I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan pengelolaan dan pengusahaan hutan harus berdasarkan pada prinsip kelestarian hutan (Suistanable Forest Management). Prinsip kelestarian hutan yang dimaksud adalah kelestarian fungsi produksi, fungsi ekologis, dan fungsi sosial. Hal ini berarti bahwa pengelolaan hutan tersebut harus menjamin keberlanjutan pemanfaatan hasil hutan, fungsi hutan sebagai sistem penyangga kehidupan berbagai spesies asli beserta ekosistemnya dan kehidupan masyarakat setempat yang tergantung kepada hutan, baik secara langsung maupun tidak langsung, Untuk itu kegiatan inventarisasi hutan sangat berperan dalam menyajikan informasi yang akurat tentang keadaan tegakan hutan, baik keadaan pohon-pohon maupun berbagai karakteristik areal tempat tumbuh. Informasi tersebut digunakan untuk menyusun perencanaan dalam pengelolaan hutan.
Inventarisasi hutan dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang sumberdaya hutan, potensi kekayaan hutan serta lingkungannya secara lengkap. Kegiatannya dengan cara melakukan survey mengenai status dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumberdaya manusia serta kondisi sosial masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Hasil dari inventarisasi hutan antara lain dipergunakan sebagai dasar pengukuhan kawasan hutan, penyusunan neraca sumberdaya hutan, penyusunan rencana kehutanan dan sisitem informasi kehutanan. Oleh karena itu, data hasil kegiatan inventarisasi hutan harus memiliki tingkat keakuratan yang tinggi dengan memperhatikan efisiensi dalam pengambilan data baik dari segi waktu, tenaga, dan biaya.
Kegiatan pengumpulan data penunjang dalam kegiatan inventarisasi hutan terdiri dari data luas dan letak, topografi, bentang alam spesifik, geologi dan tanah, iklim, fungsi hutan, tipe hutan, flora dan fauna yang dilindungi, pengusahaan hutan serta penduduk, kelembagaan dan sarana-prasarana. Sedangkan kegiatan pengolahan data terdiri penyusunan daftar nama jenis pohon dan dominasi, perhitungan masa tegakan, perhitungan luas bidang dasar pohon serta perhitungan volume pohon.
Dalam kaitannya dengan kegiatan inventarisasi hutan, telah dikembangkan berbagai metode beik teknik pengambilan data, penggunaan bentuk unit contoh maupun pengelolaan datanya. Metode-metode tersebut digunakan untuk menduga potensi tegakan yang ada, karena tidak mungkin dilakukan sensus terhadap tegakan hutan yang sangat luas. Demikian perlu adanya perbaikan-perbaikan dan penemuan metode baru yang tepat bagi kegiatan inventarisasi hutan untuk pendugaan potensi tegakan agar lebih praktis dan juga mempunyai ketelitian yang tinggi.
Metode sampling yang belakangan ini sering digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan adalah metode sampling jalur sistematik yang merupakan metode pengambilan sampel dengan unit sampel berupa petak ukur jalur yang terdistribusi secara sistematik. Sistematik disini diartikan jalur tersebar merata dengan lebar jalur dan jarak antar jalur yang selalu tetap dari satu jalur ke jalur lainnya, sedangkan petak ukur yang yang dimaksudkan adalah satuan sampling yang berupa bagian dari luasan sebuah tegakan dimana akan dilakukan pengukuran dan pengamatan karakter tegakan dan kondisi lahannya.
Dalam Inventarisasi Hutan penaksiran volume tegakan diminimalkan pada salah satu variabel penting. Volume tegakan selalu ditaksir dengan mengukur sejumlah pohon dalam petak ukur sebagai sampel. Parameter pohon yang diukur dalam setiap petak ukur tersebut adalah diameter (setinggi dada), tinggi dan jumlah pohon.
Volume merupakan salah satu parameter yang paling penting dalam inventore secara obyektif. Sayangnya terlalu banyak dokumen inventore dimana itu tidak ditetapkan secara jelas beberapa diameter setinggi dada minimum, beberapa bagian dari pohon yang diperhitungkan, apakah volume dengan kulit atau tanpa kulit, apakah volume bruto atau tidak memasukkan bagian-bagian yang cacat, yang kriterianya adalah untuk tidak menyertakan bagian-bagian yang cacat.
Penaksiran volume kayu yang masih berdiri hanya merupkaan langkah awal untuk menghitung hasil akhir dalam inventore hutan,. Target yang lebih penting adalah menaksir volume tegakan merupakan jumlah volume pohon yang terdapat di suatu areal hutan. Konsep ini berlaku bila sampel yang diambil merupakan individu pohon. Untuk kepentingan pengelolaan hutan yang perlu diketahui bukan hanya volume tegakan yang ada sekarang saja, tetapi juga pertimbangan tegakan tersebut di masa yang akan datang khususnya selama jangka waktu perencanaan.
1.2. Tujuan Praktek
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengevaluasi dan menyajikan informasi yang terspesifikasi dari suatu areal hutan, dan menganalisis berbagai macam metode dalam pengambilan data, penggunaan bentuk unit contoh , maupun pengolahan data, serta menaksir parameter pohon
1.3. Kegunaan Praktek
Kegunaan dari kegiatan ini adalah agar dalam pengambilan data, penggunaan bentuk unit contoh, maupun pengolahan data dapat disertai dengan metode sampling yang mempu memberikan hasil yang baik dengan ketelititan yang akurat, efektif, dan efisien, serta memperoleh hasil akhir dari penaksiran parameter pohon.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pengertian Inventarisasi Hutan
Secara umum inventarisasi hutan didefenisiskan sebagai pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai sumberdaya hutan untuk perencanaan pengelolaan sumberdaya tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara lestari dan serbaguna (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).
Inventarisasi hutan merupakan suatu teknik mengumpulkan, mengevaluasi, dan menyajikan informasi yang terspesifikasi dari suatu areal hutan karena secara umum hutan merupakan areal yang luas, maka data biasanya dikumpulkan dengan kegiatan sampling (De Vries, 1986).
Husch (1987) menegaskan bahwa inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kualitas dan kuantitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik arael tempat tumbuhnya. Suatu inventarisasi hutan lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus berisi deskripsi areal berhutan serta pemilikannya, penaksiran pohon-pohon yang masih berdiri, penaksiran tempat tumbuh dan pengeluaran hasil.
2.1 Sampling dalam Inventarisasi Hutan
Kegiatan inventarisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melakukan pengukuran seluruh populasi atau disebut dengan cara sensus dan dengan cara pengambilan sebagian dari populasi (sampling). Cara pertama menghasilkan cara cermat tetapi memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama, sehingga cara kesua lebih lazim diterapkan (Harbagung, 1985b).
Menurut Direktorat Bina Program Kehutanan (1982) dalam Purwaningrum (2002), mengkaji bahwa sampling merupakan tatanan cara dalam penarikan contoh yang metode pengukurannya hanya dilakukan pada sebagian elemen dari populasi, tidak semua elemen dalam populasi diukur atau dengan kata lain pendugaan karakteristik suatu populasi berdasarkan contoh (sample) yang diambil dari populasi tersebut yang digunakan untuk memperoleh nilai dugaan dari populasi yang sedang dipelajari. Cenderung menguntungkan karena menghemat sumberdaya (biaya, waktu, dan tenaga), kecepatan mendapatkan informasi (up to date), ruang lingkup (cakupan) lebih luas, data/informasi yang diperoleh lebih teliti dan mendalam serta pekerjaan lapangan lebih mudah dibanding cara sensus.
Cochran (1991) menyatakan bahwa terdapat beberapa keuntungan dan kelebihan metode penarikan contoh bila dibandingkan dengan cara sensus, yaitu :
1. Menekan biaya karena intensitas lebih kecil
2. Kecepatan lebih besar
3. Cakupan lebih besar
4. Tingkat ketelitian lebih besar
Dalam inventarisasi hutan melalui pengambilan contoh, diusahakan pengambilan contoh sejauh mungkin harus dapat mewakili keadaan hutan secara keseluruhan (Harbagung, 1985b).
3.1 Prinsip Dasar Sampling jalur sitematik
Metode sampling jalur sistematik merupakan suatu metode yang ditentukan berdasarkan luas tertentu dari unit contohnya, yakni berdasarkan dengan unit contoh berbentuk jalur yang terdistribusi secara sistematik. Sistematik di sini diartikan bahwa jalur tersebar merata dengan lebar jalur dan jarak antar jalur yang selalu tetap dari satu jalur ke jalur lainnya (Sutarahardja, 1997).
Penentuan sampling jalur sistematik terkait dengan petak ukur pengamatan. Petak ukur ini berbasis pada plot persegi maupun persegi panjang yang umunya dibuat tegak lurus garis kontur atau sungai yang mengarah ke puncak gunung atau bukit agar keragaman karakteristik tegakan yang diukur dapat terwakili. Adanya penentuan petak ukur ini tidak lepas dari pengamatan, pengukuran, dan penandaan pohon inti yang meliputi jumlah, jenis, diameter dan tingkat kerusakannya. Biasanya kegiatan ini digunakan untuk inventarisasi hutan alam (Heyne, 1987).
Menurut FAO (1978) dalam Eddy (2001), dalam rancangan sampling jalur sistematik pemilihan jalur pertama secara acak (random start) dan selanjutnya jalur ditempatkan secara sistematik. Adanya pengambilan contoh secara sistematik dengan awal acak ini sangatlah tepat karena untuk memperkecil kekurangan sistematik sampling, maka jalan keluarnya adalah dengan mengkombinasikan metode sistematik sampling dengan metode random sampling.
4.1 Diameter dan Tinggi Pohon
Diameter merupakan salah satu parameter pohon yang memiliki peran penting dalam pengumpulan data potensi hutan untuk keperluan pengelolaan hutan. Dalam pengukuran diameter ini yang lazim dilakukan adalah pengukuran terhadap diameter setinggi dada (D), dengan alasan paling mudah dilakukan dan memiliki korelasi yang kuat dengan volume pohon. Pada umumnya, diameter setinggi dada diukur pada ketinggian 1,3 m di atas permukaan tanah (Simon, 1993). Spurs (1952) menyatakan bahwa diameter pohon yang dekat dengan permukaan tanah adalah dasar dari pengukuran pohon. Diameter merupakan parameter yang berkorelasi dengan volume pohon dan dapat diukur secara akurat dan pengukuran dalam areal yang luas memerlukan biaya yang murah.
Tinggi pohon merupakan variabel yang dapat diukur di lapangan dengan ketelitian yang tinggi (Spurr, 1952). Menurut Simon (1993) tinggi pohon merupakan parameter lain setelah diameter yang memiliki arti penting dalam penaksiran hasil hutan. Bersama diameter, tinggi pohon diperlukan untuk menaksir volume pohon. Terdapat beberapa macam tinggi pohon yang dikenal dalam inventarisasi hutan, yaitu :
1. Tinggi total, yaitu tinggi dari pangkal pohon di permukaan tanah sampai puncak pohon.
2. Tinggi bebas cabang, yaitu tinggi pohon dari pangkal batang di permukaan tanah sampai cabang pertama untuk jenis daun lebar atau crow point untuk jenis konifer, yang membentuk tajuk.
3. Tinggi batang komersial, yaitu tinggi batang yang pada saat itu laku dijual dalam perdagangan.
4. Tinggi tunggak, yaitu tinggi pangkal pohon yang ditinggalkan pada waktu penebangan.
5.1 Penentuan Volume Pohon
Cara penentuan volume yang cermat bagi batang pohon yang memiliki bentuk yang tidak teratur adalah dengan menggunakan alat Xylometer, yaitu dengan cara memasukan batang pohon ke dalam bak air dan menghitung kenaikan permukaan air yang kemudian dihitung volumenya. Cara ini tentu saja tidak dapat dipakai untuk mengukur volume pohon yang masih berdiri. Satu-satunya cara untuk mengetahui volume pohon yang masih berdiri adalah dengan menggunakan rumus penaksiran (Simon, 1993).
Volume dari sebatang pohon dapat ditaksir dengan menggunakan suatu tabel volume. Tabel volume ini disusun berdasarkan suatu persamaan yang menggambarakan hubungan antara beberapa dimensi pohon yang mudah untuk diukur dengan volume pohon tersebut (Loetsch, Zofrer dan Haller, 1973). Dalam penyusunan tabel volume, diperlukan pengukuran dimensi pohon, perhitungan volume pohon serta pengembangan persamaan hubungan antara dimensi pohon dengan volume pohon tersebut (FAO, 1987).
Dalam penyusunan tabel volume tersebut perhitungan volume pohon yang masih berdiri perlu dilakukan untuk menentukan hubungan antara volume pohon sebenarnya dengan dimensi pohon lainnya, antara lain diameter dan tinggi pohon. Perhitungan volume pohon yang masih berdiri ini, dapat dilakukan dengan berbagai cara membagi batang pohon ke dalam bagian-bagian yang sama atau tidak sama panjang, kemudian masing-masing bagian batang dihitung volumenya dengan menggunakan rumus-rumus geometrik volume. Volume batang pohon merupakan hasil penjumlahan dari volume bagian-bagian tersebut (FAO, 1987).
6.1 Penyusunan Tabel Volume Pohon
Tabel volume merupakan pernyataan yang sistematis mengenai volume sebatang pohon menurut semua atau sebagian dimensi yang ditentukan dari diameter setinggi dada, tinggi, dan bentuk pohon (Husch, 1987).
Sehubungan dengan banyaknya variabel yang diukur untuk menentukan volume pohon, apabila hanya dilakukan pengukuran terhadap satu peubah, umumnya dipilih diameter setinggi dada. Jika digunakan dua peubah, maka pengukuran dilakukan terhadap diameter setinggi dada dan tinggi pohon. Sedangkan jika digunakan tiga peubah, maka digunakan variabel diameter setinggi dada, tinggi pohon, dan faktor bentuk (Spurr, 1952).
Menurut Husch (1987), banyak metode penyusuna tabel volume telah dikembangkan, tetapi penggunaan teknik-teknik regresi dengan persamaan model yang baik sangat disarankan, karena langsung, relatif sederhana dan menghapus subjektifitas apabila dibandingkan denga metode lain dan memungkinkan pernyataan error yang terlihat di dalam hubungan-hubungannya
III. METODE PRAKTEK
1.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Inventarisasi Sumberdaya Hutan mengenai petak ukur pengamatan berdasarkan metode sampling dilaksanakan pada Hari Sabtu 29 mei 2010, yang bertempat di Kawasan Hutan Desa Oloboju, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Propinsi Sulawesi Tengah, Palu.
2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain :
1. Roll Meter; 6. Kalkulator;
2. Tali Rapia; 7. Alat Tulis
3. Kayu;
4. Parang ;
5. Kompas Bidik;
Bahan atau objek yang digunakan dalam kegiatan ini adalah yang terdapat di sekitar lokasi pengamatan.
3.1 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam pengamatan ini terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.
3.3.1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara pengukuran secara langsung di lapangan. Data ini terdiri dari :
Ø Keliling dan Diameter Pohon setinggi dada yang diukur pada ketinggian 1,3 m di atas permukaan tanah. Pengukuran ini menggunakan metode sampling jalur sistematik, karena semua pohon yang di amati berada dalam wadah petak ukur pengamatan.
Ø Diameter pangkal dan ujung per seksi pohon. Masing-masing seksi pohon memiliki panjang yang berbeda.
Ø Pengukuran Tinggi Bebas Cabang dan Tinggi Total Pohon.
Ø Volume dan rerata volume masing-masing pohon contoh dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh volume seksi pohon.
Ø Waktu penyelesaian adalah waktu mulai penandaan titik awal secara acak sampai dengan pengukuran volume dan rerata volume pohon berdasarkan metode sampling jalur sistematik.
3.3.2. Data Sekunder
Data ini berisi tentang keadaan umum lokasi pengamatan, yang akan didapatkan melalui pencatatan arsip Badan Statistik, Sulawesi Tengah, Palu, berupa letak lokasi secara geografis dan administratif, kondisi iklim, tanah, dan topografi serta data lain yang mendukung kegiatan ini.
4.1 Analisis Data
Analisis data hasil pengukuran di lapangan ditujukan untuk memperoleh nilai dari Keliling, Diameter, Tinggi Bebas Cabang, Tinggi Total, dan Volume pohon berdasarkan metode sampling jalur sistematik dengan petak ukur pengamatan seluas 20 x 20 m.
Di samping itu, dapat dianalisa variabel lain yang terkait dalam pengukuran di lapangan, yakni pengukuran Volume Rata-rata per Petak Ukur, Ragam (Rarians), Simpangan Baku (Standar Deviasi), Galat Baku (Standar Error), Kesalahan Pengambilan Contoh (Sampling Error), Konviden Interval (Selang Kepercayaan).
Ø Perhitungan Keliling Pohon
Keliling (K) = x D (cm)
Dimana :
= Tetapan ( atau 3,14 )
D = Diameter (cm)
Ø Perhitungan Diameter Pohon
Diameter (D) = (cm)
Ø Perhitungan Luas Bidang Dasar (LBD) pohon=
LBD Pohon = D2 (ha)
Ø Perhitungan Tinggi Bebas Cabang Pohon (cm)
Ø Perhitungan Tinggi Total Pohon (cm)
Ø Perhitungan Volume Pohon
V = D2 ( t x fk )
Dimana :
t = Tinggi Total Pohon
fk = Faktor Koreksi
Ø Perhitungan Volume Rata-rata Pohon per Petak Ukur
=
Dimana :
∑Vi = Jumlah Volume Pohon dari Petak Ukur ke-i
n = Jumlah Petak Ukur Pengamatan
Ø Perhitungan Ragam (Varians)
S2 =
Ø Perhitungan Simpangan Baku (Standar Deviasi)
S =
Ø Perhitungan Galat Baku (Standar Error)
S =
Dimana :
n = Jumlah Petak Ukur Pengamatan
N = Luas Keseluruhan Petak Ukur (m2)
Ø Perhitungan Kesalahan Pengambilan Contoh (Sampling Error)
= - S
Dimana :
= Taraf Nyata (Berdasarkan Tabel)
Ø Perhitungan Konviden Interval (Selang Kepercayaan)
CI =
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK
4.1. Letak dan Luas
Praktikum Sumberdaya Inventarisasi Hutan dilaksanakan di tempat atau Areal Hutan Produksi dengan luas wilayah sebesar 19,230 m3, di Desa Oloboju, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Propinsi Sulawesi Tengah, Palu.
Letak petak yang diukur antara lain :
Ø Sebelah Timur, berbatasan dengan Kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Kawasan Hutan Produksi Tetap.
Ø Sebelah Utara, berbatasan dengan Desa Sidera.
Ø Sebelah Barat, berbatasan dengan Desa Salue.
Ø Sebelah Selatan, berbatasan dengan Desa Batu Nunju.
4.2. Iklim, Curah Hujan, Temperatur Udara, dan Kelembaban Udara
4.2.1. Iklim
Pada kegiatan yang dilaksanakan di areal tersebut, keadaan Iklimnya termaksud kategori iklim H serta menurut klasifikasi iklim Schmidth dan Ferguson, jumlah bulan kering O, sedangkan jumlah bulan basah 6 bulan.
4.2.2. Curah Hujan
ketinggian rata-rata curah hujan pada bulan Juli sebesar (80,40 mm) sedangkan yang terendah pada bulan Februari (43,92 mm).
4.2.3. Temperatur Udara
Keadaan temperatur lokasi kegiatan ini suhunya berkisar antara 24,12oc – 27,31oc.
4.2.4. Kelembaban Udara
Untuk kelembaban udara pada lokasi kegiatan ini berkisar antara 74,80% - 79%.
4.3. Topografi dan Jenis Tanah
4.3.1. Jenis Tanah
Lokasi Kegiatan ini berada pada ketinggian yang mencapai 150 – 400 di atas permukaan laut. Bentuk umum topografi di lokasi praktek ini adalah datar, yang didominasi oleh kelas datar berbukit.
4.3.2. Topografi
Pada lokasi kegiatan ini jenis tanahnya didominasi oleh jenis Cutisol, tekstur tanah umumnya kering serta didominasi oleh vegetasi rumput dan semak belukar. Pada lahan pekarangan sering dijumpai jenis pohon Akasia (Cassia siamea Lamk), Bayur, Beringin dan Lamtoro. Sedangkan jenis Non-kayu seperti Rotan, Bambu, Aren dan lain-lain.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka diperoleh hasil sebagai berikut :
No. | Jenis Pohon | Keliling (m) | Diameter (m) | Tinggi BC (m) | Tinggi Total (m) | Vi (m3) | Vi2 (m3) |
1 2 3 4 5 | Pohon A Pohon B Pohon C Pohon D Pohon E | 0.48 0.48 0.13 0.50 0.43 | 0.152 0.152 0.414 0.159 0.136 | 1.3 1.5 3 4.5 2.7 | 12.6 12.8 10 9 8 | 0.159 0.162 0.942 0.125 0.081 | 0.025 0.026 0.887 0.016 0.007 |
∑ | - | - | - | - | - | 1.469 | 0.961 |
Keterangan :
v n = Jumlah Pohon per Petak Ukur (5 Pohon)
v N = Luasan Keseluruhan (140 m x 80 m)
= 11200 m2
5.1.1. Perhitungan Volume Pohon
Ø Pohon A
V = d2 (t x fk)
= (3,14) (0,152)2 (12,6 x 0,7)
= 0,159 m3
Ø Pohon B
V = d2 (t x fk)
= (3,14) (0,152)2 (12,8 x 0,7)
= 0,162 m3
Ø Pohon C
V = d2 (t x fk)
= (3,14) (0,414)2 (10 x 0,7)
= 0,942 m3
Ø Pohon D
V = d2 (t x fk)
= (3,14) (0,159)2 (9 x 0,7)
= 0,125 m3
Ø Pohon E
V = d2 (t x fk)
= (3,14) (0,0136)2 (8 x 0,7)
= 0,081 m3
5.1.2. Perhitungan Volume Rata-rata Pohon per Petak Ukur
=
=
= 0.1224 m3
5.1.3. Perhitungan Ragam (Varians)
S2 =
=
= 0.0710
5.1.4. Perhitungan Simpangan Baku (Standar Deviasi)
S = 2
=
= 0.2665
5.1.5. Perhitungan Galat Baku (Standar Error)
S =
=
= 0.1489
5.1.6. Perhitungan Kesalahan Pengambilan Contoh (Sampling Error)
= - S
=
=
5.1.7. Perhitungan Konviden Interval (Selang Kepercayaan)
CI =
=
=
5.2. Pembahasan
Inventarisasi Hutan merupakan kegiatan dalam sistem pengelolaan hutan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang sumberdaya hutan, potensi kekayaan hutan serta lingkungannya secara lengkap dengan cara melakukan survey mengenai status dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumberdaya manusia serta kondisi masyarakat di dalam dan sekitar hutan.
Hasil dari kegiatan inventarisasi hutan antara lain dipergunakan sebagai dasar pengukuhan kawasan hutan, penyusunan neraca sumberdaya hutan, penyusunan rencana kebutuhan dan sistem nformasi kehutanan. Oleh karena itu, data hasil kegiatan inventarisasi hutan harus memilliki tingkat keakuratan yang tinggi dengan memperhatikan efisiensi dalam pengambilan data baik dari segi waktu, tenaga, dan biaya.
Metode yang banyak dikembangkan dalam kegiatan inventarisasi hutan baik teknik pengambilan data, penggunaan bentuk unit contoh, maupun pengolahan datanya adalah metode sampling karena tatanan cara dalam pengambilan contoh hanya dilakukan pada sebagian elemen dari populasi, tidak semua elemen dalam populasi diukur atau dengan kata lain pendugaan karakteristik suatu populasi berdasarkan contoh (sample) yang diambil dari populasi tersebut yang digunakan untuk memperoleh nilai dugaan dari populasi yang sedang dipelajari. Cenderung menguntungkan karena menghemat sumberdaya (biaya, waktu, dan tenaga), kecepatan mendapatkan informasi (up to date), ruang lingkup (cakupan) lebih luas, data/informasi yang diperoleh lebih teliti dan mendalam serta pekerjaan lapangan lebih mudah.
Metode sampling yang baik digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan adalah metode sampling berdasarkan jalur sistematik karena prinsip dasar sampling ini ditentukan berdasarkan luas tertentu dari unit contohnya, yakni berdasarkan dengan unit contoh berbentuk jalur yang terdistribusi secara sistematik. Sistematik di sini diartikan bahwa jalur tersebar merata dengan lebar jalur dan jarak antar jalur yang selalu tetap dari satu jalur ke jalur lainnya.
Rancangan sampling jalur sistematik pemilihan jalur pertama secara acak (random start) dan selanjutnya jalur ditempatkan secara sistematik. Adanya pengambilan contoh secara sistematik dengan awal acak ini sangatlah tepat karena untuk memperkecil kekurangan sistematik sampling, maka jalan keluarnya adalah dengan mengkombinasikan metode sistematik sampling dengan metode random sampling.
Penentuan metode sampling jalur sistematik berkaitan dengan penandaan petak ukur pengamatan. Petak ukur ini berbasis pada plot persegi yang umunya dibuat tegak lurus garis kontur atau sungai yang mengarah ke puncak gunung atau bukit agar keragaman karakteristik tegakan yang diukur dapat terwakili. Adanya penentuan petak ukur ini tidak lepas dari pengamatan, pengukuran , dan penandaan pohon inti yang meliputi jumlah, jenis, keliling, diameter, tinggi bebas cabang, tinggi total, dan volume tegakan pohon.
Pengukuran keliling dan diameter pohon setinggi dada, yaitu pada ketinggian 1,3 m di atas permukaan tanah. Pengukuran ini menggunakan metode sampling jalur sistematik, karena semua pohon yang di amati berada dalam wadah petak ukur pengamatan. Kedua hal ini merupakan parameter pohon yang memiliki peran penting dalam pengumpulan data potensi hutan untuk keperluan pengelolaan hutan karena memiliki korelasi yang kuat dengan volume pohon.
Tinggi pohon merupakan variabel yang dapat diukur di lapangan dengan ketelitian yang tinggi. Tinggi pohon merupakan parameter lain setelah keliling, dan diameter yang memiliki arti penting dalam penaksiran hasil hutan. Bersama diameter, tinggi pohon diperlukan untuk menaksir volume pohon.
Tinggi pohon yang di amati dalam kegiatan ini berupa tinggi bebas cabang, dan tinggi total pohon. Tinggi bebas cabang pohon merupakan yaitu tinggi pohon dari pangkal batang di permukaan tanah sampai cabang pertama untuk jenis daun lebar atau crow point untuk jenis konifer, yang membentuk tajuk, sedangkan tinggi total pohon merupakan tinggi dari pangkal pohon di permukaan tanah sampai puncak pohon.
Penentuan volume dari sebatang pohon dapat ditaksir dengan menggunakan suatu tabel volume. Tabel volume ini disusun berdasarkan suatu persamaan yang menggambarakan hubungan antara beberapa dimensi pohon yang mudah untuk diukur dengan volume pohon tersebut. Dalam penyusunan tabel volume tersebut perhitungan volume pohon yang masih berdiri perlu dilakukan untuk menentukan hubungan antara volume pohon sebenarnya dengan dimensi pohon lainnya, antara lain keliling, diameter dan tinggi pohon.
Pada dasarnya ada dua macam cara untuk menaksir volume kayu yaitu penaksiran secara langsung dan tak langsung. Penaksiran secara tak langsung dilakukan dengan menggunakan tabel volume sedangkan dengan cara langsung dilakukan dengan mengukur parameter individu pohon di lapangan, kemudian dihitung volumenya dengan menggunakan metoda rumus. Dalam penaksiran volume pohon yang masih berdiri seluruhnya hanya dapat dilakukan secara langsung hanya sampai ketinggian 2 m, lebih dari itu harus menggunakan taksiran.
Hasil yang didapat pada pengukuran volume pohon diperoleh nilai perbedaan angka yang sangat signifikan dan merupakan data yang akurat dan merupakan hasil yang cermat. Adapun dalam pengukuran volume diperoleh dari data Luas Bidang Dasar (LBDS) dengan menggunakan tinggi pohon dan faktor koreksi 0,7.
Dalam melakukan penaksiran volume tegakan, kita juga harus mengetahui volume mana yang harus diukur untuk dapat menentukan dan menghitung volume pohon berdiri serta volume tegakan dan dapat pula membedakannya. Dimana volume totallah yang digunakan untuk mengukur taksiran volume tegakan. Dimana volume tegakan memiliki arti bahwa volume yang termasuk dalam bagian batang utama pohon untuk pohon berbentuk tak teratur, sampai permukaan tajuk untuk pohon-pohon bertajuk kerucut sampai ujung pohon. Volume kayu pohon memiliki defenisi bahwa pengukuran dilakukan dari volume kayu yang terdapat di seluruh pohon mulai dari volume tunggak (Boner Pohon) sampai ujung pohon.
Bila suatu pohon yang berdiameter (d) dilihat dengan alat ukur sudut tertentu dengan jarak berbeda-beda atau alat pengukuran sudut tertentu dipakai untuk melihat pohon dengan diameter yang berbeda-beda dari suatu tempat, maka ada 3 kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu semua penampang lintang pohon berada dalam sudut pandang, sudut pandang persis menyinggung penampang lintang pohon, dan Sebagian penampang pohon berada di luar sudut pandang.
kesimpulan dan saran pikir sendiri yah, sob..
daftar pustakanya juga,.. hehhehe
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar