Oleh : Rahmat hidayat
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumber daya alam utama yaitu tanah dan air mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Tanah mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan, dan sebagai matriks tempat akartumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan (Arsyad S, 1989). Kedua fungsi tersebut dapat menurun atau hilang, hilang atau menurunnya fungsi tanah ini yang biasa disebut kerusakan tanah atau degradasi tanah.
Hilangnya fungsi tanah sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dapatterus menerus diperbaharui dengan pemupukan. Tetapi hilangnya fungsi tanah sebagai tempat berjangkarnya perakaran dan menyimpan air tanahtidak mudah diperbaharui karena diperlukan waktu yang lama untuk pembentukan tanah. Kerusakan air berupa hilangnya atau mengeringnya sumber air dan menurunnya kualitas air. Hilang atau mengeringnya sumber air berkaitan erat dengan erosi, sedangkan menurunnya kualitas air dapat dikarenakan kandungan sedimen yang bersumber dari erosi atau kandungan bahan-bahan dari limbah industri/pertanian. Dengan demikian kedua sumber daya tersebut (tanah dan air) harusdijaga kelestarian fungsinya dengan upaya-upaya konservasi tanah dan air.
Konservasi tanah adalah penempatan tiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah dilihat hanya sebagai control terhadap kerusakan akibat erosi dan memelihara kesuburan tanah (Lundgren dan Nair, 1985: Young, 1989).
Pemakaian istilah konservasi tanah sering diikuti dengan istilah konservasi air. Meskipun keduanya berbeda tetapi saling terkait. Ketika mempelajari masalah konservasi sering menggunakan kedua sudut pandang ilmu konservasi tanah dan konservasi air. Secara umum, tujuan konservasi tanah adalah meningkatkan produktivitas lahan secara maksimal, memperbaiki lahan yang rusak/kritis, dan melakukan upaya pencegahan kerusakan tanah akibat erosi.Konservasi tanah dan air atau yang sering disebut pengawetan tanah merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan produktifitas tanah, kuantitas dan kualitas air. Apabila tingkat produktifitas tanah menurun, terutama karena erosi maka kualitas air terutama air sungai untuk irigasi dan keperluan manusia lain menjadi tercemar sehingga jumlah air bersih semakin berkurang.
Sasaran konservasi tanah meliputi keseluruhan sumber daya lahan, yang mencakup kelestarian produktivitas tanah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendukung keseimbangan ekosistem.
1.2. Tujuan
Tujuan pratikum Konservasi Tanah dan Air adalah untuk mengetahui tingkat erosi di sutu kawasan, jenis erosi yang terjadi, cara konservasi yang cocok untuk diterapkan di kawasan tersebut, dan mengetahui kelas kesesuaian lahan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Erosi
Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya.
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.
Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak.
Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia.
Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih terkena erosi. sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. porositas dan permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi daripada pasir atau silt. Dampak sodium dalam atmosfer terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya diperhatikan
2.2. Tingkat Erosi/Jenis-Jenis Erosi
Erosi tanah terjadi secara bertingkat dimulai dari erosi yang paling ringan hingga erosi yang paling berat. Adapun tingkatan erosi adalah sebagai berikut:
Ø Pelarutan
Tanah kapur mudah dilarutkan air sehingga di daerah kapur sering ditemukan sungai-sungai di bawah tanah.
Ø Erosi percikan (splash erosion)
Curah hujan yang jatuh langsung ke tanah dapat melemparkan butir-butir tanah sampai setinggi 1 meter ke udara. Di daerah yang berlereng, tanah yang terlempar tersebut umumnya jatuh ke lereng di bawahnya.
Ø Erosi lembar (sheet erosion)
Pemindahan tanah terjadi lembar demi lembar (lapis demi lapis) mulai dari lapisan yang paling atas. Erosi ini sepintas lalu tidak terlihat, karena kehilangan lapisan-lapisan tanah seragam, tetapi dapat berbahaya karena pada suatu saat seluruh top soil akan habis.
Ø Erosi alur (rill erosion)
Dimulai dengan genangan-genangan kecil setempat-setempat di suatu lereng, maka bila air dalam genangan itu mengalir, terbentuklah alur-alur bekas aliran air tersebut. Alur-alur itu mudah dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.
Ø Erosi gully (gully erosion)
Erosi ini merupakan lanjutan dari erosi alur tersebut di atas. Karena alur yang terus menerus digerus oleh aliran air terutama di daerah-daerah yang banyak hujan, maka alur-alur tersebut menjadi dalam dan lebar dengan aliran air yang lebih kuat. Alur-alur tersebut tidak dapat hilang dengan pengolahan tanah biasa.
Ø Erosi parit (channel erosion)
Parit-parit yang besar sering masih terus mengalir lama setelah hujan berhenti. Aliran air dalam parit ini dapat mengikis dasar parit atau dinding-dinding tebing parit di bawah permukaan air, sehingga tebing diatasnya dapat runtuh ke dasar parit. Adanya gejala meander dari alirannya dapat meningkatkan pengikisan tebing di tempat-tempat tertentu.
Ø Streambank Erosion
Streambank erosion pada umumnya terjadi pada sungai yang berbelokan tergantung pada derasnya arus sungai. Sungai yang mempunyai belokan yang banyak, menyebabkan arus sungai terhadap erosi tebing akan terjadi dengan dua kemungkinan, yaitu:
a) Terjadinya suatu belokan disebabkan oleh tanah disekitar belokan tersebut resistensinya kurang kuat, sehingga arus yang melaju yang biasanya pada tiap belokan ada dipinggir akan makin mengikis tanah pada sisi yang daya tahanya kurang kuat itu, sehingga menjadikan makin membelok sungai tersebut.
b) Makin berliku-likunya belokan tersebut, arus sungai pada mulut belokan terpaksa mencari arah lain yaitu dengan mengikis sisi yang lain pada belokan, pengikisan akan berlangsung terus sehingga resistensi tanah kurang kuat maka akan tercipta arus sungai yang baru ( Kartasapoetra, 1985).
Streambank Erosion adalah proses pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai dan penggerusan dasar-dasar sungai oleh air aliran sungai. Streambank Erosion ini disebabkan oleh krakteristik tebing sungai sebagai berikut: 1) sungai yang sebagian besar disebabkan oleh adanya gerusan aliran sungai, 2) tebing sungai dengan krakteristik tanah terdiri dari bahan berpasir dengan kelembaban tinggi., 3) sungai yang memiliki krakteristik tanah yang solid mempunyai resistensi tinggi terhadap pengelupasan partikel tanah ( Asdak, 1995)
Streambank Erosion adalah pengikisan tanah pada tebing sungai dan penggerusan dasar sungai oleh aliran sungai. Dua proses berlangsungnya erosi tebing sungai adalah oleh adanya gerusan air sungai dan adanya longsoran tanah pada tebing sungai. Streambank Erosionoleh gerusan aliran sungai terjadi setelah debit aliran besar berakhir atau surut, sedangkan Streambank Erosion oleh adanya longsoran tanah ditentukan oleh keadaan kelembaban tanah ditebing sungai menjelang terjadinya erosi ( Arsyad, 1989).
Ø Longsor
Tanah longsor terjadi karena gaya gravitasi. Biasanya karena tanah di bagian bawah tanah terdapat lapisan yang licin dan kedap air (sukar ketembus air) seperti batuan liat. Dalam musim hujan tanah diatasnya menjadi jenuh air sehingga berat, dan bergeser ke bawah melalui lapisan yang licin tersebut sebagai tanah longsor.
2.3. Kawasan Bervegetasi
2.3.1. Vegetasi Hutan
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhanlainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitathewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembap, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.
2.3.2. Vegetasi Rumput
Rumput sering diartikan sebagai gulma, karena tumbuhan-tumbuhan tersebut sering tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki, seperti jalan, pinggiran rumah, di lading, lahan pertanian dan di tempat-tempat lain. Rumput yang sengaja dipelihara untuk keindahan atau kebutuhan lainnya tidak disebut sebagai gulma, karena bermanfaat bagi manusia, seperti rumput taman, rumput lapangan golf, rumput lapangan bola kaki, juga rumput peliharaan untuk makan ternak dan sebagainya. Oleh karena itu rumput merupakan tumbuhan yang dapat berguna bagi manusia ataupun dapat merugikan manusia. Dalam banyak hal, analisis vegetasi rumput akan banyak manfaatnya sesuai dengan keperluan dan tujuan penganalisisan.
Banyak sekali jenis gulma yang tumbuh secara liar dipermukaan tanah, mulai tempat yang miskin unsure hara sampai yang kaya unsure hara. Sifat inilah secara umum yang membedakan gulma dengan tanaman budidaya. Cara berkembang biak gulma ada beberapa cara yaitu dengan umbi, biji, akar, stolon, rhizome, dll.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Kondisi Umum Lokasi Pengamatan
Kawasan candi Muara Takus merupakan salah satu kawasan pariwisata di Kabupaten Kampar. Secara administratif terletak di desa koto tuo, Kecamatan XII Koto Kampar Kabupaten Kampar, dengan letak geografisnya 0 17'50"LU/100 46'19" BT. Situ ini termasuk dalam lingkup administratif DAS Sungai Kampar. Kawasan pariwisata Candi Muara Takus ini memiliki luas ha dan terletak 120 meter dari permukaan laut.
Berdasarkan data rata-rata curah hujan bulanan, daerah tersebut memiliki pola rata-rata curah hujan 134,2 mm/tahun. Secara umum jenis tanah pada daerah ini didominasi oleh tanah podsolik merah kuing, dan kondisi topograpi daerah ini cukup beragam yaitu dari kondisi datar sampai terjal.
3.2. Pengaruh Kondisi Lahan dengan Tingkat Erosi
Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan ooleh manusia.
Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. pada hutan yang tak terjamah, mineral tanah dilindungi oleh lapisan humus dan lapisan organik. kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak tetesan hujan. lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang disertai angin ribut) saja yang akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah dalam hutan. Bila Pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan, derajat peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah. kebakaran yang parah dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti denga hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi atau pembangunan jalan, ketika lapisan sampah / humus dihilangkan atau dipadatkan, derajad kerentanan tanah terhadap erosi meningkat tinggi.
IV. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Prediksi erosi dengan menggunakan rumus USLE menunjukkan bahawa tingkat bahaya erosi pada lokasi vegetasi hutan (A = 0,00057 ton/ha/tahun) dan vegetasi rumput (A = 0,00728 ton/ha/tahun) memiliki tingkat bahaya erosi yang sangat rendah (TBE < 1,01) . Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa tingkat bahaya erosi dengan vegetasi rumput > dari yang bervegetasi hutan. Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai, faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia. Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. Semakin sedikit penutup tanah maka tingkat erosi semakin besar.
4.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian-penelitian dengan metode yang sama pada daerah yang berbeda untuk melihat matrik tingkat kesamaannya sehingga bisa dilihat apakah metode ini cocok atau tidak diterapkan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim._________. Kelas Kesesuaian Lahan. Dalam Situs http://tanahjuang.wordpress.com/tag/kelas-kesesuaian-lahan/. Akses Tanggal 3 Januari 2013
Anonim._________._________. Dalam Situs http://id.wikipedia.org/wiki/Erosi. Akses Tanggal 3
Arsyad,1989 Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Jurusan Ilmu Tanah IPB.
Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: UGM Press.
Kartosapoetra. 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: Bumi Aksara
Suhendar, Soleh.“Pedosfer” Modul : Geo.X.07. Mata Pelajaran Geografi Kelas: X
Mario. 2009. Jenis-Jenis Erosi. Dalam Situs http://mariokoto.wordpress.com/2009/06/22/jenis-jenis-erosi/. Akses Tanggal 3 Januari 2013
Anonim._________.Hutan. Dalam Situs http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan. Akses Tanggal 4 Januari 2013
Sanders, David. 2002. SOIL CONSERVATION, in Land Use ,Land Cover and Soil Sciences, [Ed. Willy H. Verheye], in Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS), Developed under the Auspices of the UNESCO, Eolss Publishers, Oxford ,UK, [http://www.eolss.net]
Arsyad, Sitanala dan Ernan Rustiadi. 2008. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. Bogor: Yayasan Obor Indonesia.
Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik:Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Yogyakarta: Kanisius.
Hamengku Buwono X. 2007. Merajut Kembali Keindonesiaan Kita. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Arief, Arifin. 2001. Hutan & Kehutanan. Yogyakarta: Kanisius.
Antum. 2009. Konservasi Tanah dan Air. Dalam Situs http://4antum.wordpress.com/2009/12/16/konservasi-tanah-dan-air/ Akses Tanggal 4 Januari 2013
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar