II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai (Glycine max L.) termasuk famili Leguminoceae, sub famili Papilionideae, merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak dan berdaun lebat (Fachrudin, 2000).
Tanaman kedelai berbatang tegak dengan tinggi 30 – 100 cm memiliki bunga sempurna yaitu bunga jantan dan betina. Polong pertama pada kedelai dapat terlihat pada umur 10 – 14 hari setelah munculnya bunga. Tiap-tiap polong dapat membentuk 2 – 4 biji. Berat biji kedelai bisa mencapai 6 – 30 gram setiap 100 biji kedelai (Hidayat, 1995).
Pertumbuhan tanaman kedelai dibedakan atas dua tipe yaitu tipe indeterminit dan determinit. Tanaman kedelai termasuk berkeping dua, yaitu mempunyai perakaran tunggang. Pada akar terdapat bintil-bintil yang merupakan koloni bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri ini dapat menfiksasi nitrogen dari udara yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman kedelai. Batang kedelai berwarna ungu atau hijau, daun kedelai adalah majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun, warna daun hijau muda, hijau tua atau hijau kekuning-kuningan, tergantung varietasnya. Bunga kedelai disebut bunga kupu-kupu dan merupakan suatu rangka yang terdiri 3 – 15 bunga yang terdapat di ketiak daun. Biji terdapat di dalam polong yang jumlahnya berkisar 1-5 biji per polong. Pada umumnya varietas-varietas kedelai yang diusahakan mempunyai 2 – 3 biji per polong (Somatmadja, 1977).
Di Indonesia besar biji sering diukur dari bobot per 100 biji kering. Digolongkan berbiji kecil bila bobot 100 bijinya antara 6-10 g; berbiji sedang bila bobot 100 bijinya 13 g dan bila lebih dari 13 g termasuk berbiji besar (Suprapto, 1996).
Umur panen kedelai tergantung pada varietas dan lingkungan tumbuhnya; kedelai umur panennya 75 – 85 hari digolongkan tanaman berumur genjah dan berumur 86 – 95 hari atau lebih digolongkan sebagai kedelai berumur dalam (Sumarno, 1984).
2.2 Karakteristik Nematoda Parasit Tumbuhan
2.2.1. Klasifikasi Nematoda
Menurut Dropkin (1992), nematoda puru akar termasuk Filum Nemathelmintes, klas Nematoda, Ordo Tylenchida, Sub Ordo Tylenchina, Famili Heterodera, Sub Famili Meloidogynae, Genus Meloidogyne.
2.2.2. Morfologi Nematoda
Nematoda betina dewasa berbentuk seperti buah jeruk atau pear. Mempunyai leher pendek dan tanpa ekor. Panjang tubuh antara 0,40 – 1,30 mm dan lebarnya 0,27 – 0,75 mm. Telur-telurnya diletakkan di dalam kantung telur yang terdapat di luar tubuh betina dan disekresikan oleh sel-sel kelenjar rektum. Mempunyai stylet yang lebih pendek dan lebih kecil (Dropkin, 1988 dalam Panggeso, 1998).
Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang bergerak lambat di dalam tanah. Panjang 1,2 – 1,5 mm dan lebar 30 – 36 m. Stylet kuat dan berknop, panjang stylet 17 – 25 m. Kepalanya tidak berlekuk, ekornya pendek dan membulat (Dropkin, 1992).
2.2.3. Daur Hidup
Secara umum daur hidup nematoda parasit tumbuhan hampir sama, melewati fase preparasitik, dan fase parasitik. Masa telur diletakkan dalam masa gelatin untuk melindungi telur dari kekeringan dan gangguan jasad renik. Telur yang mengandung embrio berkembang menjadi larva dan mengalami pergantian kulit pertama (stadia 1) di dalam telur, kemudian menetas menjadi stadia 2. Larva keluar sesaat setelah telur menetas yang bentuk dan struktur larva sama dengan nematoda dewasa, kecuali organ reproduksi atau gonad yang masih dalam pertumbuhan dengan ukuran kecil.
Larva stadia 2 merupakan stadia infektif, karena larva tersebut mampu melakukan infeksi terhadap tanaman inang. Di dalam akar larva 2 akan bergerak menuju ke tempat yang cocok, yaitu dekat silinder pusat untuk mendapatkan makanan. Selanjutnya larva tersebut akan tumbuh dan berkembang dengan melakukan pergantian kulit pada setiap akhir suatu fase menjadi larva stadia 3 dan larva stadia 4. Setelah pergantian kulit yang terakhir menjadi larva stadia 4, nematoda menjadi jantan atau betina. Lama daur hidup nematoda bervariasi, dipengaruhi oleh tanaman inang dan suhu. Kisaran daur hidup antara tiga minggu sampai satu bulan (Sastrahidayat, 1990).
2.2.4. Gejala Serangan
Gejala serangan nematoda pada umumnya dibagi dua yaitu gejala serangan pada bagian tanaman didalam tanah meliputi: luka (lesion) pada akar, kematian permukaan jaringan akar, pembusukan, terbentuknya akar-akar cabang yang tidak normal. Terjadinya akar-akar cabang yang pendek-pendek atau mengering dan puru akar. Sedangkan gejala serangan diatas permukaan tanah yaitu : kematian jaringan tanaman dan perubahan warna pada inang, pembusukan batang semu, kematian atau tidak berfungsinya kuncup, daun atau batang mengkerut atau meluntir, dan puru pada biji (Panggeso, Nasir dan Wahid, 2000).
2.3 Ketahanan Varietas
Ketahanan atau resistensi tanaman merupakan pengertian yang bersifat relatif karena untuk melihat ketahanan suatu jenis tanaman sifat tanaman yang tahan harus dibandingkan dengan sifat tanaman yang tidak tahan atau peka. Tanaman yang tahan adalah tanaman yang menderita kerusakan lebih sedikit bila dibandingkan dengan tanaman yang lain dalam keadaan tingkat populasi hama yang sama dan keadaan lingkungan yang sama. Jadi pada tanaman yang tahan, kehidupan dan perkembangbiakan serangga menjadi lebih terhambat bila dibandingkan dengan sejumlah populasi hama tersebut berada pada tanaman yang tidak atau kurang tahan (Untung, 1996).
Menurut Oka (1995) daya tahan tanaman terhadap serangga hama adalah jumlah relatif dan sifat-sifat yang diturunkan oleh tanaman yang mempengaruhi derajat kerusakan oleh serangga. Dalam hubungan dengan derajat ketahanan suatu varietas terhadap suatu spesies hama, Painter (1951), menggolongkan tanaman ke dalam lima golongan yaitu : (1) Imun adalah varietas yang tidak akan dimakan atau dirusak oleh hamanya dalam kondisi tertentu ; (2) Daya tahan yang tinggi adalah varietas yang hanya memperlihatkan kerusakan kecil saja oleh spesies hama tertentu dalam keadaan tertentu ; (3) Daya tahan rendah adalah varietas yang menunjukkan derajat kerusakan yang kurang atau infestasi yang lebih sedikit oleh hamanya dibandingkan dengan kerusakan rata-rata oleh hamanya pada keadaan tertentu; (4) Rentan adalah varietas yang menunjukkan kerusakan-kerusakan yang lebih besar dibandingkan dengan kerusakan rata-rata oleh hamanya; (5) Sangat rentan adalah varietas yang menunjukkan kerusakan yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan kerusakan rata-rata yang disebabkan hamanya dalam keadaan tertentu.
Sifat ketahanan yang dimiliki oleh tanaman dapat merupakan sifat asli atau terbawa keturunan (faktor genetik) tetapi dapat juga karena keadaan lingkungan (ekologik) yang menyebabkan tanaman menjadi tahan terhadap hama. Sifat ketahanan ekologik tidak tetap dan mudah berubah tergantung pada keadaan lingkungannya, sedangkan sifat ketahanan genetik relatif stabil dan sedikit dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Ketahanan genetik mempunyai tiga mekanisme ketahanan tanaman yaitu nonpreference, antibiosis, dan toleran. Nonpreference menujukkan sifat tanaman yang menyebabkan suatu serangga menjauhi atau tidak menyenangi baik sebagai pakan atau tempat untuk meletakkan telur. Antibiosis adalah semua pengaruh fisiologis pada serangga yang merugikan yang bersifat sementara atau tetap sebagai akibat dari serangga yang makan atau mencerna jaringan atau cairan tanaman tertentu. Toleran adalah mekanisme ketahanan yang terjadi karena adanya kemampuan tanaman tertentu untuk menyembuhkan luka yang diderita atau tumbuh lebih cepat sehingga serangan hama kurang berpengaruh terhadap hasil, bila dibandingkan dengan tanaman lain yang lebih peka (Untung, 1996).
Dalam keadan alami pada umumnya tumbuhan memilih beraneka ragam ketahanan untuk mempertahankan dirinya dari serangan hama. Ketahanan yang beraneka ragam ini penting untuk mencegah hama-hama tersebut berevolusi cepat untuk mengatasi daya tahan tumbuhan inangnya itu. Namun demikian tanaman yang diusahakan dalam agroekosistem sering tidak memiliki pertahanan diri yang beraneka ragam karena itu pertahanannya menjadi tidak menetap. Hama sering dapat mengalahkan faktor-faktor ketahanan tanaman tersebut, sebab tadinya dimuliakan untuk memiliki satu atau beberapa faktor ketahanan (Oka, 1995).
Menurut Untung (1996), bahwa pengelompokan tanaman tahan hama juga dapat dilakukan menurut bagaimana cara atau sifat tanaman itu diturunkan. Ada tiga kelompok ketahanan menurut cara ketahanan itu diturunkan yaitu ketahanan oligogenik, ketahanan poligenik, dan ketahanan sitoplasmik. Ketahanan oligogenik adalah ketahanan yang ditentukan oleh satu atau sedikit gen yang pengaruhnya dapat diketahui. Ketahanan poligenik yaitu sifat ketahanan yang ditentukan oleh banyak gen dan setiap gen menyumbangkan sedikit terhadap sifat ketahanan. Sifat ketahanan diturunkan melalui cara yang sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan sifat-sifat tanaman lain seperti kekuatan tanaman. Ketahanan sitoplasmik adalah ketahanan yang disebabkan karena adanya bahan yang mampu mengadakan mutasi yang hanya dijumpai di sitoplasma.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar