3 Penyakit Mematikan. Penyakit mematikan (Terminal illness) merupakan suatu penyebab depresi dan tingkat stres yang sangat tinggi. Penyakit mematikan umumnya bersifat kronis, artinya penyakit ini berlangsung untuk jangka waktu yang lama dan semakin lama penyakit ini tidak ditangani dengan baik, maka penyakit ini akan bertambah parah dan berujung pada kematian.
JENIS PENYAKIT YANG MEMATIKAN
1. Penyakit Jantung
Penyakit jantung merupakan salah satu penyakit yang mendapat perhatian dalam dunia kedokteran. Penyakit ini relatif memiliki risiko kematian yang tinggi dibandingkan dengan penyakit yang lain. Di negara maju penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab kematian utama. Di indonesia sendiri penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor tiga, setelah kanker dan stroke (Cermin Dunia Kedokteran No. 67). Kebanyakan penyakit jantung diderita oleh individu-individu yang berusia antara 40-65 tahun. Walaupun tidak menutup kemungkinan diderita oleh individu yang berusia muda.
Dampak penyakit jantung tidak hanya menyebabkan risiko kematian tetapi juga meluas pada masalah-masalah fisik, sosial psikologis, dan ekonomi. Tekanan psikologis merupakan keadaan emosional yang sering timbul pada pasien penderita penyakit jantung koroner, lebih-lebih lagi bila ia memiliki pengetahuan tentang pengalaman dan nasib penderita penyakit jantung pada masa lalu yang telah memberi kesan umum tentang prognosisnya yang kurang baik. Suatu studi menyimpulkan bahwa pasien yang menderita suatu penyakit dengan kondisi akut sebagian besar menunjukkan adanya gangguan psikologis diantaranya adalah depresi.
Dalam suatu studi yang dilakukan Frasure Smith dan rekan-rekannya (1993) menemukan bahwa kondisi depresi berat merupakan faktor risiko penyebab kematian setelah 6 bulan pasien mengalami serangan jantung. Dengan kata lain pasien penderita penyakit jantung koroner dengan kondisi yang yang tidak terlalu parah namun mengalami depresi berat memiliki risiko dua kali lebih besar timbulnya risiko kematian dan reinfark daripada pasien penderita penyakit jantung koroner yang sangat parah (namun tidak mengalami depresi).
2. Penyakit Kanker
Kanker berasal dari sel-sel yang tumbuh secara tidak normal dalam tubuh manusia. American Cancer Society mendefenisikan kanker sebagai kelompok penyakit yang ditandai pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkontrol.
Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada kabinet indonesia bersatu, Siti Fadilah Supari (2005), kanker telah menjadi ancaman serius bagi masyarakat indonesia. begitu pula dalam sambutannya ketika membuka temu ilmiah dokter bedah onkologi indonesia ke-1 beliau mengatakan bahwa jumlah pasien kanker di indonesia mencapai 6% dari 200 juta lebih penduduk indonesia.
Kadangkala proses penanganan kanker sangat membebani penderita dibandingkan penyakitnya sendiri, misalnya proses radiasi dan obat-obatan yang digunakan untuk membunuh sel kanker ternyata dapat mengakibatkan kerusakan tubuh bahkan berpotensi untuk menyebabkan hilangnya fungsi tubuh yang tidak dapat diperbaiki (Burish, 1987). Proses penanganan kanker juga disertai dengan rasa sakit, kecemasan, disfungsi seksual, dan kemungkinan perawatan di rumah sakit dalam jangka waktu yang lama (Redd & Jacobsen, 1988).
Penelitian yang dilakukan oleh Hadjam (2000) terhadap pasien kanker menemukan bahwa pasien yang mengalami kanker menunjukkan stres dan depresi yang ditunjukkan dengan perasaan sedih, putus asa, pesimis, merasa diri gagal, tidak puas dalam hidup, merasa lebih buruk dibandingkan dengan orang lain, penilaian rendah terhadap tubuhnya, dan merasa tidak berdaya.
Oleh karena itu, pasien kanker tidak boleh dibiarkan sendirian dan tidak boleh diberikan perawatan fisik saja, namun perlu perawatan psikologi untuk mengurangi keluhan-keluhan mental pasien dan mendapat dukungan dari keluarga.
3. Penyakit Stroke
Pada umumnya masyarakat mengenal stroke sebagai penyakit yang dapat menimbulkan kematian, bahkan penyakit tersebut telah menjadi suatu hal yang menakutkan bagi kebanyakan orang. Dinilai menakutkan karena bukan saja penyakitnya tetapi pasca serangannya.
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia, sekitar 11% ( Wolf & Kannel, 1981 dalam Agustin, 2003) atau 12,5% dari seluruh kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Angka kematian akibat stroke mencapai 30% dan akan semakin tinggi dengan bertambahnya usia, sedangkan menurut WHO angka kemungkinan terjadi cacat fisik adalah sekitar 50-70% diantara keseluruhan penderita. Selain menimbulkan cacat fisik, stroke pun dapat mengakibatkan cacat kepribadian.
Menurut Psikiater Dr. Teddy Hidayat, stroke merupakan sindrom gagangguan otak yang bersifat vokal akibat adanya gangguan sirkulasi darah otak. Gangguan klinis stroke tidak saja berupa gangguan sistem saraf seperti lumpuh sebagian atau seluruh tubuh, mulut yang tidak simetris atau kelumpuhan otot mata sehingga sulit dibuka, tetapi juga menimbulkan gangguan fungsi berpikir, tingkah laku, dan emosi.
Individu yang mengalami stroke dengan stres emosional tinggi tidak akan mampu memandang dirinya secara objektif, selalu menyesali keadaan diri, tidak percaya diri dan bersikap negatif terhadap orang lain dan lingkungan sosialnya, dan hal tersebut akan memperburuk kesehatannya. Sebaliknya individu yang bebas dari stres emosional akan menjadi individu yang rileks, mampu menghayati perasaan emosionalnya dan mengenali potensi-potensi yang dimiliki serta dapat melakukan evaluasi tentang keadaan dirinya sehingga dapat memunculkan penilaian positif terhadap keadaan dan kondisi dirinya. Hal tersebut tentu akan mempercepat proses penyembuhan pasca stroke (Agustin, 2003).
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar