I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman kakao (Theobroma cacao L) adalah salah satu komoditi tanaman perkebunan yang merupakan sumber divisa negara selain minyak bumi. Di negara Indonesia tanaman kakao cukup strategis untuk dikembangkan karena selain memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi, juga memiliki potensi lahan yang cukup luas (Sutrisno dan Winarya, 1997 dalam Ramlan, 2003).
Perkembangan kakao di Indonesia mengalami kemajuan dengan pesat, mulai dibudidayakan secara luas sejak tahun 1970 melalui swadaya masyarakat, perkebunan besar baik dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Pada tahun 1980 luas pertanahan kakao 37.082 ha dengan produksi sebesar 10.282 ton, dan selanjutnya tahun 1990 menjadi 345.003 ha dengan produksi sebesar 113.786 ton, selanjutnya pada tahun 2000 menjadi 588.311 ha dengan produksi sebesar 273.881 ton (Anonim, 2003).
Sebagai komoditi ekspor tanaman kakao dari tahun ketahun mengalami peningkatan baik dari segi luas area maupun produksinya, tahun 2004 luas tanaman kakao naik sebesar 22,09 persen yakni dari 137.888 ha meningkat menjadi 168.350 ha, tahun 2004 dengan peningkatan produksi sebesar 11,60 persen yaitu dari 114.984 ton tahun 2003 menjadi 128.324 ton tahun 2004 (Badan Pusat Statistik, 2004). Sulawesi Tengah turut pula memberi andil dalam produksi kakao di Indonesia, dari tahun ke tahun luas areal pertanaman kakao di Sulawesi Tengah mengalami Pertambahan Keadaan ini membuat Pemerintah Sulawesi Tengah menaruh perhatian yang cukup besar terhadap pengembangan komoditi kakao yang mempunyai peranan strategis, karena disamping merupakan sumber penghasilan devisa negara, juga termasuk sumber pendapatan masyarakat terutama petani yang kemudian di jadikan komoditi andalan (Anonim, 2003).
Luas pertanaman kakao di Sulawesi Tengah adalah sekitar 250.000 ha dengan produksi sekitar 147.155 ton. Areal perkebunan kakao di Sulawesi Tengah terbesar pada tujuh Kabupaten dan umumnya merupakan perkebunan rakyat yang dikelola secara intensif. Dari Kabupaten tersebut, Kabupaten Donggala dan Parigi Moutong yaitu masing-masing 27.775 ha dan 30.850 ha dan sisanya masing-masing Kabupaten Poso 10.659 ha, Luwuk Banggai dan Baggai Kepulauan 9.464 ha, Kabupaten Morowali 8.455 ha dan sisanya adalah Kabupaten Toli-Toli dan Kabupaten Buol sekitar 10.000 ha dan 4.000 ha (Badan Pusat Statistik, 2005).
Ekspor kakao menempati urutan pertama dari urutan ekspor Sulawesi Tengah. Ekspor kakao pada tahun 2003 sebanyak 80.000 ton dengan nilai kira-kira USD 960.000.000 meningkat pada tahun 2004 mencapai jumlah yang menggembirakan yaitu lebih dari 128.000 ton dengan nilai ekspor sekitar USD 1.536.000.000. Selain pasar ekspor, biji kakao Sulawesi Tengah juga sudah mulai terbuka peluang pasar dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan biji kakao dalam negeri (Muslimin, 2005 : 71-72).
Anda ingin skripsi diatas fersi full nya?? klik disini
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar