesebelah timur Palu), dari desa Paneki (± 10 km ke selatan kota Palu) dan desa Ngatabaru (± 15 km dan kota Palu). Pencapaian Pintu Masuk Tersebut Sebagai Berikut : 1. Palu–Paboya (± 9 km) dapat ditempuh dengan kendaraan beroda dua atau beroda empat dilanjutkan dengan jalan kaki dari kampung Paboya ± 1 km. Lama perjalanan ± 30 menit. 3. Palu–Ngatabaru (± 15 km) ditempuh dengan kendaraan roda dua atau roda empat, melalui desa Petobo dan Ngatabaru dengan memerlukan waktu ± 30 menit. |
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan terhitung mulai dari tanggal 15 Agustus 2011 sampai dengan tanggal 10 September 2011. Tempat penelitian di TAHURA Palu Kelurahan Layana Indah (RT 18 dan RT 19) Kecamatan Palu Timur, Palu.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Dalam penelitian ini obyek atau bahan yang diteliti adalah masyarakat Kelurahan Layana Indah (RT 18 dan RT 19) Kecamatan Palu Timur Kota Palu. Alat penelitian yang digunakan adalah kuisioner/angket, alat tulis-menulis, kamera dan tape recorder.
3.3 Analisis Data
Populasi penelitian adalah masyarakat yang tinggal di Kelurahan Layana Indah (RT 18 dan RT 19) karena masyarakat inilah yang sehari-hari berkaitan langsung dengan kawasan tersebut. Keterkaitan antara masyarakat dan kawasan sangat menentukan upaya pengelolaan kawasan konservasi yang dimaksud sehingga sesuai dengan tujuan penelitian yang di kehendaki. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh data bahwa Kelurahan Layana Indah (RT 18 dan RT 19) memiliki masyarakat sebanyak 450 jiwa (Data Monografi Kelurahan, 2009).
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling (sampel bertujuan). Menurut Soekarwati (1995), purposive sampling dapat diartikan sebagai pengambilan sampel berdasarkan atas ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, yaitu masyarakat Kelurahan Layana Indah (RT 18 dan RT 19) yang berinteraksi langsung dengan kawasan Tahura Palu, berumur 17 tahun ke atas, sehat jasmani dan rohani, dan mampu berkomunikasi yang baik.
Besarnya ukuran sampel dalam penelitian ini berdasarkan rumusan yang ditulis Hasan (2000), bahwa dalam menentukan ukuran sampel dengan menggunakan rumus penentuan sampel :
Keterangan :
n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolelir/diinginkan, misalnya 10 %.
Rumus di atas digunakan karena ukuran populasi diketahui dan asumsi bahwa populasi berdistribusi normal. Maka berdasarkan rumus di atas dapat dihitung besarnya jumlah sampel yang diambil. Dari populasi 450 jiwa di Kelurahan Layana (RT 18 dan RT 19) dengan tingkat kesalahan 10 % maka jumlah sampel masyarakat yang di butuhkan adalah sebanyak 82 jiwa. Pemilihan sampel 82 jiwa ini dilakukan secara acak dari populasi. Besarnya sampel yang dipelukan dalam penelitian menurut Chadwick et al (1991), ditentukan berdasarkan sifat populasi, tingkat ketetapan yang diperlukan, dan sumberdaya yang tersedia bagi peneliti. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.
Penelitian ini merupakan suatu kajian deskriptif. Penelitian ini akan mendeskripsikan persepsi masyarakat Kelurahan Layana Indah (RT 18 dan RT 19) terhadap upaya konservasi yang dilakukan pada kawasan Tahura Palu, bentuk partisipasi yang dilakukan masyarakat Kelurahan Layana dalam upaya konservasi yang dilakukan dan mendeskripsikan pandangan masyarakat Kelurahan Layana Indah terhadap masa depan Tahura Palu.
Dalam penerapannya penelitian ini menggunakan metode kualitatif sebagai metode utama dan didukung dengan metode kuantitatif. Metode kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data hasil kuisioner dan pentabulasian data sebelum dianalisis.
Hasil kuisioner yang disebar kepada masyarakat Kelurahan Layana Indah (RT 18 dan RT 19) untuk mengetahui bagaimana persepsi, bagaimana bentuk partisipasi yang dilakukan, bagaimana pandangan masyarakat Kelurahan Layana Indah terhadap upaya konservasi Tahura Palu dikumpulkan berdasarkan karakteristiknya, selanjutnya disajikan dalam bentuk tabulasi tersebut dianalisis secara kuantitatif menggunakan frekuensi dari masing-masing karakteristik. Dalam analisis data hasil kuisioner, data-data dari hasil wawancara dan observasi digunakan untuk mendukung analisis data hasil penyebaran kuisioner.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persepsi masyarakat terhadap Tahura Palu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu persepsi responden terhadap hutan, persepsi responden terhadap Tahura Palu, dan persepsi responden terhadap tapal batas kawasan Tahura Palu.
a. Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan :
Persepsi responden terhadap hutan dari hasil penyebaran kuisioner (dengan metode wawancara) diperoleh persepsi yang hamper seragam, perbedaan persepsi antar masyarakat tidak terlalu tampak. Secara garis besar persepsi responden terhadap hutan dapat dikelompokkan seperti dalam Tabel 1.
Tabel 1. Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan
No. | Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan | Jumlah Responden | Persentase (%) |
1. | Hutan merupakan tempat hidup hewan-hewan dan pohon-pohon | 25 | 30 |
2. | Hutan merupakan wilayah yang bermanfaat pada masyarakat untuk mengambil kayu bakar dan sebagai tempat perburuan hewan | 49 | 38 |
3. | Hutan dapat menjaga tata air, mencegah erosi dan longsor | 12 | 15 |
4. | Hutan merupakan kawasan yang harus dilestarikan untuk kehidupan dan tidak boleh ditebang pohonnya | 9 | 11 |
5. | Tidak tahu definisi hutan | 5 | 6 |
Jumlah | 82 | 100 |
Berdasarkan pengelompokan persepsi responden terhadap hutan dalam tabel 1, dapat di ambil satu kesimpulan. Hutan merupakann suatu kawasan yang berfungsi untuk menjaga tata air, mencegah erosi dan longsor yang di dalamnya terdiri dari berbagai jenis hewan dan tumbuhan yang bermanfaat bagi masyarakat untuk mengambil kayu bakar dan sebagai tempat buruan.
Persepsi yang dikemukakan responden penelitian terhadap hutan dikelompokkan dalam 5 kelompok. Kelompok pertama (sebesar 30%) menyatakan bahwa hutan merupakan tempat hidup hewan-hewan dan pohon-pohon. Persepsi ini menunjukkan bahwa kelompok responden ini memandang hutan secara sederhana saja, tanpa ada niat untuk memanfaatkan atau mengekploitasinya.
Kelompok responden yang kedua (sebesar 38%) mengemukakan hutan merupakan wilayah yang bermanfaat pada masyarakat untuk mengambil kayu bakar dan sebagai tempat perburuan. Kelompok ini bersikap aktif dan agresif, dimana hutan merupakan obyek yang dapat dieksploitasi atau dimanfaatkan dari sisi ekonomi. Masyrakat mengambil ranting-ranting dan kayu-kayu hutan untuk dijadikan kayu bakar yang nantinya akan dijual dan dikomsunsi oleh mereka sendiri selain itu hutan juga merupakan tempat perburuan hewan. Kelompok responden yang ketiga sebesar 15% mengemukakan bahwa hutan dapat menjaga tata air, mencegah erosi dan longsor.
Kelompok responden yang keempat sebesar 11% menyatakan bahwa hutan merupakan kawasan kawasan yang harus dilestarikan untuk kelangsungan kehidupan dan tidak boleh dilakukan kegiatan penebangan pohon. Sedangkan kelompok responden yang kelima atau terakhir sebesar 6% yaitu kelompok yang tidak tahu tentang hutan karena mereka jauh dari kawasan hutan dan tidak pernah mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah.
Dari hail pengelompokkan di atas dapat diketahui bahwa persepsi masyarakat Kelurahan Layana Indah (RT 18/RT 19) secara negative masih tinggi. Sekitar 38% responden memiliki persepsi negative, bahwa hutan adalah tempat mengambil kayu bakar dan sebagai tempat perburuan.
Wibowo (1988) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan persepsi seseorang terhadap suatu objek adalah faktor pengalaman. Masyarakat Dusun III Tongkoh berbatasan langsung dengan kawasan hutan yaitu kawasan Tahura Bukit Barisan, oleh karena itu mereka setiap harinya akan berinteraksi langsung dengan kawasan hutan yang ada, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan adanya intrekasi maka masyarakat memiliki pengalaman-pengalaman tentang kawasan hutan yang ada di daerah mereka sehingga mereka dapat memberikan persepsi mereka terhadap hutan.
b. Persepsi Masyarakat Terhadap Tahura Palu
Dari hasil koisioner yang disebarka diperoleh persepsi yang beragam tentang Tahura Palu. Secara garis besar persepsi masyarakat terhadap Tahura Palu dapat dapat dikelompokkan seperti pada table 2.
Tabel 2. Persepsi Masyarakat Terhadap Tahura Palu
No. | Persepsi Masyarakat Terhadap Tahura Palu | Jumlah Responden | Persentase (%) |
1. | Tahura Palu adalah hutan milik negara yang tidak boleh diganggu | 30 | 36 |
2. | Tahura Palu adalah kawasan yang tidak boleh dirusak kayunya (ditebang) dan bukan merupakan tempat perburuan hewan dan harus dijaga | 20 | 22 |
3. | Tahura Palu merupakan tempat untuk mengambil kayu dan tempat perburuan | 25 | 30 |
4. | Tahura Palu adalah kawasan yang memiliki menajemen pengelolaan yang buruk | 15 | 12 |
5. | Tidak tahu tentang Tahura Palu | 10 | 10 |
Jumlah | 82 | 100 |
Dari hasil penyebaran kuisioner yang dilakukan dengan sistem wawancara. Secara garis besar persepsi masyarakat dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok. Berdasarkan pengelompokkan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan. Persepsi masyarakat terhadap Tahura masih positif yaitu 36% mengatakan bahwa Tahura Palu adalah hutan milik negara yang tidak boleh diganggu dan 22% yang mengatakan Tahura Palu adalah kawasan yang tidak boleh dirusak kayunya (ditebang) dan bukan merupakan tempat perburuan hewan dan harus dijaga. Sedangkan sisanya masih beranggapan negative terhadap Tahura yaitu sebanyak 42%.
Dari data di atas dapat diketahui bahwa persepsi masyrakat Kelurahan Layana Indah (RT 18/RT 19) Terhadap Tahura cenderung positif walaupun 42% responden memiliki persepsi yang negatif, sama seperti persepsi positif yang dimiliki oleh masyarakat terhadap hutan.
Persepsi masyarakat yang negatif terhadap kawasan Tahura Palu , bahkan ada masyarakat ketika diwawancarai mengatakan bahwa kawasan Tahura sebagai kawasan yang disetujui untuk penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya, budaya dan sebagai sebagai tempat rekreasi tidak bermanfaat buat mereka.. timbul karena tidak adanya tanggapan dari pihak terkait terhadap masukan-masukan atau pendapat dari masyarakat. Pihak kehutanan terhadap sering melakukan kegiatan penyuluhan Kelurahan Layana Indah, tapi hanya sebagian kecil dari responden penelitian yang pernah mengikuti kegiatan tersebut, karena setiap adanya pendapat dan masukan dari masyrakat pihak terkait hanya mendengarkan saja dan tidak pernah melaksanakannya sehingga masyarakat memiliki persepsi yang negatif terhadap Tahura. Tidak pernahkan responden penelitian mengikuti kegiatan penyuluhan yang dilakukan juga penyebab responden penelitian tidak mengetahui apa itu itu Tahua.
c. Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Tahura
Persepsi responden terhadap tapat batas kawasan Tahura Bukit Barisan tidak terlalu beragam seperti persepsi mereka terhadap hutan dan Tahura Bukit Barisan. Secara garis besar responden terhadap tapal batas kawasan Tahura Bukit Barisan dapat dikelompokkan dalam tabel 3.
Tabel 3. Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Tahura Palu
No | Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Tahura Palu | Jumlah Responden | Persentase (%) |
1. | Tapal batas merupakan tanda batas yang dibuat oleh pemerintah untuk memperjelas kawasan Tahura Palu dengan lahan milik rakyat yang berupa kayu dengan tinggi 1 m yang dipacakkan dan diberi cat dengan warna putih-kuning | 24 | 43.6 |
2. | Tapal batas merupakan tanda patok atau tanda batas Tahura Palu dengan Kelurahan Layana Indah yang dibuat oleh pihak terkait | 13 | 23.6 |
3. | Tidak tahu tentang tapal batas | 18 | 32.7 |
Jumlah | 55 | 100 |
Berdasarkan tabel 3 dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian tapal batas menurut responden penelitian dikemukakan dari sisi tujuan dibuatnya tapal batas oleh pihak terkait dalam hal ini adalah UPTD. Tahura dan dari ciri-ciri bentuk tapal batas itu sendiri. Dari hasil kuisioner diketahui bahwa 43,6% responden mempunyai persepsi bahwa tapal batas adalah batasan yang dibuat oleh pihak terkait pada batas-batas kawasan Tahura dengan tanah milik rakyat/pemukiman yang berupa kayu setinggi 1 m yang dipecakkan, sedangkan 32,7% responden menjawab tidak tahu tentang tapal batas.
Pengertian tapal batas menurut responden penelitian ialah tanda yang dibuat oleh pemerintah sebagai batas antara kawasan yang masuk kedalam Tahura dengan kawasan di luar Tahura.ini diperoleh responden berdasarkan sosialisasi pemasangan tapal batas oleh pihak terkait.
Bentuk ataupun ciri-ciri tapal batas diketahui oleh semua responden penelitian yang tahu tentang adanya tapal batas berdasarkan dari melihat langsung dan dari semua warga masyarakat lainnya, tetapi 32.7% responden tidak tahu tentang tapal batas sehingga responden tidak akan tahu bagaimana bentuk dan ciri-ciri tapal batas yang ada.
Menurut responden, manfaat dan fungsi keberadaan tapal batas kawasan tahurah adalah sebagai tanda batas agar masyarakat tidak melakukan kegiatan perladagan melewati batas yang ada. Selain itu, tapal batas juga memperjelas kawasan mana yang di luar kawasan Tahura.
Tapal batas kawasan Taguara yang ada saat ini sudah diikuti oleh masyarakat Kelurahan Layana Indah khususnya masyarakat sekitar RT 18 dan RT 19. Tidak ada masyarakat yang menambah luas lahan mereka dengan melanggar batas yang telah dibuat. Masyarakat sudah mengerti bahwa batas yang dibuat untuk mencegah rusaknya kawasan Tahura dan tidak boleh diganggu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pengelolaan Tahura Palu masi perlu ditingkatkan lagi, dengan melibatkan masyarakat sekitar dalam hal ini adalah masyarakat Kelurahan Layana Indah (RT 18 dan RT 19) Kecamatan Palu Timur.
Disarankan kepada pihak terkait untuk lebih meningkatkan perhatian terhadap Tahura ini, agar fungsi dan tujuan Tahura ini dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Cetakan ke Lima. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 7
Arief, A 1994. Hutan : Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Hal 12
Hasan, I. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. Hal 20
Salim, H.S. 1997. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Sinar Grafika. Jakarta
Wibowo, I. 1998. Psikologi Sosial. Universitas Terbuka. Karunika. Jakarta. Hal 20
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar