PENDAHULUAN
Hutanmerupakan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan lain tidak dapat dipisahkan
Hutan selalu menjadi dilema, walau sebenarnya sesuatu yang konkrit. Melihat hutan yang dicampuri oleh kebudayaan, kita ditohok antara dua pilihan, manusia ataukah lingkungan? Satu sisi kita dibuat was-was oleh prediksi chaotik masa depan, yang diliputi simulacrum tak pasti, bak teori termodinamika, hutan menjadi lokus perubahan menuju katastrophi. Kita selalu dihantui tapal batas yang sebentar lagi, yang tak jauh lagi. Ketika bumi memanas, ketika laut semakin ganas. Sementara sisi lain Hutan menjadi tubuh yang digerayangi, dinikmati dengan nafsu tak bertepi. Hutan menjadi obyek kerakusan, dengan legitimasi logika kemajuan, pertumbuhan, ekonomi, demi kesejahteraan manusia. Hutan menjadi tulang punggung pergerakan sebuah peradaban dan sebuah bangsa
Kita tahu bahwa pada titik waktu tertentu, dimasa lalu, hutan menjadi target, hutan menjadi sumbu perputaran ekonomi Negara kita. perambahan hutan besar-besaran terjadi sejak Presiden Soeharto resmi berkuasa pada 1967. Bahkan salah satu peraturan yang pertama dibuat Orde Baru adalah Undang-Undang Dasar Kehutanan. Isinya menyatakan kekuasaan Negara atas seluruh jengkal hutan. Itu sama dengan mengangkangi hak wilayah adat terhadap hutan yang sudah mereka pelihara selama beberapa generasi. Illegal loging seringkali terjadi diberbagai penjuru hutan negeri ini. Semuanya hanya dapat diatasi dengan kesadaran masyarakat itu sendiri.
Program Hutan Kemasyarakatan (HKm) khususnya di Kabupaten Lampung Barat (Lambar) dianggap menjadi solusi bagi permasalahan masyarakat Lambar yang 90 persennya berprofesi sebagai petani. Karena selain bisa mengelola dan memetik hasil pada wilayah hutan lindung, petani yang terlibat dengan HKm bisa ikut melestarikan hutan tersebut. Karna dengan pengertianya yaitu Hutan kemasyarakatan (community forestry) merupakan hutan yang perencanaan, pembangunan, pengelolaan, dan pemungutan hasil hutan serta pemasarannya dilakukan sendiri oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Pelaksanaannya dapat pula dilakukan oleh pihak kehutanan yang membantu masyarakat dengan mengutamakan keuntungan bagi seluruh masyarakat, bukan untuk individu.
Kalau program ini bisa dilaksanakan secara menyeluruh, terutama di daerah yang dianggap oleh pemerintah digarap oleh masyarakat di kawasan hutan, pemerintah tidak perlu lagi bersusah payah untuk melakukan penjagaan hutan, karena masyarakat itu sendiri yang akan bertanggungjawab melestarikan dan menjaga hutan
PEMBAHASAN
Oleh : Oyos Saroso H.N
Sumber : Lampung Barat, Engkos Kosasih, warga Tribudi Syukur
“Ilustrasi dari cerita pak Engkos Kosasih”
Lepas maghrib bulan puasa Ramadhan 2003, tiga buah truk tentara berisi penuh kayu berangkat dari hutan Bukit Rigis di wilayah Lampung Utara menuju Lampung Barat melalui Desa Tribudi Syukur.
Dari tulisan yang tertera di bak truk bercak hijau tua di ketahui bahwa tiga truk itu milik salah satu lembaga militer di Bandar lampung dan Kabupaten Lampung Barat. Warga desa yang sejak sore sudah mengintip kedatangan tiga truk tentara itu langsung menghentikan kendaraan yang dikawal belasan tentara berseragam dinas dengan senjata lengkap itu.
“Berhenti” teriak Engkos Kosasih, Kepala Desa Tribudi Syukur. Tiga truk itupun berhenti.
Teriakan Engkos Kosasih membuat sebagian besar warga desa yang sedang menikmati buka puasa berhamburan keluar rumah. Mereka memadati jalan raya desa, mengepung mobil tentara. Warga beramai-ramai menurunkan kayu-kayu hasil illegal Logging.
Tak lama kemudian aparat polisi dari polsek sumberjaya, polres Lampung Barat, dan Kodim Lampung barat datang. Negoisiasi pun dilakukan , dan kayu tersebut di angkut untuk dijadikan bukti.
Keesokan harinya Engkos di panggil ke kantor polisi dan warga untuk dimintai keterangan. Ketika diperiksa polisi militer itu justru menuduh engkos dan kawan-kawannya adalah anggota kelompok Warman (Bagian kelompok yang pada orde baru disebut sebagai Gerakan Pengacau Keamanan Pimpinan Warsidi yang hendak memmbentuk Negara Islam Indonesia).
Di tuduh sebagai anggota pemberontak, Engkos marah. Dan berkata : saya dipanggil kesini untuk dijadikan saksi. Bapak jangan menuduh kami seperti itu. Seharusnya bapak focus pada tentara yang membawa kayu illegal itu. Teriak engkos.
Meski di bawah tekanan, Engkos tetap datang menghadiri panggilan dari kantor polisi. Lalu Engkos mengaku, penangkapan terhadap beberapa tentara pembawa kayu itu merupakan puncak kemarahannya. Selama bertahun-tahun dia dan warga desa luhur selalu melihat truk-truk besar keluar masuk hutan melalui desa Tribudi Syukur untuk membawa kayu illegal dari hutan lindung.
Kami tidak peduli apakah kayu-kayu itu berasal dari daerah hutan desa kami atau dari lampung utara atau bahkan sumatera selatan.kami memastikan kayu itu illegal. Dan itu terbukti saat kami menangkap truk tentara dan menayakan dokumennya, “Ujarnya.
Sejak peristiwa penangkapan itu, kata Engkos, kini tak ada lagi pelaku Illegal Logging yang melintasi Desa Tribudi Syukur. Engkos mengaku, selain karena jiwanya terpanggil untuk menyelamatkan hutan yang ada disekitar desanya, upaya menyelamatkan hutan itu juga dilakukan karena ingin menjaga warisan yang diberikan para pendiri Desa Tribudi Syukur.
Para Orang tua kami adalah pejuang kemerdekaan dari divisi Siliwangi yang diberangkatkan transmigrasi oleh TNI pada tahun 1950-an. Orang tua kami membuka desa dengan susah payah dan kerja keras. Mereka juga tetap menyelamatkan hutan. Kearifan para orang tua kami ingin tetap kami lestarikan. Kata orang ayah tiga anak ini”.
Engkos mengaku menumbuhkan kesadaran warga untuk menjaga hutan sebenarnya bukan hal mudah. Agar warga desa disekitar hutan memiliki kesadaran turut menjaga hutan, mereka juga harus mendapatkan manfaat hutan.
Tanah warisan warga dari para petani orang tua mereka tentu makin sempit. Sementara didepan mata mereka banyak areal hutan lindung dan hutan produksi yang hancur diambil kayunya oleh orang lain. Kini, setelah mereka diberi izin sementara mengelola lahan kritis itu, secara bersama-sama mereka mau mengamankan lahan kritis.“ ujarnya.
Dengan pengelolaan hutan berbasis masyarakat terbukti warga desa disekitar hutan makin sejahtera. Mereka juga bekerja keras mengamankan hutan dari aksi perambahan dan Illegal Logging, ujarnya.
Tentu, kisah-kisah penyelamatan hutan yang dilakukan secara swakarsa tidak hanya terjadi di Tribudi Syukur. Namun, kisah itu mungkin tidak akan terjadi jika masyarakat disekitar hutan tidak diberi akses untuk mengatakan bahwa program HKm telah membuat masyarakat lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan.
Ø Berbuah Limpahan Panen
Sejak belanda masuk ke wilayah Lampung Barat jauh sebelum abad 19, daerah Lampung Barat sudah dikenal sebagai penghasil kopi. Hingga kini, kopi terutama jenis robusta masih menjadi komoditas unggulan Lampung Barat. Lebih dari 65 persen produksi kopi robusta di Lampung berasal Lampung Barat.
Para petani di lampung barat berkebun kopi di ladang milik pribadi. Dan ketika gugusan perbukitan dan hutan seluas ditetapkan sebagai Taman Nasional Bukit Barisan kopi didalam hutan yang kini di sebut TNBBS. Pembukaan lahan kopi di hutan taman nasional dan hutan lindung itu terus berlangsung hingga kini bersamaan dengan laju Illegal Logging.
Penebangan hutan damar mengkhawatirkan para bupati selain menghilangkan ciri khas yang menjadi kebanggaan lampung barat akan hilang, penebangan hutan damar itu akan merusak lingkungan hidup dan membuat masyarakat petani kembali jatuh miskin. Untungnya masyarakat sudah mengembangkan wanatani (agroforestry) dalam bentuk lain lewat program hutan kemasyarakatan (HKm).
Agroforestry atau wanatani (desa hutan) adalah suatu bentuk pengelolaan sumberdaya alam yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman pertanian. Model wanatani bervariasi mulai dari jangka pendek seperti tanaman pertanian, hingga ke wanatani kompleks yang memadukan pengelolaan banyak spesies pohon dengan aneka jenis tanaman pertanian.
Variasi unsur-unsur tanaman dalam wanatani biasanya merupakan perpaduan antara tanaman keras atau jangka panjang pohon-pohonan dengan tanaman semusim (pertanian jangka pendek) perpaduan tanaman utama (sumber pangan, komoditas ekonomi) dengan tanaman sampingan, perpaduan tanaman penghasil dengan tanaman pendukung misalnya kopi, kakao, dengan pohon- pohon peneduhnya. Perpaduan antara tanaman dengan musim atau umur panen berbeda-beda seperti padi ladang, mentimun, kopi, damar mata kucing dan durian.
Dengan aneka tanaman yang usia panennya berbeda-beda, para petani akan bisa memanen hasil kebun sepanjang tahun. Dengan begitu, wanatani bisa menjadi solusi mengatasi kemiskinan dikalangan petani.
Ø Kisah Sukses Tribudi Syukur
Tribudi Syukur adalah salah satu desa yang disekelilingi oleh hutan Bukit Rigis di Lampung Barat. Desa yang dibangun oleh para pensiunan tentara dari divisi Siliwangi itu memiliki catatan sejarah yang panjang. Dulu pada tahun 1950-an, para pendiri desa itu berjuang untuk membuka hutan, membuat sawah dan kebun, serta membangun sarana jalan.
Meskipun berada di wilayah pegungunan tentara asal Tasikmalaya, jawa barat itu sudah biasa menikmati hasilnya. Sawah dan ladang terbentang dengan tanaman menghijau. Dan meskipun berada di daerah pegunungan sangat sulit ditemukan warga miskin di desa itu.
Itu semua karena warga memiliki kebun dan sawah. Sawah biasanya ditanami padi dan biasanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan rumah tangga seperti membangun rumah, menyekolahkan anak, dan biaya, lada, kemiri, durian, coklat dan pinang.
Ø Belajar Bersama di Warem Tahu
Para ketua kelompok tani yang bergabung dalam warung Rembung Tani Hutan (Warem Tahu). Malam itu, para ketua kelompok tani yang bergabung dalam warem tahu sebenarnya memiliki tempat resmi, yaitu disebuah rumah panggung seluas 120 m2 tempat disampnig base camp watala.
Para penggiat warem tahu termasuk “para tokoh penting” dibalik suksesnya program HKM di lampung barat. Meskipun tidak memiliki struktur organisasi, warem tahu cukup di segani dikalangan warga masyarakat petani dan unsur birokrasi.
Ø Meningkatkan Posisi Tawar
Engkos Kosasih, ketua Kelompok Tani HKm Bina Wana Pekon Tribudisukur Kecamatan Kebun Tebu ketika ditemui saat di lokasi Hkm belum lama ini mengatakan, dengan adanya program HKm yang digulirkan pemerintah pusat melalui kementrian kehutanan sejak tahun 2000 silam,
Pengalaman sebelumnya, jelas dia lebih lanjut, upaya penurunan perambah pada tahun 1994 silam yang dilaksanakan oleh pihak kehutanan, membuat tidak sedikit masyarakat daerah tersebut yang kehilangan pekerjaan.
Penurunan tersebut menurut dia, dilaksanakan oleh pihak kehutanan karena aktifitas masyarakat berkebun di lokasi tersebut justru dianggap merusak hutan. Penurunan tersebut, jelasnya, dilakukan secara paksa dengan langsung melibatkan pasukan gajah. Namun kondisi tersebut, akhirnya dapat terbantu dengan dikeluarkannya izin HKm sementara bagi masyarakat petani daerah itu selama lima tahun pada tahun 2000 untuk pengolahan lahan seluas 600 hektar.
Sebelumnya kami diturunkan paksa tahun 1994 lalu. Akibatnya, banyak yang kehilangan pekerjaan akibat kejadian tersebut. Tapi dengan keluarnya izin sementara dari pusat kami merasa lega dan terbantu dengan adanya program ini,” jelasnya.
Dianggap berhasil mengembalikan fungsi hutan, kelompok tani tersebut akhirnya pada tahun 2007 keputusan pemberian izin sementara pengelolaan selama lima tahun yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan, akhirnya ditingkatkan menjadi izin HKm 35 tahun. Dengan adanya keputusan tersebut, masyarakat yang sebelumnya dianggap menjadi perambah dan perusak huta, kata dia, saat ini justru berada di garda terdepan dalam upaya menjaga dan melindungi hutan.
Sebelum keluarnya izin pengelolaan lahan ini dulu, terus terang kami tidak pernah tenang karena selalu diburu oleh petugas. Namun dengan adanya program tersebut, selain masyarakat terbantu dengan tidak hilangnya lapangan pekerjaan, kelestarian hutan juga justru dapat terjaga dengan baik,” ujarnya.
Pihaknya berharap, kebijakan serupa dilakukan oleh pemerintah di beberapa lokasi hutan kawasan yang selama ini terjadi konflik. Karena, kata dia, program tersebut merupakan solusi terbaik bagi masyarakat di kabupaten yang 70 persen lebih wilayahnya adalah hutan negara itu.
Erfan mengatakan win-win solution harus di lakukan karena pemerintah tetap butuh hutan lestari, sementara petani butuh hidup. Dengan adanya program hutan kemasyarakatan (HKM) yang digulirkan pemerintah pada tahun 2000, kata Erfan, makin terbuka peluang bagi petani yang tinggal disekitar hutan lindung dan hutan produksi untuk mendapatkan hak mengelola hutan. peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam menjaga hutan lindung cukup membuahkan, terbukti dengan upaya penanaman berbagai jenis pohon, seperti, cempaka, pule, petai, dan beberapa jenis lainnya kini telah tumbuh membesar dan dijaga dengan baik oleh petani, dengan rata rata 400-500 pohon besar per hektar.
Di kawasan hutan lindung yang menjadi areal HKM itulah petani di Lampung Barat kini juga membangun agroforestry berupa kebun campuran. Selain tanaman pokok berupa kopi, para petani juga mananam tanaman kayu yang tak boleh ditebang seperti pisang, pinang, sonokeling, dan durian.
Para anggota kelompok tani, Warem Tahu bukan sekedar tempat silaturrahmi sesama petani. Lebih dari itu, warem tahu juga menjadi tempat belajar bersama tentang bagaimana mengelola areal pertanian dan meningkatkan produksi sambil tetap mempertahankan kelestraian lingkungan. Di warem tahu mereka bias belajar tentang cara membuat pupuk organic, cara meningkakna hasil perkebuan, dan lain- lain.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa kami ambil dari sumber ini, dengan judul “Menyelamatkan hutan, menuai limpahan panen”, yaitu dengan adanya keberanian dan tekad dari Engkos Kosasih dan beberapa warga Lampung Barat ini, sangat menuai hasil yang baik. Dengan adanya keinginan untuk tetap mempertahankan hasil hutan dari Illegal Logging dari beberapa kalangan yang tidak bertanggung jawab.
Dan dengan adanya rasa akan cinta lingkungan tersebut, itu akan meningkatkan kesejateraan rakyat dan juga mengurangi kemiskinan terhadap warga desa.
Dengan adanya kejadian tersebut kita bisa belajar dan selalu ada rasa cinta akan hutan yang ada di sekitar kita. Seperti dengan adanya system agroforestry yang di buat oleh masyarakat seperti kebun dan sawah yang berupa coklat, padi, pisang, jagung dan beberapa jenis tanaman lainnya yang bisa memenuhi kebutuhan petani dan sebagai peanambah biaya sehari-hari dengan menjual hasil panen ke pasar.
Fakta memang membuktikan banyak petani di sekitar hutan di Indonesia mengalami kemiskinan structural.Namun, fakta di lampung barat, khususnya di kecamatan sumberjaya dan Way Tenong, menunjukkan bahwa petani ternyata bisa hidup makmur dengan mealakukan agroforestry lewat program Hutan Kemasyarakatan.
Kemudian dengan adanya pngelola lahan kritis di hutan lindung di lereng bukit rigis warga juga dapat menyulap lahan kritis tersebut menjadi perkebunan campuran (agroforestry) dengan pohon kopi rebusta sebagai tanaman utama. Di sela-sela pohon kopi petani juga menanaman lada, pohon pisang, cempaka, kayu manis, kemiri, pinang, berbatang tinggi , sedang, dan rendah.
Program ini sangat menguntungkan petani yang mengelola lahan- lahan tersebut.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar