BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap daerah-daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, daerah berhak mengenakan pungutan biaya kepada masyarakat berupa pajak. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang.
Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang berlaku, memberikan dampak yang sangat luas terhadap perkembangan pemerintahan di daerah. Otonomi yang diberikan kepada daerah merupakan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Adanya pemberian otonomi daerah memberikan implikasi timbulnya kewenangan dan kewajiban bagi daerah untuk melaksanakan berbagai kegiatan pemerintahan lebih mandiri. Pengalihan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya alam, sumber daya manusia, kewenangan pemungutan jenis-jenis pajak daerah didasarkan atas prinsip keadilan berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada daerah.
Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pendapatan dalam membiayai pembangunan perlu dikelola dengan baik. Dalam hal ini dibutuhkan berbagai kebijakan yang lebih komprehensif, efektif dan efisien dalam mengelolanya. Provinsi sulawesi tengah merupakan salah satu provinsi yang ada dinegara Republik Indonesia. Kebijakan ekonomi yang dilancarkan Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan perkapita sampai pada pemerataan hasil pembangunan untuk mencapai tingkat kemakmuran yang diharapkan. Secara lebih nyata hasil pembangunan telah berhasil meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Tengah dimana pada tahun 2000 sebesar Rp. 8.649.206 (Juta Rupiah) meningkat menjadi Rp. 36.124.486 (Juta Rupiah) pada tahun 2010.
Berdasarkan APBD Sulawesi Tengah, Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Tengah bersumber dari: Hasil pajak daerah, Hasil retribusi daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah , serta Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pajak Daerah Sulawesi Tengah yang potensial terdiri dari: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB), Pajak Kendaraan di Atas Air (PKA), Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air (BBN-KB), Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah, serta Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan.
Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah terbesar di Sulawesi Tengah. Dalam hal ini penulis ingin mengetahui berapa besar kontribusi dari kedua pajak tersebut yang diberikan terhadap Pendapatan Asli Daerah provinsi Sulawesi Tengah.
1.2 Permasalahan
Dari uraian latar belakang diatas, dapat dikemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Berapa Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor terhadap PAD Sulawesi Tengah tahun 2000 sampai dengan tahun 2010?
2. Berapa Kontribusi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor terhadap PAD Sulawesi Tengah tahun 2000 sampai dengan tahun 2010?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui berapa besar Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor terhadap PAD Sulteng tahun 2000 sampai dengan tahun 2010
2. Untuk mengetahui berapa besar Kontribusi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor terhadap PAD Sulteng tahun 2000 sampai dengan tahun 2010
1.3.2 Kegunaan Penelitian
1) Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah dalam mengelolah penerimaan daerah khususnya yang bersumber dari penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
2) Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya di masa yang akan datang
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Pajak
Secara umum, pajak merupakan pengalihan sumber-sumber yang wajib dilaksanakan oleh wajib pajak kepada negara tanpa imbalan langsung dari pembayaran pajak.
Batasan atau definisi pajak bermacam-macam, antara lain :
Prof.Dr.Rochmat Sumitro, SH, ( dalam Eko Lesmana 1992:4):
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum dan surplusnya digunakan untuk public saving” yang merupakan sumber utama untuk membiayai “public investmen”.
Selain definisi pajak di atas, Imam Wahyutomo (1994:1) mengemukakan bahwa :
Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik (pemerintah) berdasarkan UU yang pemungutannya dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan yang secara langsung ditunjukkan, yang berfungsi sebagai alat pendorong, penghambat/pencegah untuk mencapai tujuan yang ada.
Di sisi lain Summer (dalam Anwar Nasution 1984:3) mengemukakan bahwa :
Pajak adalah sesuatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa mendapat imbalan kembali yang langsung dan seimbang agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya menjalankan pemerintahan.
Menurut Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan Indonesia, yang telah disempurnakan menjadi Undang-undang Nomor 16 tahun 2000, pajak adalah iuran wajib yang dibayar oleh wajib pajak berdasarkan norma-norma hukum untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran kolektif guna meningkatkan kesejahteraan umum yang balas jasanya tidak diterima secara langsung.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan mengenai unsur dan ciri yang melekat pada pengertian pajak, ialah :
1. Unsur-unsur pada pengertian pajak, sebagai berikut :
a)Ada Masyarakat
b) Berdasarkan Undang-undang
c)Ada pemungut pajaknya
d) Ada wajib pajaknya
e)Ada obyek pajaknya
2. Ciri-ciri pada pengertian pajak
a) Adanya pengalihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor pemerintah
b) Pemungutan pajak dapat dipaksakan secara hukum dengan melalui dua cara yaitu melalui pengadilan atau menggunakan surat paksa
c) Pajak dapat dikenakan atas orang atau barang
d) Pajak dapat dipungut secara periodik maupun insidentil
e) Pungutan pajak tidak dapat ditunjukkan ada jasa timbal balik secara langsung
f) Pajak mempunyai fungsi budgeter dan fungsi mengatur
Adam Smith (dalam Mardiasmo, 2002: 18) mengemukakan ajarannnya sebagai sendi dasar pemungutan pajak. Dikatakan agar supaya pemungutan pajak dinilai adil harus dipenuhi empat syarat sebagai berikut :
1. Syarat Equitymengandung arti, dalam keadaan yang sama wajib pajak harus dikenakan pajak sama pula.
Contoh: Pajak Pengahasilan dikenakan terhadap Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang sama, bukan terhadap penghasilan yang sama, karena dalam PKP sudah diperhitungkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dimana PTKP ini tidak sama bagi setiap wajib pajak, jadi meskipun penghasilan sama, namun pajaknya belum tentu sama.
2. Syarat Certaintyatau kepastian adalah tujuan dari setiap Undang-undang. Kepastian hukum adalah penting, untuk itu peraturan yang akan dibuat, harus diusahakan agar jelas, tegas dan tidak mengandung arti ganda agar tidak membuat peluang untuk ditafsir lain, terutama mengenai subyek, obyek, besarnya pajak dan ketentuan mengenai waktu pembayarannya.
3. Syarat Convenience of payment mengandung arti pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi para wajib pajak, yaitu saat sedekat-dekatnya dengan detik diterimanya penghasilan yang bersangkutan seperti: karyawan atau pegawai, akan lebih mudah membayar pajak pada saat menerima gaji atau honorium, apakah setiap hari, setiap minggu atau setiap bulan.
4. Syarat Efficiencyadalah yang bertalian dengan biaya pemungutan. Para pembuat peraturan wajib mempertimbangkan, bahwa biaya pemungutannya harus lebih rendah dibanding dengan pemasukan pajaknya.
2.1.2 Manfaat Pajak
Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegaitan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan jasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat.
Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
Di samping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.
2.1.3 Jenis-Jenis Pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan. Sedangkan pajak daerah adalah pajak-pajak yang dikelolah oleh pemerintah daerah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota.
a. Pajak-pajak pusat yang dikelolah Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1. Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
4. Bea Materai
b. Pajak Provinsi terdiri atas:
1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diAtas Air
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4. Pajak Air Permukaan
5. Pajak Rokok
c. Pajak Kabupaten/kota terdiri atas:
1. Pajak Hotel;
2. Pajak Restoran;
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
7. Pajak Parkir
8. Pajak Air Tanah
9. Pajak Sarang Burung Walet
10. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
2.1.4 Beberapa Elemen Penerimaan Daerah
Dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, dinyatakan tentang pembagian wilayah Negara Republik Indonesia atas dasar daerah besar dan daerah kecil, yang penetapannya dilakukan dengan Undang-Undang. Atas dasar tersebut dibentuklah pembangunan wilayah sebagaimana sekarang ini, dimana setiap daerah memiliki otonomi untuk mengurus wilayahnya masing-masing, termasuk untuk mengelola sumber-sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan daerah itu sendiri. Penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang mempertegas dasar pemikiran bagi pengelolaan keuangan asli daerah ialah agar daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri dimana kepada daerah diserahkan sumber-sumber pembiayaan dapat dipenuhi dari bantuan pusat, maka setiap daerah diwajibkan untuk menggali potensi dana yang ada di daerah tersebut.
Penjelasan di atas, memberikan gambaran bahwa pada prinsipnya Negara (pemerintah) tidak melepaskan sama sekali tanggung jawab atas penyelenggaraan kemandirian daerah, karena di dalam tugas tersebut terdapat unsur kepentingan umum yang menjadi tugas Negara. Dalam konsep keuangan daerah terdapat dua jenis pendapatan, yakni PAD dan pendapatan non asli daerah. Kedua bentuk pendapatan ini sangat menentukan proses pembangunan daerah dan orientasi kemandirian pembangunan yang ada di daerah. Semakin besar PAD suatu daerah mencerminkan semakin besarnya bobot kemandirian daerah. Dengan demikian semakin kecil ketergantungan daerah berarti semakin besar kontribusi PAD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Secara umum PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang secara murni berasal dari berbagai potensi daerah yang dapat dikelola atas keputusan pemberian wewenang dari pusat. Oleh sebab itu, salah satu unsur yang dapat mendorong peningkatan PAD adalah kemampuan daerah dalam mengoptimalkan penerimaan dari sumber-sumber pendapatan yang ada, baik secara intensif maupun secara ekstensif.
Di sisi lain, Ibnu Syamsi (1994) mengungkapkan bahwa PAD merupakan sumber penerimaan yang digunakan untuk menutup kebutuhan rutin baik Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II. Secara ideal, pemerintah daerah memiliki PAD yang lebih besar dari pengeluaran rutin dan hal ini sebagai indikator kemandirian daerah tersebut (Ibnu Syamsi, 1994 : 212).
Penjelasan di atas memberikan gambaran betapa pentingnya peranan PAD dalam pembangunan daerah. Namun pada kenyataannya Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II umumnya memiliki PAD yang lebih kecil dibanding biaya rutin sehingga ditutupi dari pendapatan non asli daerah. Pengeluaran rutin dan pembangunan daerah belum dapat mengandalkan PAD sebagai sumber pembiayaan. Untuk mengantisipasi kekurangan keuangan daerah, maka disalurkan subsidi, sumbangan dan berbagai bentuk dana pusat untuk pemerintah daerah.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa secara garis besarnya terdapat tiga bentuk penerimaan daerah yakni PAD, pendapatan non asli daerah dan pendapatan daerah yang sah lainnya. Ketiga bentuk penerimaan daerah tersebut lebih dijabarkan dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004 yang mengatur tentang pokok-pokok pemerintah daerah.
2.1.5 Penerimaan Daerah Sulawesi Tengah
Secara umum Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Tengah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Yang Sah
1. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Tengah terdiri dari : Hasil pajak daerah, Hasil retribusi daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah, Lain-lain pendapatan daerah yang sah
a. Pajak Daerah
Jenis pajak Daerah Propinsi Sulawesi Tengah yang potensial terdiri dari :
1) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB)
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB)
4) Pajak Kendaraan di Atas Air (PKA)
5) Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air (BBN-KB)
6) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah, serta
7) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan
b. Retribusi Daerah
Retribusi Daerah merupakan pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang/ masyarakat atau badan, pengelolaannya tersebar pada 27 (dua puluh tujuh) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Jenis-jenis Retribusi Sulawesi Tengah:
1) Retribusi Pelayanan Kesehatan
2) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
3) Retribusi Pengujian Kapal Perikanan
4) Retribusi Jasa Usaha Pasar Grosir/Pertokoan
5) Retribusi Tempat Penginapan/Pasanggrahan/Villa
6) Retribusi Jasa Usaha Pelayanan Pelabuhan Laut
7) Retribusi Tempat rekreasi dan Olah Raga
8) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah
9) Retribusi Tata Cara Pelelangan Kayu Temuan
10) Retribusi Izin Trayek
11) Retribusi Izin Pemanfaatan Kayu dan Hasil Hutan
c. Hasil Perusahaan Milik Daerah Dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Bagian Pendapatan ini terdiri dari :
1) PD. Sulawesi Tengah
2) PT. Bank Sulteng
d. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
1) Hasil Penjualan Aset Daerah
2) Penerimaan Jasa Giro
3) Tuntutan Ganti Rugi (TGR)
4) Denda Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan
2. Dana Perimbangan
Dana Perimbangan dalam struktur APBD adalah meliputi:
1) Bagi Hasil Pajak (BHP)
1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
2. Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (PBB)
3. Bagi Hasil PPh Pasal 21
2) Bagi Hasil Bukan Pajak (BHBP)
1. Iuran Propinsi Sumber Daya Hutan (IPSDH)
2. Iuran Tetap /Landrent
3. Pertambangan Minyak Bumi
4. Perolehan Hak Atas Tanah (PHAT)
5. Biaya Pencatatan Nikah
3) Dana Alokasi Umum (DAU)
4) Dana Alokasi Khusus (DAK)
3. Lain-lain Pendapatan Yang Sah
Penerimaan Daerah ini bersumber dari Hibah dan Pendapatan lainnya
2.1.6 Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB)
Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air (Kepmendagri no.25 tahun 2010 tentang Penghitungan Dasar PKB dan BBNKB tahun 2010 pasal 1 ayat 1).
Pajak Kendaraan Bermotor, yang selanjutnya disingkat PKB, adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. (Kepmendagri no.25 tahun 2010 tentang Penghitungan Dasar PKB dan BBNKB tahun 2010 pasal 1 ayat 3).
Tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan sebesar (Pasal 5 ) :
a 1,5% untuk kendaraan bermotor bukan umum
b 1% untuk kendaraan bermotor umum
c 0,5% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar
Sedangkan Pembagian Hasil Penerimaan PKB dibagi sebagai berikut (Pasal 8) :
a 70% untuk daerah Propinsi
b 30% untuk daerah Kabupaten/Kota
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, yang selanjutnya disingkat BBN-KB, adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. (Kepmendagri no.25 tahun 2010 tentang Penghitungan Dasar PKB dan BBNKB tahun 2010 pasal 1 ayat 4)
Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan sebagai berikut (Pasal 9) :
1. Tarif BBN-KB atas penyerahan pertama sebesar :
a 10% untuk Kendaraan Bermotor bukan umum
b 10% untuk Kendaraan Bermotor umum
c 3% untuk Kendaraan Bermotor Alat-alat berat dan alat-alat besar
2. Tarif BBN-KB atas penyerahan kedua :
a 1% untuk Kendaraan Bermotor Bukan umum
b 1% untuk Kendaraan Bermotor umum
c 3% untuk Kendaraan Bermotor alat-alat Berat dan Alat-alat besar
3. Tarif Kendaraan Bermotor karena warisan ditetapkan
a 0,1% untuk Kendaraan Bermotor Bukan umum
b 0,1% untuk Kendaraan Bermotor umum
c 0,03% untuk Kendaraan Bermotor Alat-alat berat.
Hasil Penerimaan BBN-KB diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota penghasil sebesar 30% dengan memperhatikan aspek pemerataan potensi daerah.
2.1.7 Pengelolaan Keuangan Dalam Konteks Otonomi Daerah
Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, disebutkan bahwa Otonomi daerah hak, wewenang dan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Perlu dipahami bahwa otonomi daerah tidak berarti eksploitasi daerah untuk menghasilkan PAD setinggi-tingginya. Jika otonomi diartikan sebagai eksploitasi PAD, maka justru masyarakat daerahlah yang akan terbebani. Maksimisasi PAD akan berimplikasi pada peningkatan pungutan pajak daerah dan retribusi daerah, karena penyumbang terbesar PAD adalah dua komponen tersebut.
Adanya kecenderungan daerah-daerah meningkatkan jumlah jenis pajak baru juga dinyatakan oleh Bambang Sudibyo (Dalam Mardiasmo 2002:148), mantan Menteri Keuangan, sebagaimana diberitakan oleh harian Suara Pembaruan (Kamis, 5 April 2001) :
“Pemerintah daerah (Pemda) dan DPRD cenderung mengembangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya dengan cara memungut pajak dan retribusi daerah secara berlebihan, dan bahkan tidak pantas. Kebijakan semacam itu justru menjadi disinsentif bagi daerah dan mengancam perekonomian makro. Bahkan, berdasarkan sebuah penelitian, saat ini telah muncul 44 jenis pajak baru yang diterapkan di berbagai daerah”.
Pemerintah daerah sebaiknya tidak menambah pungutan yang bersifat pajak (menambah jenis pajak baru). Jika mau menambah pungutan hendaknya yang bersifat retribusi. Kebijakan untuk tidak menambah pungutan pajak dan meningkatkan retribusi didasarkan atas beberapa pertimbangan.
1. Pemungutan retribusi langsung berhubungan dengan masyarakat pengguna layanan publik (public service). Peningkatan retribusi secara otomatis akan mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik karena masyarakat tentu tidak mau membayar lebih tinggi bila pelayanan yang diterima sama saja kualitas dan kuantitasnya. Dengan demikian, pemerintah daerah ditantang untuk meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan publik.
2. Investor akan lebih bergairah melakukan investasi di daerah apabila terdapat kemudahan sistem perpajakan di daerah. Penyederhanaan sistem perpajakan di daerah perlu dilakukan misalnya melalui penyederhanaan tarif dan jenis pajak daerah.
Pemerintah daerah kabupaten/kota dimungkinkan untuk menambah jenis pajak lain di luar yang telah diatur dalam UU No. 34 tahun 2000 dengan Peraturan Daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah kabupaten/kota dalam mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan perkembangan potensi pajak. Pajak baru tersebut harus memenuhi kritertia sebagai berikut :
a. Bersifat pajak dan bukan retribusi,
b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah Daerah Kabupaten/kota yang bersangkutan;
c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum;
d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak Provinsi dan/atau objek pajak Pusat;
e. Potensinya memadai;
f. Tidak memberikan dampak yang negatif terhadap perekonomian;
g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat;
h. Menjaga kelestarian lingkungan
Devas (dalam Mardiasmo 2002 : 150) memberikan kriteria yang lebih rinci untuk menetapkan kelayakan suatu pajak. Sejumlah kriteria yang harus dipertimbangkan untuk menilai pajak daerah tersebut layak atau tidak, yaitu :
1. Hasil/perolehan pajak (tax yield), meliputi :
a. Hasil pajak cukup besar. Pajak yang memberikan hasil yang kecil justru akan menimbulkan inefisiensi dan menciptakan perlawanan pajak (tax payer resistance);
b. Hasilnya lebih pasti dan dapat diprediksi. Hasil pajak hendaknya relatif stabil, tidak berfluktuasi dari tahun ke tahun agar mudah dalam melakukan perencanaan belanja;
c. Perbandingan antara biaya pungut dengan hasil pajak kecil.
2. Keadilan (Equity)
a. Dasar pengenaan pajak (tax base) dan kewajiban wajib pajak harus jelas
b. Horizontal equity. Pajak yang dilakukan harus menciptakan keadilan horisontal, yaitiu mereka yang kondisi ekonominya sama memiliki beban pajak yang sama;
c. Vertical equity. Beban pajak harus disesuaikan dengan kemampuan masyarakat untuk membayar, yang kaya harus membayar pajak lebih tinggi dari pada yang miskin;
d. Benefit principle, mereka yang menikmati fasilitas publik secara lebih baik harus membayar pajak lebih tinggi.
3. Daya Guna Ekonomi.
Pajak hendaknya mendorong penggunaan sumber daya secara produktif dan tidak mengganggu perekonomian. Sistem perpajakan hendaknya memberikan netralitas ekonomi, sehingga mengurangi distorsi ekonomi.
4. Kemampuan melaksanakan (ability to implement), terdapat dukungan kapasitas administrasi dan skill aparat yang memadai.
5. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah
a. Harus jelas pemerintah daerah mana yang harus menerima pajak. Sebagai contoh, pajak penghasilan seharusnya dibayarkan kepada pemerintah daerah tempat dimana orang tersebut bekerja.
b. Kedudukan objek pajak jelas agar pajak tidak mudah dihindari, dengan cara memindahkan objek pajak dari suatu daerah ke daerah lain.
6. Pengaruh tempat (lokasi) terhadap beban pajak. Jika jenis pajak atau tarif pajak berbeda-beda untuk tiap daerah, maka pembayar pajak cenderung berusaha untuk mengurangi beban pajak (misalnya memindahkan kantor pusat). Idealnya, pajak daerah dapat meminimalkan distorsi yang menyebabkan masyarakat dan pelaku binis meninggalkan suatu daerah;
7. Masalah keadilan antarwilayah. Beberapa pemerintah daerah memiliki potensi pajak daerah yang lebih besar dari yang lainnya. Pajak daerah hendaknya jangan mempertajam perbedaan-perbedaan antardaerah dari segi potensi masing-masing daerah
2.2 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, maka secara skematis kerangka pemikiran dalam mengkaji kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor terhadap PAD Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2000-2010 digambarkan sebagai berikut:
Pendapatan Asli Daerah |
Pajak Daerah |
Lain-lain Pendapatan yang Sah |
Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah |
Retribusi Daerah |
Kontribusi |
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor |
Pajak Kendaraan Bermotor |
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Pendapatan Asli Daerah bersumber dari Pajak daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah serta Lain-lain Pendapatan yang Sah. Sementara Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan bermotor merupakan sumber-sumber pendapatan Asli Daerah yang berasal dari Pajak Daerah dan merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah yang sangat potensial yang harus dikelola dengan baik melalui kebijakan yang bersifat intensifikasi maupun bersifat ekstensifikasi sehingga diharapkan dengan kebijakan-kebijakan tersebut dapat meningkatkan PAD Sulawesi Tengah. Pendapatan Asli Daerah yang bersumber dari pajak daerah, perlu dikelolah secara profesional, dengan penerapan good governance dan clean governance diharapkan sumber pembiayan ini menjadi sumber yang menjadi andalan dalam pembiayaan APBD.
2.3 Peneliti Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian terdahulu yang dalam penelitian ini dijadikan sebagai bahan acuan dan pengembangan yaitu:
a. Neli Kurniawati (2006)
Penelitian yang berjudul ‘’ Kontribusi Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Terhadap PAD Sulawesi Tengah”. Obyek dalam penelitian ini adalah seluruh data (dalam tahun) yakni tahun 2002 sampai tahun 2005 yang ada di Dispenda dan BPS Sulawesi Tengah. Sampel dalam penelitian ini diambil sebagian dari jumlah populasi (data dalam periode tahun) untuk diteliti berdasarkan yang dibutuhkan yakni berupa PKB, BBNKB, dan Pajak Asli Daerah dengan mengambil sampel data selama periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2005. Ada 3 (tiga) variabel yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu:
(1) PKB,
(2) BBNKB,
(3) Pajak Daerah.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Metode analisis kualitatif
Metode ini merupakan metode penganalisaan beberapa hasil temuan, baik secara langsung maupun temuan berdasarkan hasil perhitungan dimana analisis tersebut dilakukan dengan cara pemaparan.
2. Metode analisis kuantitatif.
Metode analisis ini merupakan penganalisaan dengan menggunakan peralatan analisis. Adapun alat analisis yang digunakan untuk mengetahui kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa selama kurun waktu 2000-2005. kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor terhadap PAD Sulteng lebih dari 24% setiap tahunnya. Tahun 2005 kontribusinya mencapai nilai terbesar yalni sebesar 30,36%. Sedangkan Bea-Balik Nama Kendaraan bermotor memberikan kontribusi lebih dari 35% setiap tahunnya. Selama kurun waktu tersebut, kontribusi PKB dan BBN-KB berfluktuasi.
b. Sari Vika Ferna Yustiva (2008).
Penelitian yang berjudul ‘’ Kontribusi Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Terhadap Pajak Daerah Pada Unit Pelayanan Pendapatan Daerah Kabupaten Pati”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data (dalam tahun) yakni tahun 2002 sampai tahun 2006 yang ada di UPPD Kabupaten Pati. Sampel dalam penelitian ini diambil sebagian dari jumlah populasi (data dalam periode tahun) untuk diteliti berdasarkan yang dibutuhkan yakni berupa PKB, BBNKB, dan Pajak Daerah dengan mengambil sampel data selama periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2006. Ada 3 (tiga) variabel yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu:
(1) PKB,
(2) BBNKB,
(3) Pajak Daerah.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah interview dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan teknik analisis kualitatif yakni peneliti mendiskriptifkan hasil penelitian secara kualitatif tanpa perhitungan statistik dan kuantitatif yakni digunakan untuk melakukan perhitungan dengan angka-angka dan statistik. Dalam penelitian ini menghitung kontribusi dan efektivitas.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa selama kurun waktu lima tahun terakhir kontribusi PKB yang terendah ialah pada tahun 2002 sebesar 43,06% dan yang tertinggi ialah pada tahun 2006 sebesar 54,91%. Sedangkan kontribusi BBNKB yang terendah ialah pada tahun 2006 yakni sebesar 44,73% dan yang tertinggi ialah pada tahun 2002 yakni sebesar 56,95%. Dari hasil perhitungan efektivitas PKB yang terendah ialah pada tahun 2006 yakni sebesar 114,53% dan yang tertinggi ialah pada tahun 2003 yakni sebesar 132,85%. Sedangkan efektivitas BBNKB yang terendah ialah pada tahun 2003 yakni sebesar 100,23% dan yang tertinggi ialah pada tahun 2004 yakni 141,98%.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif yaitu penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain (Sugiyono,1999 : 7)
3.2 Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sulawesi Tengah.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Provinsi Sulawesi Tengah dan Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah. Jenis Data yang digunakan dalam bentuk :
1. Data PAD Sulawesi Tengah
2. DataPajak Daerah Sulawesi Tengah
3. Data Pajak Kendaraan Bermotor
4. Data Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
5. Data lainnya yang berhubungandengan penelitian
3.4 Tekhnik Pengumpulan Data
Sumber data sekunder yaitu sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen (Sugiyono, 2007 : 193)
3.5 Metode Analisis
1. Metode analisis kualitatif
Metode ini dilakukan dengan menganalisa beberapa hasil temuan, baik secara langsung maupun temuan berdasarkan hasil perhitungan dimana analisis tersebut dilakukan dengan cara pemaparan.
2. Metode analisis kuantitatif.
Metode analisis ini merupakan penganalisaan dengan menggunakan peralatan analisis. Adapun alat analisis yang digunakan untuk mengetahui kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor terhadap PAD Sulawesi Tengah, diformulasikan sebagai berikut :
1. Analisis Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor
= X 100%................................................................. (1)
Dimana :
KPKBn = Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor terhadap Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sulawesi Tengah tahun n
PKBn = Pajak Kendaraan Bermotor tahun n
PADn = Pendapatan Asli Daerah tahun n
Untuk mengetahui kontribusi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor terhadap terhadap Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Tengah digunakan formulasi sebagai berikut :
2. Analisis Kontribusi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
= X 100%...................................................... (2)
Dimana :
KBBNKBn ... = Kontribusi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor terhadap Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sulawesi Tengah tahun n
BBNKBn = Bea Balik nama Kendaraan Bermotor tahun n
PADn = Pendapatan Asli Daerah tahun n
3.5 Definisi Operasional Variabel
Konsep operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara umum PAD adalah merupakan sumber penerimaan daerah yang secara murni berasal dari berbagai potensi daerah yang dapat dikelola atas keputusan pemberian wewenang dari Pemerintah Pusat (Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah).
2. Pajak Kendaraan Bermotor, yang selanjutnya disingkat PKB, adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. (Kepmendagri no.25 tahun 2010 tentang Penghitungan Dasar PKB dan BBNKB tahun 2010 pasal 1 ayat 3).
3. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, yang selanjutnya disingkat BBN-KB, adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. .(Kepmendagri no.25 tahun 2010 tentang Penghitungan Dasar PKB dan BBNKB tahun 2010 pasal 1 ayat 4).
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Geografis
Propinsi Sulawesi Tengah terletak di bagian tengah Pulau Sulawesi, dengan luas wilayah daratan 63.305 Km2 atau 6.330.466,82 Ha. Luas wilayah Sulawesi Tengah daratan tersebut adalah 36,47 persen dari luas Pulau Sulawesi. Luas perairan laut Sulawesi Tengah mencapai 193.923,75 Km2 dengan jumlah pulau sebanyak 1.140 pulau dengan batas-batas wilayah sebagai berikut, sebelah utara berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Provinsi Gorontalo, sebelah timur berbatasan dengan Propinsi Maluku dan Maluku Utara, sebelah selatan berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Selatan dan Propinsi Sulawesi Tenggara, sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar dan Propinsi Sulawesi Barat.
Secara administrasi , hingga Tahun 2010 Provinsi Sulawesi Tengah terdiri atas 10 Kabupaten dan 1 Kota yaitu Kabupaten Donggala, Poso, Tolitoli, Banggai, Buol, Morowali, Parigi Moutong, Banggai Kepulauan, Tojo Una-Una, Sigi dan Kota Palu yang terdiri dari atas 155 Kecamatan, 159 Kelurahan dan 1.656 Desa.
Posisi astronomi Sulawesi Tengah terletak antara 2º22' Lintang Utara dan 3º48' Lintang Selatan serta 119º22' dan 124º22' Bujur Timur. Posisi Geostrategis Sulawesi Tengah berada di tengah wilayah nusantara dan di tengah pulau sulawesi, berada di lintasan koridor perairan dari utara ke selatan menuju lautan pasifik (Selat Makassar dan Laut Sulawesi).
4.2 Keadaan Iklim
Sebagaimana daerah lain di Indonesia, Kota Palu memiliki dua musim, yaitu musim panas dan musim hujan. Musim panas terjadi antara Bulan April-September, sedangkan musim hujan terjadi pada Bulan Oktober-Maret. Hasil pencatatan suhu udara pada Stasiun Udara Mutiara Palu Tahun 2010 bahwa rata-rata suhu udara adalah 27,7ºC. Suhu udara terendah terjadi pada Bulan Agustus yaitu sebesar 26.7ºC, sedangkan bulan lainnya suhu udara berkisar antara 26,7-28,8ºC. Kelembapan udara rata-rata tertinggi terjadi pada Bulan April yang mencapai 80 persen sedangkan kelembapan udara terendah terjadi pada Bulan Juni dan Agustus yaitu 82 persen.
Curah hujan tertinggi yang tercatat pada stasiun Meteorologi Mutiara Palu Tahun 2010 tejadi pada Bulan Juni yaitu 123,0 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada Bulan Maret yaitu 11,7 mm. Sementara itu kecepatan angin pada Tahun 2010 rata-rata 3,7 knots. Arah angin pada tahun 2010 masih berada pada posisi yang sama dengan tahun sebelumnya yaitu datang dari posisi utara. Kota Palu beriklim tropis yang dipengaruhi oleh angin muson dengan curah hujan rata-rata 1.500 mm sampai dengan 4.000 mm per tahun. Suhu udara berkisar antara 12ºC sampai 24ºC dengan kelembapan antara 78% pada musim hujan dan 70% pada musim kemarau. (sumber http://sulteng.go.id)
4.3 Penduduk
Ditinjau dari jenis kelamin, jumlah penduduk Sulawesi Tengah pada tahun 2000 yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada penduduk perempuan, yaitu 1,113 ribu jiwa berbanding 1,063 ribu jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 105.
Provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki 1.778 desa/kelurahan dan 590.954 rumah tangga serta luas wilayah 68.033,00 km2, secara umum pada tahun 2009 memiliki kepadatan penduduk 36 jiwa per km2, 1.395 jwa per desa, serta 4 jiwa dalam setiap rumah tangga.
Jumlah penduduk Sulawesi Tengah setiap tahunnya bertambah. Hal ini terjadi karena meningkatnya angka kelahiran, dan migrasi penduduk dari daerah lain. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1.
Penduduk Sulawesi Tengah, Menurut Jenis Kelamin, Seks Ratio
Tahun 1999-2003
Tahun | Laki-laki | Perempuan | Jumlah | Seks Ratio |
2000 2001 2002 2003 | 1.063.977 1.063.977 1.083.070 1.138.710 | 1.015.224 1.042.711 1.039.222 1.071.390 | 2.079.201 2.107.977 2.122.292 2.210.100 | 105 101 104,22 106,28 |
Sumber : BPS, Angka tetap hasil survei 2003
Pada tahun 2000 jumlah penduduk Sulawesi Tengah sebanyak 2.079.201 jiwa, yang kemudian meningkat menjadi 2.107.977 jiwa pada tahun 2001. Pada tahun 2002, penduduk Sulawesi Tengah sudah mencapai 2.122.292 jiwa, hingga pada tahun 2003 penduduk Sulawesi Tengah mencapai 2.210.100 jiwa
4.4 Keadaan Perekonomian
Kondisi perekonomian suatu daerah atau wilayah sangat tergantung pada potensi dan sumber daya yang dimiliki, berbagai kebijaksanaan, langkah dan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah untuk meningkatkan perekonomian di daerah ini. Salah satu indikator yang digunakan untuk melihat kemampuan suatu daerah mengembangkan potensinya adalah besarnya nilai PDRB yang dimiliki.
PDRB Propinsi Sulawesi Tengah
Laju pertumbuhan ekonomi Propinsi Sulawesi Tengah selama kurun waktu 2000-2010, khususnya dari sektor pertanian yang merupakan pemberi kontribusi terbesar terhadap PDRB Propinsi Sulawesi Tengah. Pada tahun 2000 kontribusi sektor pertanian sebesar 43,64% meningkat menjadi 45,03% pada tahun 2005 walaupun pada tahun 2006 terjadi penurunan 44,03% hingga 40,44% pada tahun 2010 tidak mempengaruhi sektor pertanian sebagai pemberi kontribusi terbesar terhadap PDRB Propinsi Sulawesi Tengah. Sektor pengangkutan dan komunikasi pada tahun 2005 mengalami penurunan selama kurun waktu 2000-2010 dimana pada tahun 2000 sebesar 6,78% menurun menjadi 6,66% pada tahun 2005. Walaupun terjadi penurunan kontribusinya, namun secara absolut (Juta Rupiah) terjadi peningkatan. Jika dibandingkan dengan tahun 2000, maka pada tahun 2010 secara absolut Nilai Tambah Bruto sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami peningkatan sebesar 122,86% (diolah dari tabel 2 terlampir). Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi peningkatan pendapatan masyarakat yang bekerja di sektor pengangkutan dan komunikasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel terlampir.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Perkembangan Target dan Realisasi PAD Sulteng
Seiring dengan Visi Dinas Pendapatan Daerah Sulawesi Tengah yakni “Menjadikan PAD sebagai sumber pembiayaan utama APBD Sulawesi Tengah”’ maka secara intensif dilakukan upaya-upaya dalam peningkatan PAD secara bersama-sama dengan Unit Pelayanan Terpadu Daerah (UPTD) serta Unit Kerja Terkait (UKT) lainnya agar realisasi penerimaan setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan.
Komponen penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut terdiri dari :
1. Hasil Pajak Daerah
2. Hasil Retribusi Daerah
3. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah; dan
4. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Tengah dalam kurun waktu 2000-2010 terus mengalami kenaikan setiap tahun. Kenaikan tersebut dapat diraih karena adanya upaya antara lain dilakukannya intensifikasi, ekstensifikasi, peningkatan mutu layanan, mendekatkan tempat pelayanan kepada wajib pajak melalui SAMSAT Keliling dan semakin membaiknya perekonomian masyarakat.
Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Tengah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun secara absolut. Pajak daerah merupakan pemberi kontribusi terbesar dibandingkan dengan retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah serta lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dari total Pendapatan Daerah selama Tahun anggaran 2000 sampai dengan Tahun 2010 Kontribusi yang terbesar adalah berasal dari Kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebesar 100%. Maka dapat disimpulkan bahwa pembiayaan penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan sebagian besar masih didukung dana dari Pendapatan Daerah dan Pemerintah Pusat.
Dari beberapa sumber pajak daerah, sejak kurun waktu tahun 2000-2010, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor sebagai sumber pendapatan daerah terbesar dan Pajak Kendaraan Bermotor merupakan sebagai sumber pendapatan daerah terbesar kedua setelah Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dibandingkan dengan jenis penerimaan daerah dari Pajak Daerah yang lain, kecuali pada tahun 2006, pajak kendaraan di atas air memberikan nilai yang tertinggi dibandingkan dengan jenis pajak daerah lainnya.
Peningkatan ini disebabkan oleh mulai tertatanya dengan baik pengelolaan pajak kendaraan di atas air. Jika diperhatikan secara menyeluruh selama kurun waktu tahun 2000 hingga 2010, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pajak Kendaraan Bermotor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Tengah yang bersumber dari pajak daerah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel terlampir.
Tabel 2
Pertumbuhan Target dan Realisasi PAD
Sulawesi Tengah Periode 2000-2010
Tahun Anggaran | P A D | Pertumbuhan ( % ) | ||
Target | Realisasi | Target | Realisasi | |
2000 | 32.904.694.036,00 | 34.036.738.105,63 | - | - |
2001 | 54.249.320.876,00 | 54.944.208.279,04 | 61,43 | 64,87 |
2002 | 65.044.831.100,00 | 83.625.326.096,20 | 52,20 | 19,09 |
2003 | 87.653.144.925,00 | 108.523.873.251,21 | 29,77 | 34,76 |
2004 | 108.364.557.308,00 | 122.907.876.638,71 | 13,25 | 23,63 |
2005 | 134.525.878.870,80 | 137.383.639.244,48 | 11,78 | 24,14 |
2006 | 151.334.717.470,51 | 160.508.900.042,45 | 12,49 | 16,83 |
2007 | 165.634.289.140,83 | 194.190.568.734,40 | 9,45 | 20,98 |
2008 | 224.673.524.898,00 | 229.479.742.225,30 | 35,64 | 18,17 |
2009 | 237.742.560.000,00 | 275.187.616.354,70 | 5,82 | 19,92 |
2010 | 278.234.075.874,00 | 411.797.140.000,00 | 17,03 | 49,64 |
Sumber : Data Setelah diolah
Tabel 3
Capaian Target dan Realisasi PAD
Sulawesi Tengah Periode 2000-2010
Tahun Anggaran | P A D | Capaian ( % ) | ||
Target | Realisasi | Target | Realisasi | |
2000 | 32.904.694.036,00 | 34.036.738.105,63 | 100 | 103,44 |
2001 | 54.249.320.876,00 | 54.944.208.279,04 | 100 | 101,28 |
2002 | 65.044.831.100,00 | 83.625.326.096,20 | 100 | 128,52 |
2003 | 87.653.144.925,00 | 108.523.873.251,21 | 100 | 123,82 |
2004 | 108.364.557.308,00 | 122.907.876.638,71 | 100 | 113,41 |
2005 | 134.525.878.870,80 | 137.383.639.244,48 | 100 | 102,12 |
2006 | 151.334.717.470,51 | 160.508.900.042,45 | 100 | 106,06 |
2007 | 165.634.289.140,83 | 194.190.568.734,40 | 100 | 117,24 |
2008 | 224.673.524.898,00 | 229.479.742.225,30 | 100 | 102,13 |
2009 | 237.742.560.000,00 | 275.187.616.354,70 | 100 | 115,75 |
2010 | 278.234.075.874,00 | 411.797.140.000,00 | 100 | 148,00 |
Target Pendapatan Asli Daerah pada angggaran Pendapatan Daerah selama Tahun anggaran 2000 sampai dengan Tahun 2010 secara keseluruhan mengalami peningkatan yang signifikan pertumbuhannya. Sejalan dengan penetapan terget Pendapatan Asli Daerah tersebut tersebut dan memperhatikan berbagai indikator ekonomi yang ada dan upaya-upaya yang dilaksanakan dalam mendukung pencapaian target yang maksimal terhadap Pendapatan Daerah utamanya Pendapatan Asli Daerah dapat digambarkan secara keseluruhan realisasi Pendapatan Asli Daerah Tahun 2000-2010 pada tabel 2. Adapun perkembangan capaian realisasi Pendapatan Asli Daerah Tahun 2000-2010 meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun ini dapat dilihat pada tabel 3.
5.2 Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor terhadap Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sulawesi Tengah Periode 2000-2010
Dengan menggunakan persamaan 1, diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut:
Tabel 4
Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor
Terhadap Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sulawesi Tengah Periode 2000-2010
Tahun Anggaran | PAD (Rp) | PKB | Kontribusi |
2000 | 34.036.738.105,63 | 8.404.788.158,00 | 24,69 |
2001 | 54.944.208.279,04 | 14.442.965.607,00 | 26,29 |
2002 | 83.625.326.096,20 | 20.921.840.575,50 | 25,02 |
2003 | 108.523.873.251,21 | 28.170.602.782,41 | 25,96 |
2004 | 122.907.876.638,71 | 36.253.369.102,00 | 25,90 |
2005 | 137.383.639.244,48 | 41.713.497.725,00 | 30,36 |
2006 | 160.508.900.042,45 | 47.191.063.684,00 | 29,40 |
2007 | 194.190.568.734,40 | 55.178.993.214,00 | 28.41 |
2008 | 229.479.742.225,30 | 74.904.139.690,00 | 32,64 |
2009 | 275.187.616.354,70 | 79.437.856.610,00 | 28,87 |
2010 | 411.797.140.000,00 | 99.117.597.457,00 | 24,07 |
Sumber : Data setelah diolah
Sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor terhadap PAD Sulawesi Tengah lebih dari 24%. Tahun 2000 kontribusi PKB sebesar 24,69 % meningkat menjadi 26,29% pada tahun 2001. Kontribusi PKB terhadap PAD mengalami penurunan pada tahun 2002, yakni menurun 1,27%. Namun jika dilihat secara absolut terjadi peningkatan Pajak Kendaraan Bermotor dimana pada tahun 2001 sebesar 14.442.965.607,00 meningkat menjadi 20.921.840.575,54 tahun 2002. Tahun 2003 kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor kembali mengalami kenaikan 0,94% dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan tahun 2004 kembali mengalami penurunan sebesar 0,6%. Tahun 2005 kontribusinya mengalai peningkatan yang cukup besar dibandingkan dengan kenaikan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun tersebut, kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor mengalami kenaikan 4,46%.
Pada tahun 2006 hingga tahun 2007 kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor terhadap Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Tengah terus mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tahun 2006 kontribusi PKB sebesar 29,40% atau meningkat sebesar 0,96% dan tahun 2007 menurun sebesar 0,91% atau menjadi 28,41%. Pada tahun 2008 kontribusinya mengalami kenaikan yang cukup bersar yakni 32, 64%. Peningkatan kontribusi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yakni Adanya kemudahan yang diberikan pihak dealer kendaraan bermotor kepada konsumen dengan cara angsuran dengan uang muka yang relatif terjangkau; Penerapan Surat Pemberitahuan Pajak Kendaraan Bermotor (Super PKB); Peningkatan kinerja pelayanan kepada wajib pajak melalui SAMSAT keliling; Meningkatnya kinerja aparatur yang terintegrasi dalam kantor bersama SAMSAT dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana jalan yang menghubungkan antara propinsi, kabupaten/kota se Sulawesi Tengah sehingga mendorong masyarakat untuk memiliki kendaraan bermotor, baik roda 2 maupun roda 4 sehingga berimplikasi pada peningkatan penerimaan daerah dari Pajak Kendaraan Bermotor. Tahun 2009 hingga tahun 2010 kontribusinya kembali mengalami penurunan dari tahun ke tahun. tahun 2009 kontribusinya menurun menjadi 28,87% dan tahun 2010 menurun menjadi 24,07%.
Jika dilhat secara keseluruhan, selama kurun waktu 2000 hingga 2010, Pajak Kendaraan Bermotor memberikan kontribusi terhadap PAD sulteng di atas 24%, hal ini dapat dikatakan bahwa Pajak Kendaraan Bermotor memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sulawesi Tengah.Sejak tahun 2003 hingga tahun 2005 terjadi kenaikan secara terus-menerus. Pada tahun 2005 kontribusi PKB terhadap PAD mencapai angka terbesar yakni 30,36%.
Pertumbuhan Pajak Kendaraan Bermotor dapat dilihat pada tabel 5 berikut :
Tabel 5
Pertumbuhan Pajak Kendaraan Bermotor
Provinsi Sulawesi Tengah Periode 2000-2010 (%)
Tahun Anggaran | PKB | Pertumbuhan pertahun (%) |
2000 | 8.404.788.158,00 | - |
2001 | 14.442.965.607,00 | 71,84 |
2002 | 20.921.840.575,50 | 44,86 |
2003 | 28.170.602.782,41 | 34,65 |
2004 | 36.253.369.102,00 | 28,69 |
2005 | 41.713.497.725,00 | 15,06 |
2006 | 47.191.063.684,00 | 13,13 |
2007 | 55.178.993.214,00 | 16,93 |
2008 | 74.904.139.690,00 | 35,75 |
2009 | 79.437.856.610,00 | 6,05 |
2010 | 99.117.597.457,00 | 24,77 |
Sumber : Data Setelah Diolah
Berdasarkan data pada tabel di atas, pertumbuhan penerimaan PKB tertinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, adalah pada tahun 2001, yakni 71, 84%. Pertumbuhan ini disebabkan oleh adanya upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah.
Sejak tahun 2002 hingga tahun 2006, pertumbuhan PKB kembali mengalami penurunan dari tahun ke tahun. tahun 2002 pertumbuhannya sebesar 44,86%, tahun 2003 sebesar 34,65%, tahun 2004 sebesar 28,69%, tahun 2005 sebesar 15,06% dan tahun 2006 sebesar 13,13%. Penurunan ini disebabkan oleh banyaknya wajib pajak yang tidak melakukan pembayaran pajak kendaraan bermotor.
Pada tahun 2007 pertumbuhan PKB kembali mengalami peningkatan menjadi 16,93% dan tahun 2008 meningkat menjadi 35,75%. Pada tahun 2009 pertumbuhan PKB kembali menurun, pada tahun ini penerimaan PKB mengalmi pertumbuhan 6,05%, merupakan pertumbuhan terendah selama kurun waktu 2000 hingga 2010. Pada tahun 2010 pertumbuhan PKB kembali meningkat menjadi 24,77%.
Selama kurun waktu 2000 hingga 2010, PKB mengalami pertumbuhan yang berfluktuasi dan berada di atas 5%, pertumbuhan tertinggi yakni pada tahun 2001 sebesar 71,84% dan pertumbuhan terendah yakni pada tahun 2009 yakni sebesar 6,05%. Jika diamati secara menyeluruh sejak tahun 2000 hingga tahun 2010, Pajak Kendaraan Bermotor terus meningkat dari tahun ke tahun secara absolute, hal ini menggambarkan adanya perkembangan yang cukup baik dalam pengeloaan pajak daerah, yang diharapkan penerimaan daerah dari Pajak kendaraan bermotor dapat dijadikan sumber pembiayaan yang manjadi harapan dalam pembangunan daerah di Sulawesi tengah. Jumlah Kendaraan Bermotor tahun 2000-2010 disajikan pada tabel terlampir.
Berdasarkan tabel yang terlampir, jumlah kendaraan roda II dan roda IV terus mengalami peningkatan tahun ke tahun karena adanya peningkatan taraf hidup masyarakat dimana kendaraan bermotor baik roda II maupun roda VI idak lagi dianggap kebutuhan mewah melainkan merupakan kebutuhan primer dalam rangka menunjang kegiatan sehari- hari, sehingga hal ini mengindikasikan bahwa sumber penerimaan daerah yaang berasal dari pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKN) menjadi sumber penerimaan daerah sangat penting dan perlu harus dikelola dengan baik guna menunjang penerimaan asli daerah (PAD) Sulawesi Tengah.
5.1.1 Pengenaan Sanksi Administrasi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Pengenaan sanksi administrasi terhadap wajib pajak / pemilik kendaraan bermotor yang kurang atau lambat bayar pajaknya dikenakan berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau lambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat bulan) dihitung saat terutangnya pajak. Apabila kita setelah jatuh tempo masa berlaku STNK (surat tanda nomor kendaraan) belum melakukan perpanjangan maka kita akan dikenai denda PKB (pajak kendaraan bermotor) dan SWDKLLJ (sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas), adapun cara perhitungannya:
a. Denda PKB (pajak kendaraan bermotor)
ada yang telat 3 hari bahkan 1 hari dianggap 1 tahun, tiap wilayah berbeda, tetapi prinsip cara menghitungnya adalah 25% per tahun - terlambat 3 bulan PKB x 25% x 3/12
- terlambat 6 bulan PKB x 25% x 6/12
b. Denda SWDKLLJ (sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas)
Besarnya Rp 32.000 untuk motor & Rp100.000 untuk roda 4.
Besarnya Rp 32.000 untuk motor & Rp100.000 untuk roda 4.
5.3 Kontribusi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Periode 2000-2010
Tabel 6
Kontribusi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Terhadap Pendapatan Asli Daerah Sulteng Periode 2000-2010.
Tahun Anggaran | PAD (Rp) | BBN-KB | Kontribusi |
2000 | 34.036.738.105,63 | 12.012.136.346,00 | 35,29 |
2001 | 54.944.208.279,04 | 22.269.773.043,00 | 40,53 |
2002 | 83.625.326.096,20 | 36.061.883.464,30 | 43,12 |
2003 | 108.523.873.251,21 | 41.970.350.647,96 | 38,67 |
2004 | 122.907.876.638,71 | 46.458.209.626,00 | 37,80 |
2005 | 137.383.639.244,48 | 51.397.337.671,00 | 37,41 |
2006 | 160.508.900.042,45 | 42.437.795.647,00 | 26,44 |
2007 | 194.190.568.734,40 | 61.213.904.024,00 | 31,52 |
2008 | 229.479.742.225,30 | 95.120.179.949,00 | 41,45 |
2009 | 275.187.616.354,70 | 94.946.777.000,00 | 34,50 |
2010 | 411.797.140.000,00 | 164.307.214.400,00 | 39,90 |
Sumber : Data setelah diolah
Tahun 2000 kontribusi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor terhadap PAD Sulteng sebesar 35,29% meningkat menjadi 40,53% pada tahun 2001. Tahun 2002 hingga tahun 2006 mengalami penurunan dari tahun ke tahun. dibandingkan dengan 1 tahun sebelumnya, kontribusinya meningkat sebesar 5,08% pada tahun 2007 dan tahun 2008 mengalami peningkatan kontribusinya sebesar 9,93%. Pada tahun 2009 kembali mengalami penurunan kontribusi menjadi 34,50%. kontribusinya kembali meningkat menjadi 39,90% atau meningkat sebesar 5,40%.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui adanya fluktuasi kontribusi BBNKB terhadap PAD Sulteng. Selama kurun waktu 2000 hingga 2010, kontribusinya yang paling besar terhadap PAD sulteng yakni pada tahun 2001 sebesar 43,12%; dan kontribusi terendah yakni pada tahun 2006 sebesar 26,44%. Besarnya kontribusi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor terhadap Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Tengah memberikan gambaran bahwa, Pajak daerah yang bersumber dari Bea Balik Nama kendaraan Bermotor merupakan sumber penerimaan daerah Sulawesi Tengah yang sangat mendukung pembiayaan pembangunan daerah di Sulawesi Tengah.
Tabel 7
Pertumbuhan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Periode 2000-2010
Tahun Anggaran | BBN-KB | Pertumbuhan Pertahun (%) |
2000 | 12.012.136.346,00 | - |
2001 | 22.269.773.043,00 | 85,39 |
2002 | 36.061.883.464,30 | 61,93 |
2003 | 41.970.350.647,96 | 16,38 |
2004 | 46.458.209.626,00 | 10,69 |
2005 | 51.397.337.671,00 | 10,63 |
2006 | 42.437.795.647,00 | -17,43 |
2007 | 61.213.904.024,00 | 44,24 |
2008 | 95.120.179.949,00 | 55,34 |
2009 | 94.946.777.000,00 | -0,18 |
2010 | 164.307.214.400,00 | 73,05 |
Sumber : Data Setelah Diolah
Berdasarkan data pada tabel di atas, terlihat bahwa pada tahun 2001, pertumbuhan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor sebesar 85,39%. Pertumbuhan yang sangat tinggi ini disebabkan adanya peningkatan jual beli kendaraan bermotor roda dua. Tahun 2002 hingga tahun 2006 terus mengalami pertumbuhan yang negatif atau menurun dibadingkan dengan tahun sebelumnya setiap tahun. Tahun 2002 pertumbuhannya sebesar 61,93%, tahun 2003 sebesar 16,38%, tahun 2004 sebesarn10,69%, tahun 2005 sebesar 10,63% dan tahun 2006 mengalami penurunan sebesar -17,43%. Penurunan ini disebabkan makin bertambahnya jumlah dealer kendaraan bermotor khsusnya kendaraan bermotor roda dua yang memberikan kemudahan kredit pembelian kendaraan bermotor, bertambahnya jenis kendaraan bermotor dengan kualitas dan harga yang relatif murah dari tahun ke tahun, kondisi ini menyebabkan kurangnya minat konsumen untuk membeli kendaraan bermotor bekas, yang berimplikasi pada menurunnya penerimaan pajak daerah yang bersumber dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
Tahun 2007 pertumbuhan BBN-KB meningkat menjadi 44,24%, dan tahun 2008 meningkat menjadi 55,34% ini kareana banyaknya penjualan kendaraan bermotor khususnya roda VI yang jika kendaraannya akan dibuatkan BBNKB dari pihak pertama Dealer di ubah ke pihak kedua yaitu pembeli maka pajak BBNKB dibayar 10% dari harga kendaraannya sehingga akan lebih tanggi penerimaan dari BBNKB sedangkan pada Tahun 2009 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor kembali mengalami penurunan -0,18%. Kondisi ini disebabkan banyaknya kendaraan bermotor baik roda dua mau pun roda empat dengan berbagai merek dan tipe yang dilepaskan pihak perusahaan ke pasar, dan adanya kemudahan angsuran dan uang muka kendaraan bermotor yang di jual secara kredit kepada konsumen. Kondisi ini menyebabkan menurunnya jual beli kendaraan bermotor bekas.
Tahun 2010 pertumbuhan BBNKB kembali meningkat sebesar 73,05%. Peningkatan yang cukup signifikan ini disebabkan banyaknya lembaga keuangan Bank dan Pegadaian yang memberikan layanan pinjaman dana dengan jaminan Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB). Hal ini mendorong pemilik kendaraan bermotor mengurus BPKB yang dibelinya dari tahun sebelumnya.
Peningkatan realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari kontribusi PKB dan BBNKB yaitu dengan adanya penerapan Surat Pemberitahuan Pajak Kendaraan Bermotor (Super PKB) karena semakin banyak wajib pajak yang rutin membayar pajaknya maka otomatis penerimaan daerah makin meningkat. Sementara itu peningkatan kinerja pelayanan kepada wajib pajak melalui SAMSAT keliling juga sangat penting karena akan lebih memudahkan bagi wajib pajak untuk membayar pajaknya dan lebih efisien dan efektif. Dan juga peningkatan jual beli kendaraan bermotor roda II maupun roda VI akan lebih meningkat jika kulitas sarana dan prasarana jalan yang menghubungkan provinsi, kabupaten/kota se Sulawesi Tengah maka akan lebih banyak masyarakat yang akan membeli kendaraan bermotor sehingga kontribusi dari masing-masing pajak tersebut akan lebih meningkat.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa selama kurun waktu 2000 hingga 2010 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor memberikan kontribusi terbesar terhadap Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Tengah. Selama kurun waktu tersebut, Kontribusinya terhadap PAD Sulawesi Tengah mengalami fluktuasi. Kontribusinya terendah yakni pada tahun 2006 sebesar 26,44% dan kontribusinya tertinggi yakni pada tahun 2002 sebesar 43,12%.
Pajak kendaraan bermotor selama kurun waktu tahun 2000 hingga tahun 2010 memberikan kontribusi yang cukup besar setelah Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, selama kurun waktu tersebut kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Tengah berfluktuasi. Kontribusinya terendah yakni pada tahun 2000 sebesar 24,69%. Tahun 2008 kontribusinya merupakan yang tertinggi selama kurun waktu tersebut yakni sebesar 32,64%.
Beberapa hal yang mempengaruhi fluktuasi kontribusi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pajak Kendaraan Bermotor selama kurun waktu Tahun 2000 hingga 2010 adalah adanya penerapan Surat Pemberitahuan Pajak Kendaraan Bermotor (Super PKB); Peningkatan kinerja pelayanan kepada wajib pajak melalui SAMSAT keliling; Meningkatnya kinerja aparatur yang terintegrasi dalam kantor bersama SAMSAT dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana jalan yang menghubungkan antara propinsi, kabupaten/kota se Sulawesi Tengah, peningkatan jual beli kendaraan bermotor roda dua dan Roda IV, bertambahnya jumlah dealer kendaraan bermotor khsusnya kendaraan bermotor roda dua yang memberikan kemudahan kredit pembelian kendaraan bermotor, bertambahnya jenis kendaraan bermotor dengan kualitas dan harga yang relatif murah dari tahun ke tahun, adanya kemudahan angsuran dan uang muka kendaraan bermotor yang di jual secara kredit kepada konsumen.
Selama kurun waktu tahun 2000 hingga 2010, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pajak Kendaraan Bermotor memberikan peranan yang sangat besar terhadap Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sulawesi Tengah. Dan dari 5 Pajak Provinsi yang ada Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor merupakan Pajak Daerah yang menjadi andalan dalam pendanaan APBD Sulawesi Tengah, maka dengan membayar PKB secara rutin setiap tahunnya sehingga PAD akan semakin meningkat.
6.2 Saran
Dinas Pendapatan Propinsi Sulawesi Tengah perlu meningkatkan kinerjanya dalam menggali potensi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yaitu dengan memperhatikan upaya-upaya yang telah dilaksanakan dan berpedoman pada pencapaian target serta hasil evaluasi atas kinerja yang telah dilaksanakan, maka secara operasional kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan daerah khususnya Pendapatan Asli Daerah, dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
a. Meningkatkan bimbingan tekhnis dan pemerataan penempatan pegawai pada seluruh UPTD secara proporsional
b. Mengefektifkan pelaksanaan koordinasi terhadap SKPD, melengkapi sarana komputer yang berbasis Online pada 11 UPTD
c. Mengintensifkan pelaksanaan sosialisasi untuk kesadaran masyarakat dalam membayar pajak
d. Meningkatkan/mengoptimalkan operasional UPTD
e. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan pendapatan
f. Meningkatkan Sosialisasi Pajak dan Retribusi Daerah kepada Wajib Pajak dan Retribusi Daerah
g. Peningkatan kinerja pelayanan kepada wajib pajak melalui SAMSAT keliling;
h. Meningkatkan koordinasi terhadap SKPD terkait pengelola Pendapatan Daerah
Sedangkan bagi wajib pajak sendiri, disarankan untuk lebih sadar akan pentingnya rutin membayar Pajak Kendaraan Bermotor yang dimilikinya karena akan berdampak langsung kepada peningkatan perekonomian Sulawesi Tengah khususnya yang berasal dari Pajak Daerah dan juga wajib pajak yang taat pajak tidak akan di tilang oleh Polantas karena PKB yang tidak dibayar.
DAFTAR PUSTAKA
A.Buku-buku
Anwar Nasution, mei 1984, Aspek Ekonomi Anggaran Belanja Negara, Jakarta; Tabloid Prisma No. 5, Jakarta
Bohari, 1987, Pengantar Perpajakan. Jakarta ; Ghalian, Jakarta.
Eko Lasmana, 1992, Sistem Perpajakan di Indonesia. Jakarta ; PT Prima Kamps Grafika Jakarta
Ibnu Syamsi, 1994. Dasar-dasar Kebijaksanaan Keuangan Daerah. Jakarta ; Rineika Cipta, Jakarta.
Imam Wahyutomo. 1994. Pajak. Yogyakarta ; AMP YKPN Yogyakarta
Mardiasmo, 2002. Otonomi dan Manajamen Keuangan Daerah. Yogyakarta ; ANDI Yogyakarta
Mardiasmo, 2002. Perpajakan. Yogyakarta ; ANDI Yogyakarta
Rochmat Sumitro, 1980. Pokok-pokok Perpajakan. Jakarta ; Liberty, Jakarta.
Sugiyono, 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung ; CV. Alfabeta Bandung.
B. Dokumen-dokumen
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-undang N0. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.
Undang-undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, Pajak Kendaraan Bermotor Di Air dan BBN Kendaraan Bermotor Di Atas Air
Kepmendagri No. 25 Tahun 2010 Tentang Penghitungan Dasar PKB dan BBN- KB Tahun 2010
Neli Kurniawati. 2006. Kontribusi Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Terhadap PAD Sulawesi Tengah PERIODE 2000-2005. Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Tadulako
Sari Vika Ferna Yustiva. 2008. Kontribusi Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Terhadap Pajak Daerah Pada Unit Pelayanan Pendapatan Daerah Kabupaten Pati,Skripsi Fakultas Ekonomi,Universitas Semarang.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar