1.1 Latar Belakang
Tanaman Kakao di Indonesia merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting, karena merupakan bahan baku industri yang dapat meningkatkan devisa negara dan pendapatan para petani kakao.
Data BPS (2003) menunjukkan bahwa, luas areal perkebunan kakao di Sulawesi Tengah pada tahun 2001 mencapai 79.161 ha dengan produksi 111.554 ton, dan pada tahun 2002 meningkat mencapai 114.906 ha dengan produksi 113.731 ton, selanjutnya pada tahun 2003 luas areal perkebunan kakao terus meningkat mencapai 122.817 ha dengan produksi rata-rata 113.218 ton. Hal ini menunjukan antusias masyarakat/petani terhadap budidaya kakao sangat tinggi, sehingga tanaman kakao mempunyai prospek yang cukup cerah dan dapat memberikan kontribusi yang sangat besar. Menurut Infokom (2003), pada tahun 2003 hasil ekspor komoditi kakao Sulawesi Tengah mencapai US $ 113.181.027,822.
|
Adanya masalah tersebut menyebabkan perlunya upaya-upaya perbaikan system budidaya dan yang tidak kalah penting adalah pengendalian hama dan penyakit utama pada tanaman tersebut.
Penyakit busuk buah yang disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora Butler, merupakan salah satu penyakit utama tanaman kakao yang dapat menurunkan jumlah produksi dan mutu biji buah kakao (Razak, 1996). Patogen tersebut mampu menyerang buah, daun, dan batang. Walaupun serangan pada batang dapat mematikan tanaman, namun serangan patogen yang banyak menimbulkan kerugian yang berarti adalah terjadi pada buah, dimana buah yang terserang dalam waktu yang relatif singkat akan menjadi busuk (Darmono, 1994).
Di Sulawesi Tengah, pada tahun 1997 luas areal pertanaman kakao yang terserang penyakit busuk buah khususnya di Kabupaten Donggala mencapai 209 ha dan meningkat menjadi 1.122 ha pada tahun 2001 (Disbun, 2001), selanjunya pada tahun 2005 penyakit ini semakin meluas dibeberapa Kabupaten yaitu, Donggala, Poso dan Banggai, dengan luas areal yang terserang mencapai 3149 ha (Disbun, 2005). Secara ekonomis, hal ini tentu merupakan kerugian yang amat besar. Bahkan di daerah dengan kelembaban udara 60 - 80 % penurunan produksi dapat mencapai 90 % (Darmono, 1994).
anda ingin skripsi diatas fersi full nya?? klik disini
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar